Piala AFF 2010: Luka Lama yang Siap Dibayar Lunas Timnas Tahun Ini?

Konten dari Pengguna
22 Mei 2020 15:21 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Viral Sport tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suporter Indonesia. Foto: La Grande Indonesia.
zoom-in-whitePerbesar
Suporter Indonesia. Foto: La Grande Indonesia.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Siapa tak ingat Piala AFF 2010?
Salah satu edisi dalam turnamen terbesar se-Asia Tenggara yang akan selalu diingat oleh publik sepak bola Indonesia. Turnamen yang digelar di dua negara yaitu Indonesia dan Vietnam, sukses menyedot antusiasme seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dari yang datang ke stadion untuk mendukung Timnas, hingga sekedar menengok 'paras tampan'-nya Irfan Bachdim, semua numplek jadi satu di Gelora Bung Karno.
Jersi baru, pelatih baru, dan pemain-pemain baru, seluruhnya sukses menampilkan wajah baru nan sangar Timnas Indonesia saat itu.
Setelah edisi sebelumnya --2008-- hanya mampu menembus babak semi final di bawah besutan pelatih lokal, Benny Dollo, Timnas memulai edisi 2010 dengan wajah yang benar-benar 'segar'.
Selain menunjuk pelatih asal Austria, Alfred Riedl, perbedaan mencolok juga terlihat di lini depan Timnas. Duet wong jowo --Bambang Pamungkas dan Budi Sudarsono-- di 2008, digantikan dengan duet bule: Cristian Gonzales dan Irfan Bachdim.
Sebenarnya, saat itu Bepe --sapaan Bambang Pamungkas-- masih masuk dalam skuad besutan Alfred Riedl. Namun, dirinya kalah bersaing dengan kedua striker tersebut. Sejatinya, Bepe juga merupakan kapten tim saat itu. Meski begitu, di atas lapangan ban kapten lebih sering melekat di lengan Firman Utina karena Bepe lebih sering menghangatkan bangku cadangan.
ADVERTISEMENT
Hanya Timnas junior yang mampu juara. Foto: PSSI
So, bisa dibayangkan betapa 'fresh'-nya wajah Timnas saat itu, meski hasilnya sebenarnya sama saja: Enggak juara.
Perjalanan Turnamen tersebut bak secangkir kopi di pagi hari: Manis di awal, pahit kemudian.
Skuad Garuda berhasil melewati babak grup dengan 'sapu bersih' semua pertandingan yang dijalani. Mencatat 13 gol dari 3 pertandingan, cukup untuk menggambarkan betapa superiornya kekuatan Timnas Indonesia saat itu.
Oh, ya. Meski 6 golnya dicetak ke gawang Laos, yang notabenenya bukan tim yang diperhitungkan, tetapi 7 gol lainnya bersarang ke tim-tim besar seperti Malaysia dan Thailand.
Melibas Malaysia dengan skor 5-1 plus memetik kemenangan atas negeri 'gajah putih' lewat 2 penalti Bambang Pamungkas, rasa-rasanya layak apabila publik berharap banyak kepada skuad Timnas saat itu.
ADVERTISEMENT
Bambang Pamungkas merayakan kemenangan Indonesia atas Thailand pada Piala AFF 2010 bersama Firman Utina, Ahmad Bustomi, dan Irfan Bachdim. Foto: AFP/Bay Ismoyo
Memasuki semifinal, Indonesia dihadapkan dengan lawan yang tak sepadan saat itu, Filipina. Bagaimana mau memberi perlawanan, wong stadion saja gak punya.
Yes, lucunya, format home-away saat itu harus berjalan di Gelora Bung karno karena Filipina dinilai tidak memiliki stadion yang layak untuk menggelar pertandingan sekelas Piala AFF.
Alhasil, Timnas berhasil melewati babak semi final dengan agregat 2-0. Tidak terlalu besar memang, namun cukup untuk membawa anak asuh Alfred Riedl ke partai puncak.
