Konten dari Pengguna

Toxic Positivity: Racun atau Empati?

Vina Yunita Dwi Rahma
Mahasiswa S1 Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Airlangga
7 Juni 2022 21:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vina Yunita Dwi Rahma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image Source: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Image Source: Freepik
ADVERTISEMENT
Ketika mengalami keadaan yang berat, bercerita kepada orang lain adalah salah satu opsi untuk meluapkan emosi. Sebagai teman, tentunya kita ingin memberikan respon positif dan menghibur mereka yang bercerita kepada kita. Kita pasti ingin memberikan respon terbaik meskipun hanya sekedar kalimat penyemangat.
ADVERTISEMENT

Perlukah Kita Memberikan Kalimat Penyemangat?

Memberikan kalimat penyemangat dengan tujuan menghibur memang merupakan hal yang baik. Namun, hal ini juga bisa berdampak buruk, loh. Kita tidak boleh terlalu berusaha untuk bersikap positif dengan menekankan makna bahwa pikiran negatif adalah emosi yang perlu dihilangkan. Berpikiran terlalu positif dengan terus menerus menyangkal pikiran negatif merupakan sebuah bentuk paksaan untuk berbahagia. Hal ini akan memberikan tekanan batin pada orang lain dan bisa berujung pada suatu fenomena berbahaya yang disebut toxic positivity.

Apa itu Toxic Positivity?

Kondisi dimana seseorang terus memaksakan pikiran positif dan denial terhadap pikiran negatif disebut toxic positivity. Menurut Dr. Jiemi Adrian, Sp. KJ., toxic positivity memiliki dasar berupa invalidasi terhadap emosi atau perasaan. Banyak orang cenderung menganggap bahwa kita hanya perlu berpikiran positif dan membuang jauh-jauh pikiran negatif. Padahal, pikiran negatif sebenarnya juga valid dan patut untuk dirasakan.
ADVERTISEMENT

Lantas, Apa Saja yang Harus Dilakukan Ketika Memberikan Penyemangat agar Terhindar dari Toxic Positivity?

1. Hindari kalimat yang terkesan meremehkan
“Jangan menyerah, begitu saja kok sedih”, “begini saja masa nyerah?”, “ayo jangan lebay, semua orang juga pernah gagal kok”. Kalimat-kalimat tersebut mungkin nampak seperti kalimat penyemangat, namun kalimat-kalimat tersebut ternyata mengandung unsur meremehkan, loh. Alih-alih merasa bersemangat, orang lain justru bisa lebih terpuruk karena merasa diremehkan.
Kalimat-kalimat tersebut bisa diganti dengan kalimat seperti, “Kalau lelah, kamu boleh istirahat sebentar kok. Nanti bangkit lagi ya”
2. Hindari kalimat yang menyalahkan
Pernahkah kalian mendengar atau bahkan memberikan kalimat, “jangan sedih dong, ini kan juga salahmu sendiri” atau “Kamu kurang bersyukur sih”? Kalimat-kalimat itu ternyata termasuk toxic positivity, loh. Tidak ada orang yang mau terjebak di situasi menyedihkan. Meskipun seseorang itu telah melakukan sesuatu yang salah, dia juga sebenarnya tidak ingin berada dalam situasi itu.
ADVERTISEMENT
3. Jangan membanding-bandingkan permasalahan
Tingkat kesedihan dan keterpurukan orang berbeda-beda. Mungkin seseorang menganggap hal itu biasa saja, namun orang lain belum tentu merasakan hal yang sama. Jangan pernah membandingkan penderitaan orang lain karena itu akan membuatmu terkesan tidak berempati.
Memberikan kalimat seperti, “itu masih mending, daripada aku...” atau “kamu masih beruntung, coba lihat di luar sana masih banyak orang yang lebih parah” akan membuat kesedihan semakin menumpuk. Kesedihan bukan soal persaingan, maka kamu tidak seharusnya menghibur dengan membanding-bandingkan.
4. Jangan memberikan kalimat yang bersifat menekan
Memberikan dorongan semangat melalui kalimat-kalimat seperti, “kegagalan bukanlah sebuah opsi”, “kamu nggak boleh menyerah!” memang baik. Namun, mendorong seseorang yang sedang tidak baik-baik saja bisa berdampak buruk ke kesehatan mentalnya. Menyerah dan gagal adalah hal yang wajar. Oleh karena itu, hindari kalimat-kalimat sejenis ini, ya!
ADVERTISEMENT
Ketika temanmu bercerita, hal terpenting yang perlu kamu lakukan adalah mendengarkan tanpa perlu menghakimi. Seseorang yang bercerita sebenarnya butuh empati, bukan positivity. Mereka butuh seseorang yang bisa mendengar memahami rasa sedihnya. Jadi, kamu harus menjadi pendengar yang baik dan memahami mereka terlebih dahulu ya sebelum memberi pendapat.