Konten dari Pengguna

Renungan Akhir Musim untuk Fans Manchester United

Vyatra Joseph
Tukang komentar film... Tukang tomentar sepakbola... Tukang komentar apa saja yang bisa dikomentari...
13 Mei 2019 9:23 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vyatra Joseph tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Gambar : Skysports
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Gambar : Skysports
ADVERTISEMENT
Fans Manchester United musim ini bisa jadi sangat tepat untuk mengilhami analogi gelas yang terisi setengah. Yang positif akan berpikir isinya masih ada setengah, sementara yang kecewa berpikir sebaliknya, 'ah cuman setengah'. Kurang lebih begitu. Saya? Halah saya melihat gelasnya saja, tidak.
ADVERTISEMENT
Musuh terbesarmu adalah dirimu sendiri, begitu kata peribahasa kuno yang berulang kali dikutip. Dan musuh besar Manchester United di musim ini, bisa jadi adalah mereka sendiri. Musuh mereka adalah masalah-masalah internal, yang mereka buat sendiri.
Jose Mourinho (yang jelas) keras kepala beradu kepala batu dengan Ed Woodward, kita lantas sama-sama tahu siapa yang lebih berkuasa. Sekalipun ia berusaha mendekati para fans. Ed Woodward tetaplah mahapatih dari raja Glazer yang agung. Fans memang memegang peran penting, tapi ini bukan negara demokratik di mana kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat.
Masalah mulai timbul, saat Mourinho memberikan list pemain kelas satu yang ingin dibeli, lantas Ed Woodward dengan senang hati memenuhinya dengan mendatangkan Fred, Dalot dan Lee Grant.
ADVERTISEMENT
Fred bahkan digadang-gadang akan menjadi pemain besar, sebelum akhirnya berangkat ke Piala Dunia untuk menjadi pilihan ketiga setelah Casemiro, dan Fernandinho. Tak apa, mungkin belum waktunya ia masih muda sampai akhirnya kita sama-sama menjadi saksi, ia masih jauh dari ekspetasi.
Mou sendiri masih terus menyusahkan diri dengan beradu ego dengan para pemainnya. Perselisihannya dengan Paul Pogba yang amat terasa. Ia memang menjengkelkan tapi kita sama-sama tahu Paul Pogba tak kalah tengil.
Keduanya sama-sama haus perhatian, di antara pilihan sulit mempertahankan (atau menendang) dua manusia memuakkan ini di tim, Pogba-lah yang akhirnya bertahan sampai akhir musim. Sempat menanjak sesaat bersama Ole, sisanya ia gagal menjadi Pogba yang perkasa di Piala Dunia
ADVERTISEMENT
Di antara guncangan berat datang angin segar saat Ole datang. Beberapa pertandingan dijalankan dengan menawan. Tim menjadi bermain lebih menyerang, walaupun yah nggak gitu-gitu banget.
Tak apa kalah yang penting bermain menghibur. Janganlah seperti Mou, sudah bermain negatif kalah lagi. Sudah jatuh tertimpa tangga, dan tidak ditanggung asuransi, lengkap.
Sebagian fans mulai berdelusi, bahwa ia adalah mesias yang datang untuk menggenapi firman, menyudahi mimpi buruk dan membawa kejayaan. Siapa yang tidak? Saya juga teramat jumawa dengan permainan mereka kala itu, dan sekarang saya sungguh mengaku bersalah dengan pikiran dan perkataan dengan perbuatan dan kelalaian.
Ole disanjung setinggi langit, kala itu alasan utamanya jelas romansa masa lampau karena dianggap sebagai penerus Ferguson.
ADVERTISEMENT
Haus yang teramat memang membuat setitik air menjadi sangat menyegarkan, dan setitik air itulah yang dibawa oleh Ole kala itu. Pada akhirnya kita harus kembali ke dunia nyata, dahaga yang ada tak cukup disegarkan hanya dengan setitik air saja.
