Konten dari Pengguna

Perpaduan Hak Konsumen dan Taktik Pemasaran dalam Labelisasi Pemanis Buatan

wahyu andrianto
Aktivitas: Anggota Aktif World Association for Medical Law, Dosen Tetap FHUI, Konsultan Hukum Kesehatan
5 Januari 2025 16:31 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Labelisasi pemanis buatan merupakan representasi dari hak konsumen dan tanggung jawab industri atas informasi yang jujur. Regulasi, pengawasan, dan edukasi konsumen adalah tiga pilar utama untuk memastikan labelisasi berfungsi baik, demi terciptanya pasar yang adil dan konsumen yang sehat.”
ADVERTISEMENT
Konsumsi makanan dan minuman olahan yang mengandung pemanis buatan telah meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Gaya hidup modern yang serba cepat dan sibuk mendorong konsumsi makanan dan minuman instan atau siap saji yang seringkali mengandung pemanis buatan. Meningkatnya kesadaran akan dampak negatif konsumsi gula berlebihan terhadap kesehatan (seperti obesitas, diabetes, dan penyakit jantung) mendorong produsen untuk mencari alternatif pengganti gula, salah satunya adalah pemanis buatan. Produk yang dipasarkan sebagai "rendah gula," "bebas gula," atau "diet" seringkali menggunakan pemanis buatan untuk mempertahankan rasa manisnya tanpa menambahkan kalori. Strategi pemasaran ini efektif menarik konsumen yang ingin mengurangi asupan gula. Pemanis buatan umumnya lebih murah dibandingkan gula alami, sehingga memungkinkan produsen untuk menawarkan produk dengan harga yang lebih kompetitif.
ADVERTISEMENT
Meskipun pemanis buatan disetujui untuk digunakan dalam makanan dan minuman oleh badan pengawas seperti BPOM di Indonesia dan FDA di Amerika Serikat, masih ada kekhawatiran di masyarakat mengenai potensi dampak kesehatannya. Beberapa penelitian di masa lalu sempat mengaitkan penggunaan pemanis buatan dengan risiko kanker pada hewan percobaan. Namun, penelitian lebih lanjut dan tinjauan oleh badan pengawas umumnya menyimpulkan bahwa tidak ada bukti kuat yang mendukung hubungan kausal antara pemanis buatan dan kanker pada manusia dalam tingkat konsumsi yang disetujui. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis buatan dapat memengaruhi komposisi dan fungsi mikrobiota usus, yang berpotensi berdampak pada kesehatan metabolisme dan sistem kekebalan tubuh. Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami sepenuhnya efek ini. Beberapa studi menunjukkan bahwa konsumsi pemanis buatan dapat memengaruhi pengaturan nafsu makan dan metabolisme glukosa, yang secara paradoks dapat berkontribusi pada peningkatan berat badan atau risiko diabetes pada beberapa individu. Mekanisme pasti di balik efek ini masih diteliti. Beberapa orang mungkin mengalami efek samping tertentu setelah mengonsumsi pemanis buatan, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, atau reaksi alergi. Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar badan pengawas kesehatan menganggap pemanis buatan aman dikonsumsi dalam batas yang ditetapkan. Namun, penelitian terus berlanjut untuk memahami sepenuhnya potensi efek jangka panjangnya.
ADVERTISEMENT
Label pada kemasan makanan dan minuman memiliki peran krusial sebagai sumber informasi bagi konsumen. Informasi pada label membantu konsumen memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi mereka, termasuk bagi mereka yang memperhatikan kandungan gula atau ingin menghindari pemanis buatan. Label memberikan informasi tentang bahan-bahan yang terkandung dalam produk, termasuk jenis dan jumlah pemanis buatan yang digunakan. Label wajib mencantumkan informasi tentang alergen yang mungkin terkandung dalam produk, yang penting bagi konsumen dengan alergi makanan. Label gizi memberikan informasi tentang kandungan nutrisi produk, termasuk kalori, gula, dan pemanis buatan. Label seringkali mencantumkan anjuran konsumsi atau peringatan terkait penggunaan produk, termasuk batasan konsumsi pemanis buatan untuk kelompok tertentu (misalnya, anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui).
ADVERTISEMENT
Meskipun label memiliki peran penting, muncul pertanyaan tentang transparansi dan kejujuran informasi yang disajikan terkait pemanis buatan. Informasi tentang pemanis buatan seringkali dicantumkan dengan ukuran huruf yang kecil atau ditempatkan di area yang sulit dibaca pada label, sehingga sulit ditemukan oleh konsumen. Beberapa produsen mungkin menggunakan istilah yang ambigu atau menyesatkan untuk menyembunyikan atau meminimalkan informasi tentang pemanis buatan, misalnya dengan menggunakan istilah "pemanis alami" padahal sebenarnya menggunakan campuran pemanis buatan. Label mungkin hanya mencantumkan "mengandung pemanis buatan" tanpa menyebutkan jenis dan jumlah spesifik pemanis buatan yang digunakan Penggunaan klaim seperti "rendah gula" atau "bebas gula" tanpa informasi yang jelas tentang penggunaan pemanis buatan dapat menyesatkan konsumen.
