Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Cukupkah Regulasi Melindungi Penderita Kanker Payudara?
18 Desember 2024 18:45 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Regulasi yang kuat dan implementasi yang efektif merupakan kunci keberhasilan penanggulangan kanker payudara. Upaya Pemerintah meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kanker payudara melalui kampanye dan skrining, patut diapresiasi.”
ADVERTISEMENT
Kanker payudara merupakan jenis kanker yang umum didiagnosis pada wanita di seluruh dunia. Data dari International Agency for Research on Cancer (IARC) melalui Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) tahun 2020 menunjukkan ada sekitar 2,3 juta kasus baru kanker payudara di seluruh dunia. Ini berarti sekitar 1 dari 4 diagnosis kanker pada wanita adalah kanker payudara. Meskipun angka kejadiannya tinggi, kemajuan dalam deteksi dini dan pengobatan telah membantu menurunkan angka kematian. Namun, pada tahun 2020, diperkirakan ada sekitar 685.000 kematian akibat kanker payudara secara global. Kanker payudara masih menjadi penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di banyak negara.
GLOBOCAN 2020 mencatat ada sekitar 65.858 kasus baru kanker payudara di Indonesia. Hal ini menjadikan kanker payudara sebagai kanker yang paling banyak terjadi pada wanita di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI tahun 2022 menyebutkan angka kejadian kanker di Indonesia sebesar 136 per 100.000 penduduk, dan kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemukan. GLOBOCAN 2020 memperkirakan ada sekitar 22.430 kematian akibat kanker payudara di Indonesia. Kanker payudara menyebabkan sekitar 10% kematian dari seluruh penderita kanker di Indonesia. Kementerian Kesehatan menyebutkan rata-rata kematian akibat kanker payudara mencapai 17 per 100.000 penduduk. Sebanyak 70% kasus kanker payudara di Indonesia terdeteksi pada stadium lanjut. Hal ini sangat memprihatinkan karena peluang kesembuhan pada stadium lanjut jauh lebih kecil dibandingkan stadium awal.
ADVERTISEMENT
Kanker payudara adalah kondisi ketika sel-sel di jaringan payudara tumbuh secara tidak normal dan tidak terkendali. Sel-sel abnormal ini dapat membentuk tumor. Tumor bisa bersifat jinak (bukan kanker) atau ganas (kanker). Kanker payudara terjadi ketika sel-sel ganas ini berkembang biak dan menyebar ke bagian tubuh lain (metastasis). Wanita jauh lebih mungkin terkena kanker payudara daripada pria. Risiko ini meningkat seiring bertambahnya usia. Sebagian besar kanker payudara didiagnosis setelah usia 50 tahun. Memiliki riwayat keluarga dengan kanker payudara, ovarium, atau prostat (terutama pada kerabat tingkat pertama seperti ibu, saudara perempuan, atau anak perempuan) meningkatkan risiko. Mutasi gen tertentu, seperti BRCA1 dan BRCA2, dapat meningkatkan risiko kanker payudara secara signifikan.
Pada stadium awal, tumor biasanya masih berukuran kecil dan belum menyebar ke jaringan atau organ lain di luar payudara. Hal ini memudahkan pengobatan untuk mengangkat atau menghancurkan sel-sel kanker secara efektif. Kanker stadium awal umumnya belum menyebar ke kelenjar getah bening di ketiak atau organ yang lebih jauh. Ini berarti pengobatan yang sifatnya lokal, seperti operasi dan radioterapi, sudah cukup efektif. Pada stadium awal, terdapat berbagai pilihan pengobatan yang dapat dipertimbangkan, termasuk operasi (lumpektomi atau mastektomi), radioterapi, terapi hormon, dan terkadang kemoterapi (tergantung jenis dan karakteristik kanker). Dokter akan merekomendasikan rencana pengobatan yang paling tepat berdasarkan kondisi pasien. Namun, tingkat kesadaran masyarakat Indonesia tentang deteksi dini kanker payudara, termasuk SADARI (Periksa Payudara Sendiri), SADANIS (Periksa Payudara Klinis), dan mammografi, masih tergolong rendah. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya angka kejadian dan kematian akibat kanker payudara di Indonesia. Banyak masyarakat yang belum memahami dengan benar bagaimana cara melakukan SADARI yang tepat, kapan harus melakukannya, dan apa yang harus diperhatikan. Begitu pula dengan SADANIS dan mammografi, banyak yang belum tahu apa itu, bagaimana prosedurnya, dan di mana bisa mendapatkannya. Mitos dan informasi yang salah tentang kanker payudara masih beredar di masyarakat, misalnya anggapan bahwa kanker payudara hanya menyerang wanita tua, atau bahwa mammografi berbahaya karena radiasinya. Hal ini menyebabkan keengganan untuk melakukan deteksi dini.
