Pulasan Di Rupa Si Seragam Cokelat Itu

Vida Noor Anisa
bismillah...
Konten dari Pengguna
29 Maret 2017 14:48 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vida Noor Anisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Para Polisi Wanita Republik Indonesia | Foto: Facebook Fanpage Polisi Wanita Republik Indonesia
ADVERTISEMENT
Menjadi polisi wanita (polwan) mungkin menjadi profesi yang paling diminati anak-anak perempuan di Indonesia. Di samping menjadi pramugari, sebagai salah satu pekerjaan dengan keterangan gender yang jelas, polwan masih menjadi impian banyak anak perempuan. Tentu saja siapa yang tak ingin tampil berkharisma, garang, namun masih bisa tampil cantik.
Sebagai anak perempuan yang tumbuh di Indonesia saya juga sempat terbersit keinginan untuk menjadi polwan. Saya di masa kecil, merasa menjadi polwan amat keren, dengan seragam dan atribut serta kemampuan untuk mengatur-atur orang lain—sepertinya sedari dini saya suka dengan leadership.
Namun cita-cita itu hanya menjadi angan belaka, karena seiring dengan pertumbuhan, saya merasa minat juga terus berubah hari demi hari. Di hari A saya merasa menjadi polwan itu keren, hari B saya merasa menjadi artis itu asyik. Esok merasa jurusan IPA menjanjikan, lusa merasa IPS lebih seru, dan seterusnya emosi dan minat saya berubah terus layaknya ABG yang masih labil.
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, saya kembali tertarik dengan polwan, namun bukan karena ingin menjadi polwan lagi melainkan pemberitaan mengenai sosok-sosok polwan cantik. Polwan-polwan cantik ini merebut perhatian masyarakat Indonesia dengan paras ayunya, seolah mengabaikan profesi mereka yang selalu dicitrakan tampak sangat maskulin itu.
Sebenarnya, saya belum pernah mengamati betul rupa-rupa polwan Indonesia. Dalam hidup saya hanya pernah bersinggungan dengan polwan dalam hitungan jari saja. Satu saat mengurus SIM untuk pertama kali, dua saat mengurus SIM untuk kedua kali (ya, saya punya hobi menghilangkan SIM), dan tiga saat penyuluhan Pelopor Keselamatan Berlalulintas oleh salah satu BUMN. Kesempatan untuk mengamati beliau-beliau ini justru datang tak terduga.
Waktu itu, saya tengah berkendara di bilangan Darmo, salah satu jalan protokol di Surabaya. Dari kejauhan tampak beberapa petugas berseragam coklat, reaksi yang muncul tentu panik (saya yakin semua orang pasti sama seperti saya). Saya berusaha mengingat-ingat apakah surat-surat berkendara saya lengkap.
Operasi Simpatik 2017 | Foto: Facebook Fanpage Polisi Wanita Republik Indonesia
ADVERTISEMENT
Tanpa disadari, motor saya telah masuk dalam kawasan harus berhenti alias lampu merah. Salah seorang petugas langsung menghampiri saya, karena saya tepat berhenti di sebelah trotoar. “Selamat pagi!” sapa petugas itu. Rupanya seorang polwan. Cantik tentu saja, tapi karena orientasi saya bukan pada yang cantik-cantik tentu tanggapan saya biasa saja. Setelah sempat teralihkan oleh sapaan polwan cantik itu, saya kembali teringat oleh surat-surat saya. “Nggak kok mbak, kami sekarang sedang sosialisasi Operasi Simpatik. Nggak ada tilang-tilangan.” Rupanya mbak polwan tadi bisa membaca gelagat saya yang panik tadi. Sebagai ganti surat tilang ternyata ia menyodorkan brosur dan stiker Operasi Simpatik Semeru. “Mbak nggak saya tilang, karena sudah berkendara dengan baik, silakan.” Sembari menerima brosur dan stiker tersebut saya mengamati rupa polwan itu. Lamat-lamat saya menyadari sesuatu.
ADVERTISEMENT
Sebagai beauty enthusiast amatir saya mengagumi make-up yang terpulas di rupa mbak-mbak polwan tersebut. ‘Pakai apa nih pasti make-up mahal! POLRI pasti kasih anggaran besar buat make-up!’ pikir saya kala itu. Maka sepulang dari sana, saya langsung browsing apakah benar ada anggaran untuk make-up polwan. Wah ternyata benar adanya dan nominalnya membuat shock!
Bukan, bukan karena ia kelewat banyak, namun hitungannya pas-pasan hanya untuk sekedar membeli lipstick berkualitas bagus!
Lalu, bagaimana bisa beliau-beliau ini mendapat make-up yang demikian bagusnya? Begitu flawless-nya? Demikian hebatnya bertahan menghadapi sinar mentari di Indonesia yang bukan main itu? Ini patut diapresiasi, sist. Ini sebuah prestasi.
Saya beranggapan demikian tanpa ada maksud untuk mendiskreditkan polwan-polwan di luar sana. Saya sadar yang menjadi limelight dalam tulisan ini justru bukan mengenai profesi polwan itu sendiri. Namun saya merasa, kecantikan merupakan sesuatu yang harus diapresiasi bukan semata dianggap sebagai sesuatu yang melekat pada suatu objek. Seperti kecantikan-kecantikan polwan ini, saya yakin prestasi beliau tidak hanya dalam hal macak saja tetapi juga yang lainnya, karena hal inilah yang menarik minat saya kali ini.
ADVERTISEMENT
Saya simpulkan, kecantikan polwan-polwan ini menguar dari semangatnya untuk mengabdi pada negeri. Namun, make-up berhasil membantu mereka untuk mempresentasikan citra mereka lebih baik. Untuk itu saya setuju dengan ucapan Yves Saint Laurent:
Jika di lain hari saya mendapati hal yang menarik lainnya dalam sosok polwan tentu saya tidak akan berkeberatan untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan seperti ini.
Hm, sampai saat ini saya masih mikir bagaimana dengan duit gobanan bisa dapat make-up secanggih itu.