Kita lupa, ini Ole Gunnar Solskjær yang juga tidak mentereng-mentereng amat di Cardiff atau Molde. Sebagian yang historis membandingkannya dengan kedatangan Ferguson pertama kali dulu. Sampai pada saatnya mereka akan menemukan fakta bahwa Ferguson datang dengan gelar Piala Skotlandia, Liga Skotlandia, dan juara Piala Winners (yang kala itu cukup mentereng), Sementara Ole?
Tak apa fans Manchester United sekarang memang sedang berdelusi, setelah sebelum-sebelumnya mengejek fans Liverpool karena memiliki penyakit yang sama. Saat fans Manchester United sedang menderita penyakit itu, sebaliknya fans Liverpool dengan keteguhan iman, mereka mulai tercerahkan.
ADVERTISEMENT
Saking payahnya, bahkan David Moyes dipuji sedemikian hingga, sampai akhirnya terkuak ia bukan pilihan utama. Bahkan juga bukan pilihan kedua. Ada nama Guardiola dan Mou kala itu.
Gelar The Chosen One disematkan padanya sebagai upaya menghibur. Baru dikemudian hari menaruh curiga, itu adalah kampanye menghibur diri ala board Manchester United. Saya ikut mengamininya kala itu. Iya saya kembali ingin mengaku dosa karena kala itu ikut serta dalam proses pembodohan masyarakat pecinta sepakbola.
Setali tiga uang, Ole juga datang bukan sebagai pilihan utama. Ia menjadi pilihan kesekian setelah setelah nama-nama macam Zidane atau Conte lepas dari bidikan. Sudah begitu datang dengan status pinjaman, sebelum akhirnya dipermanenkan. Ampunlah.
Pada akhirnya kualitas memang tak bisa dibohongi, pendewasaan dan kematangan hanya bisa dilalui dengan proses. Dan Ole memang masih perlu berproses, kita saja yang berharap terlalu banyak padanya.
ADVERTISEMENT
Setelah era Ferguson tim ini memang masih jauh dari kejayaan. Beberapa gelar memang sempat datang, tapi kembali menjadi Manchester United yang megah, masih banyak aspek yang perlu dijelajah. Dan pahitnya, saat proses itu berjalan Manchester United tak habis-habisnya merepotkan diri sendiri dengan permasalahan-permasalahan internal.
Tim besar memang selalu seperti itu tapi tim yang benar-benar besar justru tim yang bisa keluar dari masalah itu. Dan untuk musim ini susah mengakui Manchester United sebagai tim besar, kecuali yang jadi ukuran kekayaan yang mereka miliki.
Saya tak tahu bagaimana tim ini bersikap setelah babak belur di musim ini. Masih tersisa beberapa pekan lagi sebelum bursa transfer menggeliat dan kita bisa sama-sama mengukur sejauh apa niat Manchester United memperbaiki tim.
ADVERTISEMENT
Sembari menunggu bisa jadi, ini waktu yang tepat untuk bersabar dalam ujian saat melihat pendukung Manchester City semakin berisik di timeline dan fans Liverpool sedang berharap menambah gelar liga Champions dan menjadi tim ketiga dengan raihan gelar terbanyak.
Ambil saja hikmahnya saat partai final berlangsung kita tak perlu ikut-ikut jantungan dan juga bebas memasang taruhan tanpa melibatkan perasaan. Atau bahkan mengejek salah satunya.
Roda zaman memang sudah berubah. Fans Manchester United yang dulu menjengkelkan dan tengil memang harus lebih banyak bertafakur setelah sebelum-sebelumnya teramat berdosa karena senang mengejek tim lain. Jangan lupa dosa kesombongan juga berbahaya.
Masih ada beberapa pekan sebelum liga dimulai. Ini waktu yang tepat untuk bertobat setelah menjadi manusia paling menjengkelkan dalam urusan sepakbola.
ADVERTISEMENT
Salam.
Nb : Saya baru memulai Novena dan Rosario agar tabah menghadapi tahun yang penuh cobaan ini.
Ditulis sesaat setelah Manchester United 'melucu' melawan Cardiff.