ADVERTISEMENT
Stigma dan mitos yang masih melekat pada kanker payudara di masyarakat dapat menjadi penghalang bagi deteksi dini, pengobatan yang tepat, dan dukungan sosial bagi penderitanya. Stigma terkait kanker payudara seringkali muncul karena kurangnya pemahaman dan rasa takut. Beberapa orang menganggap kanker payudara sebagai penyakit yang memalukan, terutama karena berkaitan dengan bagian tubuh yang sensitif. Hal ini dapat menyebabkan penderita merasa enggan untuk membicarakannya atau mencari pertolongan medis. Ada anggapan bahwa kanker payudara merupakan hukuman atas dosa atau kutukan. Pandangan ini dapat menyebabkan penderita merasa bersalah dan terisolasi. Meskipun risiko kanker payudara meningkat seiring bertambahnya usia, kanker payudara juga dapat menyerang wanita muda. Stigma ini dapat menyebabkan wanita muda mengabaikan gejala atau enggan melakukan pemeriksaan. Mitos tentang kanker payudara dapat menyesatkan dan menghambat upaya pencegahan dan pengobatan. Tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim bahwa penggunaan bra berkawat menyebabkan kanker payudara. Penelitian juga belum menemukan hubungan yang kuat antara penggunaan deodoran atau antiperspiran dengan kanker payudara.
ADVERTISEMENT
Biaya pengobatan kanker payudara, seperti halnya kanker lainnya, memang terkenal mahal dan menjadi kendala bagi sebagian masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Pemeriksaan mammografi, meskipun penting untuk deteksi dini, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Di beberapa rumah sakit swasta, biaya mammografi bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. USG payudara juga merupakan pemeriksaan penunjang yang sering dibutuhkan, dan biayanya bervariasi tergantung fasilitas kesehatan. Jika ditemukan kelainan, biopsi diperlukan untuk memastikan diagnosis. Biaya biopsi juga cukup mahal, tergantung jenis biopsi yang dilakukan. Terkadang diperlukan pemeriksaan penunjang lain seperti MRI payudara, PET scan, atau tes genetik, yang biayanya jauh lebih tinggi.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2015 secara khusus mengatur penanggulangan kanker payudara dan kanker leher rahim, dua jenis kanker yang paling banyak menyerang wanita di Indonesia. Peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian kedua jenis kanker ini melalui berbagai kegiatan yang terintegrasi. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2015 telah mengalami perubahan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim. Perubahan ini bertujuan untuk menyempurnakan beberapa ketentuan dalam Permenkes sebelumnya agar lebih efektif dalam penanggulangan kanker payudara dan kanker leher rahim.
ADVERTISEMENT
Regulasi di Indonesia secara umum sudah mencakup aspek pencegahan, deteksi dini, pengobatan, dan perawatan paliatif untuk kanker, meskipun implementasinya masih harus ditingkatkan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2015 dan perubahannya, secara eksplisit menyebutkan promosi kesehatan sebagai salah satu kegiatan penanggulangan kanker payudara dan kanker leher rahim. Promosi kesehatan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang faktor risiko, gaya hidup sehat, dan pentingnya deteksi dini. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menekankan upaya promotif dan preventif sebagai upaya kesehatan yang utama. Hal ini sejalan dengan upaya pencegahan kanker melalui edukasi, kampanye gaya hidup sehat, dan pengendalian faktor risiko.
