Konten dari Pengguna

Hidup dari Menimba Air

Quldyah Viga Dwikantati
Journalism Student at Politeknik Negeri Jakarta
25 Mei 2022 21:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Quldyah Viga Dwikantati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sumur. Sumber: Pexels-Filipe-Delgado
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sumur. Sumber: Pexels-Filipe-Delgado
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Amina tidak pernah menyangka jika ia akan terjebak dalam masa tua yang sulit, menjalani kehidupan yang serba pas-pasan membuat ia tidak bisa membeli mesin air. Demi menghidupi dirinya dan sang suami yang sedang sakit-sakitan membuatnya terpaksa harus menimba air di sebuah sumur tua yang ada di belakang rumahnya.
ADVERTISEMENT
Seperti perempuan perkasa, wanita tua ini menimba air hampir seharian karena ia bekerja sebagai buruh cuci. Ia tidak pernah mengeluh sedikit pun, baginya mengeluh tidak menghasilkan apapun dan hanya membuang-buang waktu saja.
Di rumah tua yang mulai rapuh Amina tinggal bersama suaminya. Sejak muda sang buruh cuci ini diberi cobaan tidak bisa memiliki anak. Meski demikian, Arman sang suami tidak pernah sekali pun berpaling dari Amina. Mereka tidak berpikiran untuk mengadopsi seorang anak pun, karena itulah di masa tua seperti ini tidak ada yang membantu mereka.
Sejak sang suami terserang stroke di usia ke-70, Amina harus banting tulang menjadi tulang punggung keluarga. Sebelumnya, Arman hanya bekerja sebagai seorang kuli bangunan. Penghasilannya pun tidak begitu besar, hanya cukup untuk membeli beras saja. Oleh karenanya Amina sudah terbiasa bekerja serabutan untuk membantu ekonomi suaminya sejak mereka menikah.
ADVERTISEMENT
Kemiskinan yang mendera Amina dan sang suami ini bukan tanpa sebab. Rendahnya pendidikan yang dimiliki keduanya menjadi salah satu alasan mereka tidak mendapatkan pekerjaan yang layak. Hingga saat ini, hanya sumur tua di belakang rumahnyalah salah satu harta mereka. Dengan air bersih yang tidak pernah kering di musim kemarau sekalipun membuat mereka bisa bertahan hidup hingga saat ini.
“Gaji yang saya terima saat ini tidaklah banyak, sebulan saya mendapatkan gaji sebesar Rp. 250.000 rupiah dikalikan tiga pelanggan,” ucap Amina.
Jika ditotal, penghasilan Amina perbulan hanya sebesar Rp. 750.000 saja, namun ia tetap bersyukur, setidaknya ia tidak pernah kekurangan beras untuk makan sehari-hari. Untungnya ia mendapatkan KIS (Kartu Indonesia Sehat) dari pemerintah untuk biaya pengobatan sang suami, walaupun pemerintah tidak menanggung seluruh biaya yang digunakan oleh Arman, namun hal tersebut sangat membantu baginya.
ADVERTISEMENT
Ketika ditanya apakah mengurus rumah, bekerja, dan mengurus sang suami berat bagi Amina. Namun sang buruh cuci menjawab dengan tegas yaitu tidak, ia sama sekali tidak kerepotan. Baginya ini adalah rutinitas yang ia jalani dengan penuh keikhlasan, ini bukan sebuah rutinitas biasa namun kewajiban sebagai seorang istri yang bertanggung jawab.
(Quldyah Viga Dwikantati/Politeknik Negeri Jakarta)