Konten dari Pengguna

Kenali Obesitas Sentral, Resistensi Insulin, Hingga Sindrom Metabolik

dr Vina Calosa
Seorang dokter umum yang senang berbagi edukasi.
7 Juli 2025 10:52 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Kenali Obesitas Sentral, Resistensi Insulin, Hingga Sindrom Metabolik
Obesitas kerap dianggap sepele dan hanya dinilai dari angka timbangan berat badan saja. Padahal selain angka timbangan berat badan, ada parameter lain, seperti lingkar pinggang.
dr Vina Calosa
Tulisan dari dr Vina Calosa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pengukuran lingkar pinggang (pexels.com/Anna Tarazevich)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengukuran lingkar pinggang (pexels.com/Anna Tarazevich)
ADVERTISEMENT
Obesitas kerap dianggap sepele dan hanya dinilai dari angka timbangan berat badan saja. Padahal selain angka timbangan berat badan, ada parameter lain, seperti lingkar pinggang, yang ternyata memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan. Lingkar pinggang berlebih ini merupakan kondisi obesitas sentral yang masih belum banyak orang ketahui. Ternyata dampak yang diakibatkan obesitas sentral banyak, termasuk meningkatkan risiko resistensi insulin hingga sindrom metabolik. Mari simak pembahasannya.
ADVERTISEMENT

Mengenal obesitas sentral

Diperkirakan 41,5 persen orang di dunia mengalami obesitas sentral, menurut penelitian global oleh Wong (2020). Sedangkan di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, diperkirakan sebesar 36,8 persen penduduk Indonesia mengalami obesitas sentral. Ditemukan lebih banyak pada perempuan (54,1%) dibandingkan pada laki-laki (19,7%).
Obesitas sentral adalah kondisi penumpukan lemak yang berlebihan, terutama di area perut. Lemak ini disebut lemak viseral. Normalnya, lemak viseral berfungsi untuk melindungi organ dalam. Namun bila jumlahnya berlebihan, mengakibatkan pelepasan asam lemak bebas dan zat-zat peradangan serta gangguan keseimbangan hormon. Hal ini sangat meningkatkan risiko resistensi insulin (akan dibahas sesudah ini), proses penyakit jantung, stroke, diabetes, hipertensi, dan berbagai jenis kanker (misalnya usus, pankreas, dinding rahim, dan payudara), hingga kematian.
ADVERTISEMENT
Salah satu cara paling mudah untuk menentukan obesitas sentral adalah dengan mengukur lingkar pinggang lebih dari 90 sentimeter pada laki-laki atau lebih dari 80 sentimeter pada perempuan. Cara pengukuran yang benar dilakukan dalam posisi berdiri. Pita pengukur dilingkarkan di antara batas bawah tulang iga dan batas atas tulang panggul. Pastikan pita pengukur tidak terlalu ketat saat dilingkarkan dan posisinya lurus sejajar dengan lantai. Buang napas seperti biasa, lalu baca angkanya.
Orang dengan obesitas sentral tidak selalu memiliki indeks massa tubuh (IMT) tinggi. Bisa saja seseorang dengan IMT normal juga mengalami obesitas sentral. Ternyata menurut penelitian Sahakyan (2015), kelompok orang obesitas sentral dengan IMT normal risiko kematiannya sama atau bahkan lebih tinggi dibandingkan kelompok orang obesitas sentral dengan IMT tinggi.
ADVERTISEMENT

Resistensi insulin, proses awal terjadinya diabetes

Resistensi insulin adalah keadaan ketika sel tubuh menjadi kurang berespon terhadap insulin. Salah satu penyebab utamanya adalah obesitas sentral. Insulin adalah hormon penting yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Hormon tersebut berperan dalam penyerapan gula dari darah ke dalam sel (otot, lemak, dan hati). Karena insulin tidak dapat digunakan oleh tubuh, kadar gula darah meningkat (karena gula tidak dapat diserap dan tetap berada di darah).
Sebagai kompensasi, pankreas bekerja keras membuat lebih banyak insulin untuk menjaga kadar gula darah tetap normal. Bila proses ini terus menerus berlangsung, sel beta di pankreas akan mengalami kelelahan hingga akhirnya rusak. Kerusakan ini menyebabkan penurunan produksi jumlah insulin, sehingga kadar gula darah meningkat. Kondisi ini yang dikenal sebagai diabetes mellitus (DM) tipe 2.
ADVERTISEMENT
Berbagai literatur menyebutkan bahwa resistensi insulin menyebabkan pembentukan plak pada pembuluh darah (aterosklerosis). Pada penelitian yang dilakukan oleh Chen (2020), didapatkan bahwa resistensi insulin meningkatkan risiko penyakit pembuluh darah jantung, serangan jantung, dan stroke penyumbatan. Studi oleh Ashraf (2023) juga menunjukkan terdapat hubungan antara resistensi insulin dan penyakit pembuluh darah jantung.

