Konten dari Pengguna

Down Syndrome dan Kebutuhannya Terhadap Pelayanan Kesehatan

wahyu andrianto
Aktivitas: Anggota Aktif World Association for Medical Law, Dosen Tetap FHUI, Konsultan Hukum Kesehatan
10 Oktober 2024 15:49 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Down Syndrome adalah suatu kondisi disabilitas intelektual akibat adanya kelainan genetik, dimana penyandang Down Syndrome memiliki hambatan dan keterlambatan dalam hampir seluruh aspek tumbuh kembangnya. Kelainan genetik ini disebabkan adanya tambahan kromosom pada kromosom 21, dimana kromosom ini menyebabkan jumlah protein tertentu yang berlebih sehingga mengganggu pertumbuhan tubuh dan otak. Tambahan kromosom ini juga dapat menyebabkan perbedaan pada bentuk fisik, tingkat intelektual, tumbuh kembang, dan masalah kesehatan pada Penyandang Down Syndrome. World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat 1 kelahiran Down Syndrome per 1000 kelahiran hingga per 1.100 kelahiran di seluruh dunia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) sejak tahun 1970 – 2020, jumlah kelahiran seseorang dengan Down Syndrome terus meningkat. Di Indonesia, Down Syndrome menjadi jenis disabilitas terbesar yang ada di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan pada tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Irwanto di dalam bukunya yang berjudul A-Z Sindrom Down menyatakan bahwa hal-hal yang pertama kali menjadi perhatian pada seorang bayi yang diduga lahir dengan Down Syndrome adalah adanya hipotonia pada bayi. Karakteristik fisik lainnya yang diperhatikan adalah adanya jarak antara jari kaki ke-1 dan ke-2 yang cukup jauh, jaringan kulit longgar di belakang leher, bentuk mata yang kecil dan sipit, fleksibilitas yang berlebih pada bayi, jembatan hidung datar, lidah yang panjang, titik kecil pada pupil mata, garis simian pada telapak tangan dan tanda-tanda penyakit jantung bawaan. Selanjutnya untuk mengonfirmasi keadaan Down Syndrome seseorang, perlu dilakukan analisis kromosom dan sitogenetika yang bertujuan untuk memastikan dan mengetahui lebih lanjut macam jenis Down Syndrome seseorang. Melalui analisis kromosom akan dicari tahu apakah seorang bayi yang baru lahir benar-benar memiliki kromosom trisomy. Beberapa faktor risiko yang meningkatkan potensi kelahiran dengan Down Syndrome diantaranya sebagai berikut: 1. Usia Ibu (Seorang wanita yang melahirkan bayi pada saat usia 35 tahun keatas dapat memperbesar kemungkinan seorang anak lahir dengan Down Syndrome, Adapun kemungkinannya 1 diantara 330 kelahiran); 2. Gangguan Dalam Metabolisme Asam Folat (Hal ini dapat menyebabkan risiko pembelahan pada kromosom 21 saat berada dalam proses meiosis sel telur); 3. Infeksi Virus Rubela (Infeksi ini dapat menyebabkan bayi cacat lahir akibat terjadinya kelainan perkembangan janin selama dalam kandungan dan dapat memengaruhi embriogenesis dan mutasi gen sehingga menyebabkan perubahan jumlah maupun struktur kromosom).
ADVERTISEMENT
Irwanto dan Evans-Martin menjelaskan bahwa ciri fisik yang seringkali ditemukan pada penyandang disabilitas Down Syndrome adalah sebagai berikut: a) Ukuran kepala yang lebih kecil dibandingkan dengan orang normal dan adanya area datar di bagian tengkuk; b) Bentuk wajah yang bulat saat baru lahir dan menjadi oval pada usia-usia selanjutnya; c) Memiliki ubun-ubun dengan ukuran lebih besar dan biasanya menutup pada usia 2 tahun; d) Bentuk mata kecil sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan yang dinamakan epicanthal folds; e) Bentuk mulut yang kecil dengan lidah panjang dan besar sehingga tampak menonjol keluar; f) Saluran telinga lebih kecil sehingga mudah buntu dan dapat menyebabkan gangguan pendengaran jika tidak diterapi; g) Tingkat tonus otot yang buruk (hipotonia); h) Seringkali memiliki palmar crease atau satu garis lurus pada telapak tangan; i) Memiliki bentuk kaki yang lebar dan pendek dengan karakteristik adanya jarak antara jari pertama dengan jari kedua; j) Ukuran hidung kecil dengan jembatan hidung yang cenderung datar, cuping hidung dan jalan napas lebih kecil; k) Bertubuh pendek; l) Memiliki dagu kecil; m) Memiliki spot putih di iris mata (Brushfield spots).
