Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2
Konten dari Pengguna
Membedah Skandal "Oplosan" Pertamax: Antara Tata Kelola dan Krisis Kepercayaan
26 Februari 2025 11:42 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Wardokhi - tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Oleh: Wardokhi
Kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina kembali mengguncang sektor energi nasional. Isu ini semakin panas setelah muncul narasi bahwa bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax (RON 92) yang dijual ke masyarakat merupakan hasil "oplosan" dari Pertalite (RON 90). Meskipun PT Pertamina (Persero) dengan tegas membantah tudingan tersebut, kepercayaan publik kembali diuji.
ADVERTISEMENT
Narasi Oplosan dan Misinformasi
Dalam pernyataan resminya, Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa kualitas BBM jenis Pertamax telah memenuhi standar spesifikasi yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Minyak & Gas Bumi (Ditjen Migas). Ia juga menjelaskan bahwa yang dipersoalkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) bukanlah praktik pengoplosan, melainkan dugaan penyimpangan dalam pembelian BBM beroktan 90 yang diklaim sebagai BBM beroktan 92.
Namun, dalam dunia komunikasi publik, persepsi sering kali lebih kuat daripada fakta. Narasi tentang "oplosan" dengan cepat menyebar di berbagai platform media sosial, menciptakan kebingungan dan spekulasi di kalangan masyarakat. Kejaksaan Agung sendiri telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, terdiri dari pihak swasta dan pejabat Pertamina, yang semakin memperkeruh keadaan.
ADVERTISEMENT
Dampak Terhadap Kepercayaan Publik
Dalam perspektif akademisi, kasus ini bukan sekadar perkara hukum, tetapi juga masalah tata kelola perusahaan dan manajemen risiko. Kepercayaan publik terhadap badan usaha milik negara (BUMN) seperti Pertamina sangat krusial, mengingat perannya dalam penyediaan energi nasional. Jika dugaan penyimpangan dalam tata kelola BBM terbukti, hal ini dapat semakin menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi negara.
Krisis kepercayaan ini juga dapat berdampak pada perilaku konsumen. Masyarakat mungkin akan lebih selektif dalam memilih BBM atau bahkan beralih ke alternatif lain, termasuk kendaraan listrik atau bahan bakar non-subsidi. Di sisi lain, bagi investor, kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan dan transparansi dalam bisnis energi nasional, yang dapat berimbas pada daya tarik investasi di sektor ini.
ADVERTISEMENT
Perlu Reformasi Tata Kelola Energi
Ke depan, ada beberapa langkah strategis yang perlu diambil untuk menghindari skandal serupa:
ADVERTISEMENT
Kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah dan Pertamina untuk berbenah. Reformasi tata kelola energi yang lebih transparan dan berorientasi pada kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas utama. Hanya dengan demikian, kepercayaan publik dapat dipulihkan dan sektor energi nasional dapat berkembang dengan lebih sehat dan berkelanjutan.