Meskipun regulasi di Indonesia telah mencakup aspek pencegahan, deteksi dini, pengobatan, dan perawatan paliatif untuk kanker, implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan dan belum berjalan sepenuhnya efektif. Kekurangan tenaga kesehatan dan medis terlatih di bidang onkologi (seperti onkolog, perawat onkologi, radioterapis, patolog anatomi) masih menjadi masalah. Distribusi tenaga kesehatan dan medis juga belum merata, terkonsentrasi di kota-kota besar, sementara daerah terpencil kekurangan tenaga ahli. Dari aspek fasilitas kesehatan, ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai untuk diagnosis dan pengobatan kanker, seperti peralatan radioterapi, kemoterapi, dan fasilitas bedah onkologi, masih terbatas, terutama di daerah-daerah. Beberapa fasilitas yang ada juga belum memiliki teknologi terkini. Faktor geografis juga menjadi penghambat. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau menyulitkan akses masyarakat di daerah terpencil ke fasilitas kesehatan yang memadai. Transportasi dan infrastruktur yang kurang memadai menjadi kendala tersendiri. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah kesulitan mengakses layanan kesehatan, meskipun ada JKN. Biaya transportasi, akomodasi, dan biaya tidak langsung lainnya tetap menjadi beban. Kurangnya informasi dan edukasi juga menghambat akses. Koordinasi antar berbagai lembaga dan sektor terkait (Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan, organisasi masyarakat) perlu ditingkatkan untuk memastikan program berjalan terpadu dan efektif.
ADVERTISEMENT
Penguatan regulasi dalam penanggulangan kanker adalah sebuah keniscayaan. Penguatan regulasi ini merujuk pada upaya untuk memperbaiki, memperkuat, dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang ada agar lebih efektif dalam mencegah, mendeteksi, mengobati, dan merawat pasien kanker. Penguatan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari substansi hukum, kelembagaan, hingga penegakan hukum. Selain regulasi, akses terhadap layanan kesehatan juga harus diperhatikan. Peningkatan akses layanan kesehatan dalam penanggulangan kanker merujuk pada upaya untuk memastikan bahwa semua orang, tanpa memandang latar belakang ekonomi, sosial, geografis, atau lainnya, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan untuk mencegah, mendeteksi, mengobati, dan merawat kanker. Hal ini mencakup akses ke informasi, fasilitas, tenaga kesehatan, dan teknologi yang diperlukan sepanjang perjalanan penyakit kanker. Faktor internal yang berupa kesadaran masyarakat juga harus mendapatkan perhatian. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam penanggulangan kanker merujuk pada upaya sistematis dan berkelanjutan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kepedulian masyarakat terhadap kanker, faktor risikonya, gejala, pentingnya deteksi dini, serta cara pencegahan dan pengobatan yang tepat. Hal ini bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat ke arah yang lebih sehat dan proaktif dalam menghadapi ancaman kanker.
ADVERTISEMENT
Regulasi yang kuat dan implementasi yang efektif merupakan kunci keberhasilan penanggulangan kanker payudara. Dengan mengatasi kelemahan dan tantangan yang ada, serta menerapkan rekomendasi yang diajukan, diharapkan regulasi di Indonesia dapat memberikan perlindungan yang optimal bagi masyarakat dari ancaman kanker payudara dan pada akhirnya menurunkan angka morbiditas serta mortalitas akibat penyakit ini. Kerja sama dan sinergi dari semua pihak, baik Pemerintah, tenaga kesehatan dan medis, masyarakat, organisasi masyarakat, dan sektor swasta, adalah penting untuk mencapai tujuan ini.