Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Garam Probolinggo Terkena Imbas Kebijakan Retur dari Pabrikan
1 Agustus 2018 13:04 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Seorang pekerja saat beraktivitas di salah satu tambak garam wilayah Kabupaten Probolinggo, Rabu (1/8/2018). Petani garam di Probolinggo resah, setelah sejumlah pabrik terapkan kebijakan retur. Foto: istimewa
ADVERTISEMENT
PETAMBAK garam di Kabupaten Probolinggo kini resah. Pasalnya, sejumlah pabrikan mengembalikan (retur) garam produksi petambak, hingga harga mengalami penurunan signifikan.
Musim kemarau saat ini, seharusnya menjadi berkah bagi petambak garam. Sebab, dengan sinar matahari yang terik membuat produksinya melimpah. Dengan begitu, pendapatan mereka semakin banyak.
Sayangnya, pabrik garam di Surabaya, yang biasa menerima pasokan garam dari Probolinggo menerapkan retur atau pengembalian. Ketidaksesuaian spesifikasi yang ditetapkan oleh pabrikan, disebut jadi alasannya.
“Jika biasanya pabrikan hanya mengambil garam yang putih bersih. Tapi kini pabrikan juga mengharuskan garamnya kasar. Sehingga garam halus enggan diterima dan dikembalikan ke petambak,” tutur ketua Kelompok Petambak Garam Kalibuntu Sejahtera 1, Suparyono, Rabu (1/8/2018).
Akibat adanya sistem retur itu, harga garam, menurut Suparyono ikut terkoreksi. Diungkapkan, dalam seminggu ini harga garam, hampir tiap hari terjadi penurunan harga, mulai dari antara Rp 100-200. Saat ini, harga garam di tingkat petani, sebesar Rp 1.000 per kilogram. Padahal sepekan yang lalu, harganya masih di kisaran Rp 1.600 per kilogramnya.
ADVERTISEMENT
“Dengan harga saat ini, tak sebanding dengan biaya produksinya. Kalau disimpan terus, tentunya akan menumpuk di gudang, sementara produksi terus dilakukan oleh petambak,” kata Suparyono.
Ia berharap para pabrikan tetap menghargai garam halus. Meskipun harganya sedikit di bawah garam kasar. Sehingga tidak ada lagi pengembalian barang. Garam halus ini, diketahui merupakan produksi petambak yang menggunakan sistem terpal.
“Kami juga terimbas dengan gelontoran garam Madura yang masuk ke wilayah Tapal Kuda, seperti Pasuruan dan Jember. Sebelumnya garam Madura bisa terserap maksimal di Surabaya dan Sidoarjo, namun karena adanya sistem retur, barang itu dibuang kesini,” tandasnya.