Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kepahitan Hidup Tanpa Seorang Ibu
13 Januari 2022 13:50 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Vanesa Julianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bertahan dan melawan kanker bukanlah hal yang mudah untuk dilawan. Seperti yang mama rasakan saat sembilan tahun yang lalu. Mama melawan kanker yang menyerang pada payudaranya, berbagai cara sudah mama lakukan untuk sembuh, namun mama kalah dalam melawan kankernya dan kembali ke pelukan Tuhan.
ADVERTISEMENT
Saat pertama kali aku menduduki bangku kelas 6 SD, aku kehilangan mama. Sehari sebelum mama mengembuskan napas terakhirnya, mama berpesan kepadaku, “Jagain adik kamu ya, biarkan papa untuk mencari pengganti mama”. Meskipun umurku yang masih begitu muda, namun aku mengerti bahwa ucapannya merupakan isyarat atas kepergiannya untuk selamanya. Saat itu pun aku menangis kejar dan terus meyakini diri kalo mama bisa sembuh.
Semalaman keluarga berkumpul di rumahku, keadaan mama yang tertidur lama dengan suara dengkuran yang keras. Aku terus mencoba membangunkan mama dengan suara keras diiringi dengan tangisan, tapi mama tetap terlarut dalam tidurnya sampai aku kehilangan dirinya.
Saat itu pukul 04.00 menjelang azan subuh, mama meninggalkan kami semua untuk selamanya dan aku masih tidak percaya bahwa aku kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Bahkan sampai saat ini, tak ada satu pun yang sanggup membayar kepergiannya. Rasa sedih, kecewa, dan penyesalan tak jua meninggalkanku. Aku sangat merasa kehilangan dunia ku, aku tidak tahu apa lagi yang bisa aku harapkan untuk melanjutkan perjalanan hidupku tanpa mama.
ADVERTISEMENT
Ma, aku akan berusaha untuk berdamai dengan kenyataan ini dan aku selalu berdoa untuk mama. Mama istirahat yang tenang dan bahagia ya di sana. Semoga Tuhan mempertemukan kita di surga-Nya.