Yuk, Intip Pesan yang Diberikan oleh Puasa Ramadhan

Wahyu Tanoto
Pembelajar, penyuka jadah goreng dan kopi hitam pahit. Tergabung di Perkumpulan Mitra Wacana Yogyakarta.
Konten dari Pengguna
22 April 2022 14:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wahyu Tanoto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: http://ners.unair.ac.id/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: http://ners.unair.ac.id/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang mayoritas muslim, puasa tentu dapat dimaknai sebagai media introspeksi diri atau dalam bahasa lain ibda’ binafsihi (merenung) mencari kelemahan-kelemahan dan kekurangan yang melekat dalam diri. Bukan sebaliknya; mencari keburukan orang lain dengan berbagai upaya agar tampak kesalahannya lalu dimanfaatkan untuk menjelakkan dan menghakiminya.
ADVERTISEMENT
Ramadhan atau yang kita kenal dengan istilah puasa sesungguhnya menyajikan banyak hal dan dapat dijadikan pelajaran. Akan tetapi, terkadang kita sendiri tidak sadar (baca: abai) dengan berbagai proses pembelajaran selama menjalankan ibadah Puasa. Bahkan ada pula sebagian kalangan yang menjalankan puasa hanya mendapatkan rasa lapar dan haus. Tampaknya umat muslim perlu "mengembalikan" lagi apa esensi dari kewajiban puasa.
Bagi penulis, puasa merupakan ibadah mutlak yang hanya ditujukan kepada Allah SWT. Karena, puasa merupakan urusan hamba dengan pencipta (khalik). Hal ini tercermin dalam do’a yang kita panjatkan menjelang berbuka puasa yang berbunyi; Ya Allah hanya aku tujukan puasaku kepada-MU (allahumma laka shumtu….), dari sini tampak jelas bagaimana ungkapan totalitas seseorang yang menjalankan ibadah ini dengan pengharapan mendapatkan welas asih dari sang khalik (pencipta).
ADVERTISEMENT
Ada beberapa pesan yang terkandung dalam ibadah puasa. Selain rasa lapar dan haus, tercatat minimal ada empat hal yang perlu kita ketahui bersama sebagai bekal dan penguat rasa keimanan kepada Allah SWT.
Pertama, puasa mendidik kita untuk berlaku jujur, minimal jujur kepada diri sendiri. Hal ini tercermin dari peristiwa niat yang kita ucapkan dalam menjalani ibadah puasa. Sebenarnya bisa saja, bagi sesorang yang tengah menjalankan puasa melepaskan dahaga di siang hari dengan cara sembunyi agar tidak terlihat oleh orang lain, atau manakala sedang berwudlu meminum seteguk saja air, toh tidak akan ada yang tahu meski ada orang disamping. Namun kenapa tidak dilakukan? Jawabannya adalah merasa malu; bukan hanya malu kepada diri sendiri namun malu kepada Allah SWT yang selalu mengawasi gerak dan gerik kita setiap detik.
ADVERTISEMENT
Sungguh sangat indah apabila ajaran malu ini dijalankan setiap saat meskipun bulan puasa telah usai. Akhirnya yang terjadi adalah kita pasti akan berusaha berperilaku terpuji, kita akan belajar menghindarkan diri dari menyakiti orang lain, kita akan mrenjauhkan diri dari memfitnah dan mengujat orang lain, serta kita merasa hina bila mengkafir-kafirkan orang lain.
Kedua, puasa juga mengajarkan manusia untuk berperilaku adil tanpa pandang bulu dari manapun latar belakang kita berasal. Coba kita perhatikan sejenak, manakala ada hidangan untuk berbuka puasa dalam pengajian-pengajian di masjid, madrasah dan tempat-tempat lainnya. Tua-muda, besar-kecil, laki-laki, perempuan, anak dan remaja mendapatkan bagiannya masing-masing tanpa ada perasaan iri ingin mendapatkan lebih. Peristiwa ini semakin menguatkan bahwa puasa sedang menyampaikan pesan kepada kita untuk mensyukuri atas atas yang kita peroleh sekecil apapun bentuknya. Banyak atau sedikit bukanlah masalah, yang terpenting adalah bagaimana kita menciptakan suasana merasa bahagia dan berterima kasih kepada Allah SWT atas karunia yang diberikan.
ADVERTISEMENT
Ketiga, puasa mengajarkan untuk gemar bersedekah kepada sesama. Menurut hemat saya, hanya terjadi dalam ibadah puasa ada adegan yang tiba-tiba semua orang serentak tanpa ada komando berbondong-bondong menyediakan aneka penganan untuk dibagikan terhadap saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Maka, tidak heran kita mengenal istilah sahur on the road dengan anak jalanan, buka bersama anak yatim piatu di panti asuhan dan sebagainya, yang semakin membuktikan serta membuka mata kita bahwa puasa seperti “magnet” yang akan selalu menarik minat orang untuk berpartisipasi di dalamnya atau dalam istilah lain berlomba dalam melakukan kebaikan.
Keempat, puasa mengajarkan kita berani mengakui kekhilafan dan menjadi pemaaf. Sebagaimana kita ketahui manusia adalah makhluk yang selalu memiliki sifat merasa bersalah (sense of guility) atau dalam istilah lain memiliki sisi sakral dan profan. Wilayah ini, selalu menarik untuk diperbincangkan terus menerus karena sebenarnya inilah wilayah paling genuine (murni) yang dimiliki oleh manusia yang kadangkala baik secara sadar maupun tidak, kerapkali melakukan tindakan di luar dugaan. Tidak ada manusia di dunia ini dilahirkan untuk memfitnah, menghujat, membenci, merasa paling benar atau bahkan menuduh orang lain kafir hanya karena memiliki pandangan berbeda ketika menentukan pilihan atau menafsirkan suatu ajaran.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, dengan puasa kita dituntut untuk mengenali diri sendiri sembari berperilaku introspeksi atau melihat ke dalam hati sanubari sebagai sisi terdalam manusia, karena sesungguhnya manusia tidaklah diperkenankan bersikap “angkuh” dan merasa dirinya paling suci, sebagaimana tergambar dengan jelas di dalam kitab suci alqur’an. “Dan, janganlah kamu sekalian merasa paling suci, Dialah (Allah) lebih mengetahui siapa yang paling bertaqwa” (wala tuzakku anfusakum huwa a’lamu bimanittaqo). Walhasil, jiwa empati dan bersedia memberikan pintu maaf dengan sendirinya akan tertanam dalam hati yang merupakan buah dari ibadah puasa. Wallahu a'lam. Semoga.