Buat Filipina, oke lah. Babak semifinal juga sudah merupakan pencapaian yang luar biasa, saat itu.
Nah, pada babak final ini, Malaysia adalah lawan yang akan dijumpai.
Entah mengapa, publik sepak bola saat itu yakin betul Timnas Indonesia mampu meraih gelar juara AFF untuk yang pertama kalinya.
ADVERTISEMENT
Mereka seakan lupa bahwa masih ada 180 menit --kadang dan tandang-- yang harus dilewati Firman Utina dan kawan-kawan sebelum benar-benar angkat trofi bergengsi di kawasan Asia Tenggara tersebut.
Mungkin, karena sebelumnya 'Harimau Malaya' berhasil dibungkam dengan skor besar. Mungkin.
Suporter Malaysia di pertandingan Timnas Indonesia melawan Malaysia di Stadion Bukit Jalil, Malaysia. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Alih-alih berjalan mulus, Timnas Indonesia malah 'babak belur' di leg pertama yang berlangsung di Kuala Lumpur. Saat itu, Markus Horison harus memungut bola 3 kali dari gawangnya. Yak, Indonesia kalah 0-3 di tengah lautan kuningnya Bukit Jalil.
Jadilah skuad Garuda kembali ke Jakarta dengan wajah 'lesu'.
Meski mencoba melupakan kekalahan di Malaysia, beban nampaknya tak bisa ditutup-tutupi skuad Garuda kala melakoni 90 menit kedua di Jakarta.
Asa sebenarnya muncul kala di babak pertama Indonesia dihadiahi pinalti usai pemain Malaysia tertangkap menyentuh bola dengan tangan. Sayang, beban berat yang dipikul Firman Utina membuat dirinya tak mampu menyeploskan bola ke gawang yang dikawal Khairul Fahmi.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, praktis Indonesia terus menggempur pertahanan Malaysia. Bukannya mencetak gol, gawang Markus Horison malah dibobol penyerang Malaysia, Safee Sali, di menit ke-54.
Yasudah lah, Malaysia semakin di atas angin. Gol dari Safee sekaligus menuntut Indonesia untuk mencetak 5 gol dalam kurun waktu sekitar 35 menit. Berat.
Meski akhirnya berhasil membalikkan keadaan menjadi 2-1 lewat gol balasan yang dicetak M. Nasuha dan M. Ridwan, tak cukup untuk mengantarkan Indonesia ke tangga juara.
Agregat 4-2 untuk Malaysia.
Ending-nya pun semakin pahit: Melihat Malaysia mengangkat piala di GBK.
Kini, 10 tahun berselang, Indonesia dihadapkan dengan situasi serupa. Menatap AFF 2020, skuad Garuda tengah bersiap untuk menampilkan 'wajah baru' usai babak belur di edisi sebelumnya, AFF 2018. Saat itu, bahkan tim asuhan Bima Sakti tak mampu melewati fase grup.
ADVERTISEMENT
Dan lagi Indonesia seperti mengalami deja vu. Jersi baru, pelatih baru, dan beberapa pemain baru, siap untuk mengorbit di akhir tahun mendatang.
Sukses merekrut pelatih kelas dunia se-level Shin Tae-young, maka gelar juara untuk turnamen sekelas Piala AFF sudah menjadi harga mati yang tak bisa di tawar lagi.
Ditambah, beban yang dipikul pelatih asal Korea Selatan itu pun bisa saja menjadi lebih ringan. Pasalnya, Malaysia, Thailand, dan Filipina, berencana untuk mundur dari turnamen dua tahunan tersebut dengan alasan ingin fokus menyelesaikan liga domestiknya masing-masing yang telah tertunda karena virus corona.
Kini, dengan wajah yang lebih 'segar' dari edisi 2018, mampu kah Timnas Indonesia mengobati luka lama 1 dekade lalu?
ADVERTISEMENT