Mengenal Tradisi Apitan di Tanah Jawa, dari Sejarah hingga Prosesinya

Viral Food Travel
Berita viral seputar Food dan Travel
Konten dari Pengguna
19 Agustus 2022 9:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Viral Food Travel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tradisi Apitan. Foto: Website demakkab.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi Apitan. Foto: Website demakkab.go.id
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mengulik tradisi di tanah Jawa seperti tak akan ada habisnya. Sebab masyarakat Jawa sejak dahulu terkenal memiliki relasi yang kuat dengan alam.
ADVERTISEMENT
Dalam jurnal Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Apitan yang ditulis Faridhatun Nikmah dijelaskan bahwa kedekatan masyarakat Jawa dengan alam bukan dalam tataran ritual saja, tapi dijadikan syarat bagi nilai teologis, karena hampir semua tradisi Islam di Jawa merupakan produk Wali Songo yang sudah dibungkus dengan ajaran Islam.
Salah satu contoh tradisi yang dimaksud adalah tradisi Apitan. Dikutip dari laman pariwisata.demakkab.go.id, tradisi Apitan diyakini mulai dilaksanakan sekitar 500 tahun lalu, tepatnya pada masa penyebaran agama Islam di tanah Jawa oleh Wali Songo. Lantas sebenarnya tradisi Apitan itu apa?

Tradisi Apitan di Tanah Jawa

Tradisi Apitan. Foto: Website demakkab.go.id
Tradisi Apitan adalah tradisi sedekah bumi yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Demak setiap satu tahun sekali. Nama Apitan sebenarnya diambil dari nama bulan Apit, yaitu bulan sebelum Bulan Besar dalam penanggalan Jawa, atau bulan terlaksananya Hari Raya Idul Adha.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, tradisi Apitan sering dilakukan di antara dua hari raya besar, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Tanggal spesifik pelaksanannya ditentukan secara musyawarah oleh Kepala Desa dan jajarannya, seperti moden, carik, kebayan, ketua RT dan RW, serta beberapa warga yang dianggap senior.
Tradisi Apitan memiliki tujuan dan makna yang dalam sekaligus religius, sebab tradisi ini adalah ungkapan rasa syukur yang dilakukan masyarakat Demak kepada Allah SWT atas hasil panen yang telah diterima.
Prosesi Apitan biasanya dimulai dengan masyarakat yang datang berbondong-bondong ke Balai Desa dengan membawa makanan dan minuman. Semua makanan dan minuman itu akan disantap bersama setelah prosesi Apitan.
Acara selalu dimulai pada pagi hari, sekitar pukul 09.00 WIB. Pertama-tama akan ada sambutan dari Kepala Desa kemudian pertunjukkan wayang.
ADVERTISEMENT
Acara inti biasanya dimulai pada sore hari, masyarakat akan berkumpul dan melakukan selametan. Setelah itu makan bersama untuk mempererat tali silaturahmi.
Tradisi Apitan akan ditutup pada malam hari dengan pagelaran wayang kulit, kethoprak, atau kesenian lainnya. Tradisi Apitan juga biasanya diselenggarakan dengan khataman Al Quran.
Dari daftar kegiatan Apitan, tampak tak ada yang keliru dan bertentangan dengan agama. Makanya tradisi ini terus dilakukan sebagai bentuk pelestarian budaya Jawa yang dimulai oleh Sunan Kalijaga.
Masyarakat Demak juga masih meyakini mitos terkait tradisi Apitan. Mitos tersebut merujuk pada kisah tentang bencana besar yang terjadi di desa pada masa lalu.
Bencana yang menghantui itu disebut pagebluk, istilah masyarakat Jawa untuk menyebut wabah penyakit. Ciri-ciri bencana pagebluk adalah banyaknya warga yang meninggal secara bersamaan dan terus menerus.
ADVERTISEMENT
Konon pagebluk terjadi karena masyarakat tidak melakukan tradisi Apitan Wayangan. Oleh karena itu, masyarakat Demak yakin bahwa tradisi Apitan tidak boleh ditinggalkan.
(ADS)