Ketika Pacitan Tidak Lagi Beraroma SBY

Wahyu Agung Prihartanto
Saya karyawan Pelindo III, Pendidikan Master Marine PIP Semarang, Pengamat & Penulis Kepelabuhanan & Sosial
Konten dari Pengguna
21 September 2021 15:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wahyu Agung Prihartanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Euforia perayaan dua dekade partai besutan Persiden RI Ke-6. Lamunanku menerawang pada sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berwibawa, tegas, dan tutur kata rapi dalam berbicara. Calon Presiden dari partai (tidak diperhitungkan), tiba-tiba melesat bak meteor dengan segudang prestasi.
ADVERTISEMENT
Sepuluh tahun kepemimpinannya, apalagi melalui pemilihan langsung pertama kalinya kian membuatku bangga. Meskipun saya tidak terlahir di Pacitan, tetapi setengah usiaku bersama orang tua sebagai Guru SD di kota tersebut. Cerita tentang sang mantan pejabat negara saya dapatkan dari orang tua maupun bacaan media cetak saat itu.
Penyambutan SBY oleh masyarakat setiap berkunjung ke Pacitan menyemut di luar pagar TMP tempat orang tuanya dimakamkan. Saat itu beliau memang masih aktif sebagai tentara, tetapi masyarakat seperti terhipnotis dan teridola seperti kedatangan Orang No.1 di Republik ini. Setiap pojok kota terpampang foto SBY mengalahkan foto Presiden dan Wakil Presiden saat itu.
Saya tidak tahu, saat itu SBY risih atau tidak mendengar penokohan dirinya. Pastinya, generasi saya maupun generasi di bawah saya betul-betul mengidolakan beliau, meskipun secara pribadi, saya hingga saat menulis tulisan ini belum pernah bertemu beliau. Setiap pemutaran film G30S-PKI, ayahku hanya beri kode, “Itu mertuanya SBY!” sambil menunjuk ke arah tokoh Sarwo Edy Wibowo. Dan, cukup membangkitkan imajinasiku meskipun hanya lewat dokumenter.
ADVERTISEMENT
Siapapun presiden terpilih, rasanya tak jadi soal buat Partai Demokrat. Sebab, satu hal tetap akan menjadi pekerjaan rumah mereka, yaitu mengasah ketokohan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
Terlebih, Demokrat hingga kini masih terlalu bergantung pada ketokohan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai ketua umum. Sejak Pileg 2009 sampai saat ini, perolehan suara Partai Demokrat terus mengalami penurunan. Artinya, popularitas partai menurun sejalan dengan selesainya kepemimpinan SBY. Ini adalah masalah tipikal partai yang bergantung pada tokoh, bukan ideologi atau program.
Setiba di Kota Pacitan, saya masih melihat baliho-baliho terpajang di pinggir jalan meskipun bukan masa Pemilu. Sepintas saya perhatikan atribut partai berlambang mercy masih mendominasi. Sebuah pemandangan menarik, tampak foto-foto SBY hanya sebagai latar belakang dari foto-foto jagoan partai yang baru.
ADVERTISEMENT
Selain putra-putranya, tentu juga Sang Bupati Pacitan yang kebetulan berasal dari partai bergambar mercy. Fenomena lainnya, tertulis nama SBY tanpa foto, dan bahkan tanpa identitas SBY sekalipun. Apakah ini menandakan mulai terjadi pergeseran ketokohan SBY? Sebagai pelajaran politik barangkali baik. Karena, menjadi diri sendiri jauh lebih baik daripada menebeng kepakaran orang lain.
Memasuki gapura selamat datang kota Pacitan, atribut partai semakin didominasi partai pimpinan AHY, salah satu putra SBY. Apakah AHY yang digadang-gadang Pak SBY pada perhelatan pemilihan presiden mendatang? Wallahu’alam bi sowab. Masyarakat memilih, Allah SWT menggariskan. Langkah-langkah nyata yang akan dilihat dan dipilih rakyat nantinya.
Malam itu, aku putuskan menginap di salah satu penginapan sederhana di Kota 1001 Goa tersebut. Sekedar mencari udara segar sambil minum kopi di luar. Dari obrolan warung kopi, aku mendengar selentingan bahkan olok-olok selama kepemimpinan SBY. Saya pikir wajar, di alam kebebasan, pro dan kontra menjadi sebuah keniscayaan dalam demokrasi. Sangat mungkin hal ini pertanda melunturnya ketokohan beliau.
ADVERTISEMENT
Tongkat estafet SBY ke AHY harus dibarengi dengan bukti-bukti nyata serta dapat menyentuh ke hati masyarakat Indonesia, dan khusunya Pacitan. Sebagai tokoh muda yang seumuran dengan Bupati Pacitan saat ini, AHY dan Demokratnya diharapkan dapat mewakili aspirasi masyarakat muda di Kota 1001 Goa tersebut. Dengan demikian, isu-isu miring terkait hubungan kekerabatan dengan pejabat Bupati saat ini cepat atau lambat akan tereduksi.
Seperti diketahui, selepas pensiun dini dari TNI AD pada 2016, AHY belum memiliki pengalaman masuk ke dalam 'lingkaran kekuasaan'. Modal pengalamannya di politik, baru dimulai ketika menjajal kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017.
Kiprah SBY saat muda dahulu, tentu belum dilihat dan dirasakan milenial saat ini. Sehingga perlu ditumbuhkembangkan spirit SBY oleh generasi muda dengan sentuhan-sentuhan kekinian. Inisiatif Sang Bupati membangun Museum SBY patut diapresiasi, meskipun tidak serta merta bermomentum tanpa digelorakan dengan aksi-aksi cerdas yang menyentuh kalangan milenial.
ADVERTISEMENT
Beberapa kegiatan sosial dilakukan oleh sang adik, Ibas beberapa waktu lalu dapat menjadi media silaturahmi masyarakat. Isu bonus demografi, seyogyanya dipersiapkan sejak dini dengan menciptakan peluang usaha dan peluang kerja baru untuk mengantisipasi defisit ketersediaan lapangan kerja akibat melimpahnya tenaga kerja produktif.
Secara geografis, Pacitan terletak di pantai selatan. Nelayan dan Tani menjadi profesi pokok yang harus mendapat perhatian. Ketersediaan kapal, kelangkaan BBM, pupuk menjadi dilema yang saling beririsan. Dan, tidak kalah penting upaya tanggap darurat jika sewaktu-waktu terdapat syunami karena berhimpitan dengan laut selatan.
Sekian dan selamat membaca.
(*) Penulis, 18 tahun tinggal di Pacitan.
Spirit Pak Beye untuk generasi muda Pacitan. (Sumber foto: Pexels)