Sindrom metabolik, tingkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes

Sindrom metabolik adalah kumpulan kondisi yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes. Diperkirakan 20–25% penduduk di dunia mengalami sindrom metabolik. Di Indonesia sendiri berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, diperkirakan 28 persen laki-laki dan 46 persen perempuan Indonesia mengalami sindrom metabolik.
Untuk dapat disebut sebagai sindrom metabolik, harus terdapat obesitas sentral (lingkar pinggang lebih dari 90 sentimeter pada laki-laki atau lebih dari 80 sentimeter pada perempuan), disertai minimal dua kondisi lainnya (meningkatnya tekanan darah, gula darah puasa, trigliserida, ataupun menurunnya kolesterol baik yang disebut kolesterol HDL).
ADVERTISEMENT
Faktor-faktor penting yang menyebabkan sindrom metabolik adalah resistensi insulin dan obesitas (terutama obesitas sentral). Faktor lain yang tidak kalah penting yang ikut berperan adalah faktor genetik, malas bergerak, makan tidak sehat (makanan tinggi karbohidrat, gula, lemak), penuaan, dan perubahan hormon (menopause).
Berdasarkan penelitian, seseorang yang menderita sindrom metabolik ternyata berisiko mengalami penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 2 kali lipat dan diabetes sebesar 5 kali lipat.

Pencegahan sindrom metabolik

Ilustrasi penurunan berat badan (unsplash/i yunmai)
Menurut penelitian, penurunan berat badan pada orang obesitas terbukti bermanfaat dalam mencegah peningkatan resistensi insulin menjadi DM tipe 2. International Diabetes Federation (IDF) merekomendasikan pencegahan sindrom metabolik sebagai berikut:
- Membatasi asupan kalori harian
- Menurunkan berat badan dengan target penurunan 5–10% dalam setahun
ADVERTISEMENT
- Meningkatkan aktivitas fisik minimal 150 menit per minggunya
- Memperbaiki komposisi asupan makanan dengan mengurangi karbohidrat dan lemak, serta meningkatkan protein dan serat

Pengobatan sindrom metabolik

Ilustrasi pengobatan (pexels.com/JESHOOTS.com)
Bila sudah mengalami sindroma metabolik, pasien harus menjalani pemeriksaan lengkap jantung dan pembuluh darah. Obat-obatan yang diberikan tergantung pada kondisi yang ditemukan oleh dokter. Pemberian obat bertujuan untuk mengontrol faktor-faktor risiko yang ada, seperti obat penurun kolesterol, penurun tekanan darah, hingga obat pengatur gula darah.

Penutup

Jangan menganggap remeh ukuran lingkar pinggang yang berlebih, karena ternyata bisa meningkatkan risiko terkena penyakit diabetes, jantung, stroke, kanker, hingga kematian. Jangan lupa untuk periksa kesehatan secara berkala, terutama bila mempunyai lingkar pinggang berlebih. Ingat, mencegah lebih baik daripada mengobati.
ADVERTISEMENT

Referensi

Ashraf, F. U. N., Ghouri, K., Someshwar, F., Kumar, S., Kumar, N., Kumari, K., Bano, S., Ahmad, S., Khawar, M. H., Ramchandani, L., Salame, T., Varrassi, G., Khatri, M., Kumar, S., & Mohamad, T. (2023). Insulin Resistance and Coronary Artery Disease: Untangling the Web of Endocrine-Cardiac Connections. Cureus, 15(12), e51066. https://doi.org/10.7759/cureus.51066
Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kemenkes. (2024, November 14). SKI 2023 dalam angka - Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan | BKPK Kemenkes. Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan | BKPK Kemenkes. https://www.badankebijakan.kemkes.go.id/ski-2023-dalam-angka/
Beverly, J. K., & Budoff, M. J. (2019). Atherosclerosis: Pathophysiology of insulin resistance, hyperglycemia, hyperlipidemia, and inflammation. Journal of Diabetes, 12(2), 102–104. https://doi.org/10.1111/1753-0407.12970
Chen, W., Wang, S., Lv, W., & Pan, Y. (2020). Causal associations of insulin resistance with coronary artery disease and ischemic stroke: a Mendelian randomization analysis. BMJ open diabetes research & care, 8(1), e001217. https://doi.org/10.1136/bmjdrc-2020-001217
ADVERTISEMENT
Prisie, M. Y. N. (2025, June 13). Kemenkes: CKG temukan 50 persen perempuan alami obesitas sentral. Antara News. https://www.antaranews.com/berita/4896749/kemenkes-ckg-temukan-50-persen-perempuan-alami-obesitas-sentral
Sahakyan, K. R., Somers, V. K., Rodriguez-Escudero, J. P., Hodge, D. O., Carter, R. E., Sochor, O., Coutinho, T., Jensen, M. D., Roger, V. L., Singh, P., & Lopez-Jimenez, F. (2015). Normal-Weight Central Obesity: Implications for Total and Cardiovascular Mortality. Annals of internal medicine, 163(11), 827–835. https://doi.org/10.7326/M14-2525
Wong, M. C. S., Huang, J., Wang, J., Chan, P. S. F., Lok, V., Chen, X., Leung, C., Wang, H. H. X., Lao, X. Q., & Zheng, Z. J. (2020). Global, regional and time-trend prevalence of central obesity: a systematic review and meta-analysis of 13.2 million subjects. European journal of epidemiology, 35(7), 673–683. https://doi.org/10.1007/s10654-020-00650-3
ADVERTISEMENT