ADVERTISEMENT
Kathryn K. Ostermaier dan Marilyn J. Bull menyatakan bahwa terdapat beberapa masalah kesehatan yang berpotensi terjadi pada kelahiran dengan Down Syndrome, antara lain sebagai berikut: a. Masalah Jantung Bawaan (Congenital Heart Disease), yaitu kondisi yang dapat menyebabkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara efektif dan efisien hingga menyebabkan kebiruan pada kulit akibat kurangnya oksigen dalam darah. Kondisi ini terjadi pada hampir setengah populasi kelahiran Down Syndrome dan dapat diatasi dengan pengobatan ataupun operasi; b. Masalah penglihatan, dialami oleh lebih dari setengah populasi Penyandang Disabilitas Down Syndrome. Masalah penglihatan termasuk di dalamnya adalah katarak, rabun jauh, rabun dekat, dan pergerakan mata yang cepat. Masalah ini dapat diatasi dengan penggunaan kacamata, operasi, atau pengobatan lainnya untuk meningkatkan penglihatan; c. Masalah pendengaran, dimana seringkali terjadi akibat struktur telinga yang dimiliki oleh Penyandang Disabilitas Down Syndrome. Ditemukan pada tiga perempat populasi Down Syndrome; d. Hipotonia (Tonus otot buruk), hal ini menyebabkan terhambatnya gerakan dari Penyandang Disabilitas Down Syndrome pada usia anak-anak seperti berguling, duduk, merangkak dan berjalan. Masalah ini paling sering ditemukan pada Penyandang Disabilitas Down Syndrome; e. Gangguan Hormon Tiroid, dapat berupa hipotiroidisme kongenital dan ditemukan pada 16-20% Penyandang Disabilitas Down Syndrome. Dalam hal ini kekurangan hormon tiroid dapat menyebabkan masalah berat badan dan risiko terhadap diabetes tipe 1; f. Kelainan pada Darah, seorang anak dengan Down Syndrome lebih rentan terhadap Leukimia atau kanker sel darah putih, sehingga memerlukan perawatan khusus yang dapat berupa kemoterapi. Selain itu, seseorang dengan Down Syndrome juga lebih rentan untuk mengidap Anemia (kekurangan zat besi dalam darah) dan Polycythemia (kelebihan sel darah merah), sehingga dalam hal ini diperlukan perhatian dan perawatan khusus; g. Gangguan Pencernaan, sebanyak kurang lebih 5% bayi Penyandang Disabilitas Down Syndrome memiliki fungsi pencernaan yang tidak normal sehingga menyebabkan adanya penyumbatan pada saluran pencernaan dan mungkin membutuhkan operasi. Selain itu, juga dapat menyebabkan suatu kondisi yang mengurangi kemampuan menyerap nutrisi dan ketidakmampuan untuk menyerap protein dalam gandum/biji-bijian (Celiac Disease); h. Masalah pada gusi dan gigi, anak dengan Down Syndrome seringkali mengalami masalah, seperti keterlambatan dalam pertumbuhan gigi dibanding anak seusianya, tumbuh gigi dalam urutan yang berbeda, memiliki gigi yang lebih sedikit, atau memiliki gigi yang tidak rata. Selain itu, seringkali juga ditemukan masalah pada gusi, untuk itu diperlukan pemeriksaan dan perawatan dokter gigi bagi para Penyandang Disabilitas Down Syndrome; i. Gangguan pada kerangka tulang, hal ini menyebabkan seorang penyandang Down Syndrome seringkali memiliki tulang yang terlalu fleksibel atau tidak sempurna di bagian atas tulang belakang yang menopang kepala. Bentuk tulang yang seperti ini dapat menekan sumsum tulang belakang, menyebabkan sakit, atau membuat kepala untuk miring ke salah satu arah; j. Epilepsi, seorang anak dengan Down Syndrome cenderung lebih berisiko terhadap penyakit epilepsi, yaitu suatu kondisi dimana penderita mengalami kejang-kejang. Kondisi ini dapat dirawat dan dikontrol melalui pengobatan yang rutin; k. Sleep Apnea, merupakan gangguan tidur pada seseorang yang menyebabkan berhetinya napas seseorang disaat sedang tidur. Kondisi ini seringkali dikaitkan dengan obesitas, namun pada Penyandang Disabilitas Down Syndrome kondisi ini dapat terjadi walaupun tidak ada indikasi obesitas.
