Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Gaya Berpakaian Bukan Alasan untuk Melecehkan
14 Mei 2025 12:14 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari VADILLA NUR MAULIDAH FARID tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Masih ada saja yang menganggap cara berpakaian bisa jadi alasan seseorang mengalami pelecehan. Seolah-olah jika seseorang berpakaian ”terlalu terbuka”, maka wajar saja kalau mereka digoda, dicolek, atau bahkan dilecehkan. Padahal, logika seperti ini keliru besar dan justru berbahaya.
ADVERTISEMENT
Penting diingat jika setiap orang punya hak untuk tampil sesuai kenyamanan atau kebutuhannya entah karena cuaca, budaya, atau sekadar selera. Menyalahkan korban hanya karena pakaiannya bukan cuma salah kaprah, tapi juga bisa mengaburkan persoalan utama bahwa pelecehan adalah masalah perilaku pelaku, bukan pakaian korban.
Kalau memang permasalahannya soal pakaian, mengapa masih banyak perempuan berhijab atau berpakaian tertutup tetap menjadi sasaran catcalling? Ini jelas menunjukkan bahwa pelecehan bukan soal ”terangsang secara visual”, tetapi tentang kuasa. Tentang sebagian orang yang merasa berhak mengontrol atau melanggar batas tubuh orang lain.
Ketika korban disalahkan, luka mereka justru makin dalam. Bukan cuma trauma akibat pelecehan, tapi juga tekanan sosial dari lingkungan yang lebih sibuk menghakimi ketimbang memberi dukungan. Alhasil, banyak korban memilih diam karena takut disalahkan, takut diintimidasi, dan takut tidak dipercaya.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, pola pikir menyalahkan korban ini tak lepas dari budaya patriarki yang masih lekat di sekitar kita. Di banyak ruang, tubuh perempuan masih dianggap objek yang bebas dikomentari, diatur, atau bahkan dijadikan ”hiburan”. Sementara itu, laki-laki sering kali mendapat ruang lebih luas untuk mengekspresikan diri tanpa takut dicap buruk.
Mengubah cara pandang ini tidak bisa instan, perlu kerja sama semua pihak dari keluarga, sekolah, media, hingga institusi hukum. Anak-anak sejak dini harus diajarkan bahwa tubuh orang lain bukanlah wilayah yang bisa disentuh atau dikomentari sembarangan.
Media juga tidak bisa lepas tangan. Tayangan atau konten yang terus-menerus menampilkan perempuan sebagai objek seksual justru memperkuat pandangan keliru bahwa tubuh perempuan selalu terbuka untuk dinilai dan dinikmati. Sudah saatnya narasi ini digeser. Fokus bukan lagi pada pakaian korban, tapi pada akuntabilitas pelaku.
ADVERTISEMENT
Dari sisi hukum, proses peradilan harus benar-benar berpihak pada korban. Gaya berpakaian korban seharusnya tidak pernah dijadikan bahan pertimbangan untuk meringankan hukuman pelaku. Justru korbanlah yang harus dilindungi, didengar, dan dibela.
Jadi pelecehan adalah pilihan yang dilakukan oleh pelaku, bukan sesuatu yang ”dipancing” oleh penampilan korban. Maka, kalau kita benar-benar ingin membangun masyarakat yang aman dan setara, berhenti salahkan korban. Edukasi diri, jaga batas, dan bersuara jika melihat ketidakadilan. Karena tidak ada satu pun gaya berpakaian yang bisa membenarkan tindakan pelecehan.