Pemanis buatan adalah zat aditif makanan yang memberikan rasa manis pada makanan dan minuman, tetapi umumnya mengandung kalori yang jauh lebih rendah atau bahkan nol kalori dibandingkan gula alami. Pemanis buatan dibuat melalui proses sintesis kimia di laboratorium dan sering disebut sebagai "pemanis intens" karena tingkat kemanisannya bisa berkali-kali lipat dibandingkan gula biasa. Pemanis buatan, juga dikenal sebagai pemanis non-nutritif atau pemanis intens, adalah zat kimia sintetis yang dirancang untuk meniru rasa manis gula, tetapi dengan kandungan kalori yang minimal atau bahkan nol. Mereka bekerja dengan mengikat reseptor rasa manis pada lidah, menghasilkan sensasi manis yang serupa dengan gula. Salah satu ciri utama pemanis buatan adalah tingkat kemanisannya yang jauh lebih tinggi daripada gula alami (sukrosa). Hanya dibutuhkan sedikit pemanis buatan untuk mencapai tingkat kemanisan yang sama dengan sejumlah besar gula. Beberapa pemanis buatan stabil pada suhu tinggi dan dapat digunakan dalam proses memasak dan memanggang, sementara yang lain tidak stabil dan akan kehilangan rasa manisnya jika dipanaskan. Sebagian besar pemanis buatan tidak dimetabolisme oleh tubuh, artinya mereka tidak dipecah menjadi energi dan diekskresikan melalui urin atau feses. Hal ini menjelaskan mengapa mereka memiliki kandungan kalori yang rendah atau nol.
ADVERTISEMENT
Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan merupakan landasan hukum di Indonesia yang mengatur informasi yang harus dicantumkan pada label dan iklan produk pangan yang diperdagangkan di wilayah Indonesia. Tujuannya adalah untuk melindungi konsumen dengan memberikan informasi yang benar, jelas, dan lengkap mengenai produk pangan, sehingga konsumen dapat membuat pilihan yang tepat dan rasional. Peraturan BPOM terkait labelisasi pangan, khususnya yang mengandung pemanis buatan, merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) mengeluarkan berbagai peraturan dan pedoman teknis untuk memberikan detail yang lebih spesifik dan memastikan perlindungan konsumen yang lebih optimal. Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan BPOM No. 20 Tahun 2021 merupakan landasan utama yang mengatur label pangan olahan secara umum. Beberapa poin penting terkait pemanis buatan yang diatur dalam peraturan ini. Pangan olahan yang mengandung pemanis buatan wajib mencantumkan pernyataan "Mengandung pemanis buatan" pada labelnya. Semua jenis pemanis buatan yang digunakan harus dicantumkan dalam daftar bahan (komposisi) secara berurutan, dimulai dari yang terbanyak. Nama yang digunakan harus nama yang lazim atau nama yang diizinkan oleh peraturan. Peraturan ini mengamanatkan pencantuman peringatan atau anjuran konsumsi terkait pemanis buatan, terutama untuk kelompok konsumen tertentu yang lebih rentan. Peraturan BPOM No. 26 Tahun 2021 tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan mengatur tentang pencantuman informasi nilai gizi pada label pangan olahan. Meskipun fokus utamanya bukan pada pemanis buatan secara langsung, informasi tentang kandungan gula total dan informasi terkait lainnya (misalnya, karbohidrat total) dapat memberikan konteks bagi konsumen dalam memahami kandungan pemanis buatan dalam produk. BPOM melalui berbagai pedoman dan surat edaran telah menetapkan anjuran dan peringatan yang harus dicantumkan pada label produk yang mengandung pemanis buatan, terutama untuk kelompok risiko. Anak-anak di bawah 5 tahun dianjurkan untuk tidak mengonsumsi pangan yang mengandung pemanis buatan. Oleh karena itu, label produk yang mengandung pemanis buatan seringkali mencantumkan peringatan "Disarankan tidak dikonsumsi oleh anak di bawah 5 (lima) tahun". Konsumsi pemanis buatan oleh ibu hamil dan menyusui juga perlu diperhatikan. Label produk seringkali mencantumkan peringatan "Disarankan tidak dikonsumsi oleh ibu hamil dan ibu menyusui".
ADVERTISEMENT
SNI 01-6993-2004 adalah Standar Nasional Indonesia yang mengatur tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Standar ini sangat penting karena memberikan batasan dan persyaratan penggunaan pemanis buatan agar aman dikonsumsi oleh masyarakat. SNI ini mencakup definisi, persyaratan mutu, batasan penggunaan, dan cara pengujian untuk berbagai jenis pemanis buatan yang diizinkan dalam produk pangan. Pemanis buatan yang diatur dalam standar ini antara lain Alitam, Acesulfam K, Aspartam, Isomalt, Laktitol, Maltitol, Manitol, Neotam, Sakarin, Siklamat, Silitol, Sorbitol, dan Sukralosa.
Labelisasi pemanis buatan berada di persimpangan antara hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang transparan dan strategi pemasaran industri untuk menarik pasar. Di satu sisi, informasi yang jelas dan akurat tentang kandungan pemanis buatan sangat penting bagi konsumen, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu atau yang peduli dengan asupan gula. Di sisi lain, industri berupaya memanfaatkan label untuk menciptakan citra produk yang menarik dan kompetitif. Keseimbangan yang tepat antara kedua kepentingan ini hanya dapat dicapai melalui regulasi yang kuat, pengawasan yang efektif, dan peningkatan kesadaran konsumen. Pada akhirnya, label yang informatif dan jujur akan menguntungkan semua pihak, menciptakan pasar yang lebih sehat dan konsumen yang lebih cerdas.
ADVERTISEMENT
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/frambos-gula-sendok-makanan-imut-4599580/