ADVERTISEMENT
Don C. Van Dyke, Rusdial Marta, dan Elisabeth M. Dykens menyatakan bahwa Penyandang Disabilitas Down Syndrome juga memiliki permasalahan dan hambatan dalam hal tumbuh kembangnya, yaitu: 1. Disabilitas intelektual, hampir semua Penyandang Disabilitas Down Syndrome mengalami hal ini walaupun dengan derajat gangguan yang bervariasi. Namun, walaupun mengalami disabilitas intelektual, kebanyakan anak dengan Down Syndrome dapat mempelajari tugas dasar, hanya butuh waktu yang lebih lama dibanding anak seusianya. Adapun disabilitas intelektual ini ditandai dengan rata-rata perolehan Intelligence Quotient (“IQ”) pada penyandang Down Syndrome berada di rentang 40 – 50; 2. Kurangnya kemampuan kognitif, dalam hal ini penyandang Down Syndrome mengalami lambat belajar, kurangnya kemampuan untuk memecahkan masalah, dan kurang dapat mengadakan dan mengidentifikasi hubungan sebab akibat; 3. Gangguan Bicara, seringkali dialami oleh penyandang Down Syndrome ditandai dengan kesulitan untuk mengeluarkan kata-kata. Hal ini sebagai akibat dari memiliki langit-langit mulut yang cenderung rendah, lidah yang besar, serta hipotonia yang dialami, adapun dampaknya berupa ketidakjelasan artikulasi pengucapan dalam berbahasa. Selain itu, pada penyandang Down Syndrome juga seringkali ditemukan keterlambatan untuk mengemukakan bahasa yang ekspresif.
ADVERTISEMENT
Penyandang Disabilitas Down Syndrome memerlukan Pelayanan Kesehatan, yang tidak hanya bersifat kuratif namun juga rehabilitatif. Pelayanan kesehatan rehabilitatif yang diperlukan berupa intervensi dini, rehabilitasi medik, terapi penunjang tumbuh kembang, serta pelayanan kesehatan rehabilitatif lainnya yang digunakan untuk mengatasi kondisi penyandang disabilitas Down Syndrome. Pada fase awal kehidupan diperlukan pelayanan kesehatan terhadap kondisi kesehatan Penyandang Disabilitas Down Syndrome seperti gangguan jantung, infeksi, gangguan pendengaran atau masalah kesehatan lainnya dimana hal ini turut menentukan kondisi kesehatan di masa depannya. Pada fase awal kehidupan Penyandang Disabilitas Down Syndrome, diperlukan pula terapi berupa terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, serta terapi emosi dan perilaku yang bertujuan untuk membantu perkembangan otot dan tumbuh kembang seorang anak dengan Down Syndrome.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, pada fase dewasa seorang Penyandang Disabilitas Down Syndrome juga membutuhkan pelayanan kesehatan rehabilitatif yang lebih kompleks. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa penyakit yang rentan diidap oleh Penyandang Disabilitas Down Syndrome dewasa, seperti diabetes dan gagal jantung. Sehingga diperlukan perawatan medis untuk merawat kondisi ini, selain itu diperlukan juga pelayanan kesehatan berupa pendampingan psikologis dikarenakan adanya kecenderungan bagi Down Syndrome dewasa untuk mengalami depresi. Dalam hal ini, perawatan medis tidak hanya dilakukan untuk menyembuhkan saja, tetapi juga perlu diprogram agar dapat meningkatkan kemandirian Penyandang Disabilitas Down Syndrome dewasa sehingga mampu kembali ke masyarakat dan menjalani hidup dengan baik.
Oleh karena itu, untuk dapat menjalani fase kehidupannya dengan baik dan mampu berpartisipasi aktif dalam berbagai aspek kehidupan, seorang Penyandang Disabilitas Down Syndrome memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Dukungan tersebut dapat diperoleh dari keluarga Penyandang Down Syndrome, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan Pemerintah untuk mengakomodir kebutuhan dari Penyandang Disabilitas Down Syndrome.
ADVERTISEMENT
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/pria-anak-laki-laki-senyum-6556454/