Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Blackwashing dalam Live Action The Little Mermaid
8 Februari 2023 16:24 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari valen agany tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak kenal dengan film-film Disney Princess seperti tokoh Snow White atau Cinderella? Tidak dipungkiri, kisah-kisah itu berhasil memutar kembali kenangan masa kecil kita. Cerita indah tentang seorang putri yang menunggu kehadiran pangeran berkuda, atau kisah putri yang harus melawan mantra sihir jahat.
ADVERTISEMENT
Disney sudah memproduksi berbagai jenis animasi kartun dari tahun 1937 hingga era modern. Kini Disney mulai memberanikan diri untuk membuat remake live action dari kartun animasi princessnya, salah satunya yaitu film live action Cinderella yang sukses pada tahun 2015. Seakan puas dengan reaksi penonton, Disney kembali mengeluarkan live action dari animasi Princessnya yang populer, yaitu The Little Mermaid.
Film yang akan dirilis pada 2023 ini menceritakan kisah mengenai putri duyung bernama Ariel dari kerajaan Atlantis yang jatuh cinta dengan seorang manusia, Pangeran Erick. Sosok Ariel yang ikonik dengan rambut merah, kulit putih, dan bermata biru menjadi daya tarik di film The Little Mermaid. Trailer barunya pun sudah diunggah pada 10 November 2022 lalu di kanal Youtube Walt Disney Studios.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, peluncuran trailer The Little Mermaid tidak sepenuhnya menuai respons positif. Banyak penggemar yang mengungkapkan rasa kecewanya pada pemilihan aktris yang memerankan Ariel. Alasannya karena sosok Ariel dalam live action sangat berbeda dengan karakter animasinya sehingga muncullah tagar #NotMyMermaid dan #NotMyAriel di seluruh jagat internet. Tokoh Ariel yang ditampilkan dalam trailer ternyata adalah aktris berkulit gelap, Halle Bailey, yang sama sekali berbeda dengan karakter Ariel di dunia animasi produksi Disney. Masalah ini berujung membelah penggemar menjadi sisi pro dan kontra.
Sebelum kita memutuskan untuk memihak salah satu sisi, kita perlu mengenal kisah asli The Little Mermaid yang ditulis oleh Hans Christian Andersen. Awalnya, Hans menulis kisah ini dengan menggambarkan sosok The Little Mermaid sebagai manusia setengah ikan yang memiliki kulit putih, berambut merah, dan bermata biru. Ilustrasi ini disesuaikan dengan lingkungan di Denmark yang dominan dengan ras kaukasoid berkulit putih.
ADVERTISEMENT
Karena kepopulerannya, Walt Disney menggarap animasi The Little Mermaid pada tahun 1989 dengan memberi nama 'Ariel' pada karakter utamanya. Dalam versi animasi, penggambaran sosok The Little Mermaid karya Hans dapat divisualisasikan dengan baik oleh Walt Disney. Maka dari itu, penggambaran sosok Ariel yang berambut merah dan berkulit putih menjadi ikon yang tidak bisa dilepaskan dari film ini.
Cukup masuk akal jika penggemar Disney merasa kecewa dengan sosok baru dalam film live action The Little Mermaid akibat perubahan penampilan tokoh cerita orisinalnya. Hal ini karena bayangan tokoh Ariel di dalam animasi sudah begitu melekat dalam benak mereka.
Bentuk pengubahan karakter film berkulit putih menjadi berkulit gelap bukanlah hal yang baru di dunia perfilman. Fenomena ini pernah terjadi pada film Shawshank Redemption tahun 1994 dengan membiarkan karakter 'Red' yang seorang Irlandia berkulit putih diperankan oleh aktor Morgan Freeman yang berkulit gelap. Selain itu, masih banyak lagi film Hollywood yang menjadikan karakter kulit putih diperankan oleh ras kulit hitam. Fenomena ini akrab disebut dengan istilah blackwashing. Blackwashing merupakan fenomena yang tidak jauh berbeda dengan istilah whitewashing.
ADVERTISEMENT
Bentuk pengubahan yang terjadi di film The Little Mermaid dapat dikategorikan sebagai blackwashing. Konsep blackwashing pun tidak selamanya buruk. Menurut Diversity Inc, peran aktor dan aktris berkulit hitam telah meningkat sebesar 66 persen sejak pandemi. Artinya, tersedia banyak kesempatan bagi ras kulit hitam untuk muncul dalam layar lebar. Selain itu, melibatkan tokoh berkulit hitam dalam dunia industri perfilman dapat meredefinisi superioritas kulit putih di masyarakat.
Namun, blackwashing dan whitewashing tidak sepenuhnya baik untuk memberikan konsep keberagaman yang positif. Keduanya sama-sama memaksakan sebuah karakter film untuk mengubah ras mereka. Sepertinya, industri film harus berusaha mencari cara alternatif untuk menonjolkan keberagaman selain menggunakan teknik blackwashing atau whitewashing. Saya yakin, industri sebesar Walt Disney dapat menciptakan karakter film yang baru dengan mengangkat isu keberagaman dengan cara yang kreatif.
ADVERTISEMENT