Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Mengenal Batik Pandalungan Khas Kabupaten Probolinggo
2 Oktober 2018 15:28 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
“Membicarakan batik memang tak akan pernah ada habisnya. Dimana Batik Indonesia sejak 2 Oktober 2009 ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO. Selain sebaga budaya bangsa, batik juga menjadi ciri khas daerah. Bagaimana geliat batik di Kabupaten Probolinggo?”
ADVERTISEMENT
Laporan : Sundari Adi Wardhana, Probolinggo
SEJARAH perkembangan batik di Probolinggo memang tak diketahui secara pasti, namun hal itu sudah ada pada jaman dahulu. Hal itu terekam dalam pameran khusus Batik Probolinggo di Amsterdam Belanda pada 1883, dengan total 150 motif. Namun, setelah itu, perkembangnnya Batik Probolinggo hilang bak tertelan bumi.
Kini setelah mati suri, Kabupaten Probolinggo juga tak mau ketinggalan dalam mengembangkan batik yang memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Beberapa pembatik memulai usaha batik lagi sekitar tahun 2009. Saat ini ada 13 pembatik yang terdaftar dalam Asosiasi Pengrajin Batik, Bordir dan Assesoris (APBBA) Kabupaten Probolinggo. Jumlah itu belum termasuk puluhan embrio pembatik lainnya yang belum terdaftar dalam organisasi.
ADVERTISEMENT
Peluang usaha di sektor industri batik semakin besar seiring meluasnya pengguna kain batik, baik di lingkungan instansi pemerintah maupun masyarakat umum. Kondisi tersebut menarik minat kalangan pelaku usaha kecil menengah di kabupaten ini untuk menggeluti bidang perbatikan.
Dalam rentang 2011 hingga 2018, batik tulis khas Kabupaten Probolinggo mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kondisi itu dipengaruhi oleh kebijakan Bupati Probolinggo, P. Tantriana Sari.
“Di Jawa Timur, batik pengrajin disini sudah masuk dalam golongan menengah ke atas,” kata Taufik Alami, praktisi Batik Probolinggo.
Pembuatan batik.
Menurut Taufik, saat ini batik khas Kabupaten Probolinggo sudah terdaftar pada Batik Jawa Timuran, sebagai Batik Pendalungan. Batik Pandalungan adalah batik dengan corak warna-warna cerah dan berani dari Suku Madura yang dikombinasi dengan warna teduh Suku Jawa). Batik Probolinggo sebagai aliran Batik Pendalungan, cenderung mirip dengan batik Pasuruan, Situbondo, yang memang berada di satu wilayah yang dikenal sebagai Tapal Kuda.
ADVERTISEMENT
Sehingga batik golongan ini, motif dan pewarnaanya berbeda dengan Batik Mataraman (Keraton Jokyakarta, Solo, dan etnik Jawa) maupun Batik Pesisiran Pantura (Pekalongan, Tuban dan Kudus).
Ciri khas batik Kabupaten Probolinggo terdapat pada warna dan motifnya. Untuk warna cerah, batik Kabupaten Probolinggo sangat kuat pada warna hijau, merah, kuning. Sementara untuk warna gelap atau teduh, ada pada warna hitam, maroon dan violet. Sedangkan untuk warna lembut, diwakili dengan warna tosca, turkish dan wortel.
Selain itu, pewarnaan batik Kabupaten Probolinggo, juga sennatisa memakai tehnik gradasi. Yaitu hantaran dari warna terang ke warna gelap, yang menghasilkan efek bayangan.
“Warna maroon, violet, tosca dan turkish ini jarang ditemui pada batik mataraman dan madura. Ini yang menjadi ciri khas batik disini,” tutur pelatih batik kelahiran Jember ini.
ADVERTISEMENT
Untuk motif, Taufik mengatakan batik Kabupaten Probolinggo cenderung kontemporer. Namun, agar tidak meninggalkan filosofi batik klasik yang penuh simbol dan perlambang, maka citarasa itu dituangkan motif legenda rakyat yang tumbuh. Juga melalui cerita rakyat, adat istiadat, seni budaya. Semisal legenda Dewi Rengganis, Gajahmada, legenda Suku Tengger atau Tari Glipang.
Selain legenda dan budaya, motif batik disini juga mengangkat potensi alam, wisata dan produk unggulan. Seperti angin Gending, bawang merahh, tembakau, komak, gerabah dan lain sebagainya.
“Alhamdulillah, saat ini masyarakat sudah mengenal batik Kabupaten Probolinggo cukup melalui warna dan motifnya saja,” ujar putra ketiga pasangan H. Saiful Akbar dan Karyati ini.
Taufik Alami, mengatakan Batik tulis sebagai bagian dari industri kreatif, memerlukan strategi khusus untuk mengembangkannya. Startegi itu, antara lain harus Berbasis kearifan lokal, Pemetaan Batik Tulis, Fasilitasi HaKI dan Merk, Pemasaran, dan Pembinaan yang sinergi antar satuan kerja.
ADVERTISEMENT
“Lima strategi ini, harus diperhatikan oleh pemerintah daerah dan para pengrajin. Karena kendala utama dalam industri ini, selain sumber daya pencanting yang kurang bagus, juga pengrajin tidak memiliki manajemen yang bagus,” kata ayah dua anak ini.
Kearifan lokal, dapat dilihat dalam kekayaan budaya dari keadaan geografis yang berbeda. Dimana Kabupaten Probolinggo memiliki 7 kecamatan dataran tinggi, 7 kecamatan pesisir/dataran rendah dan 10 kecamatan dataran menengah. Potensi ini merupakan modal besar dalam menciptakan desain batik. Masing-masing kecamatan memiliki budaya, adat istiadat serta produk khas yang menjadi kekayaan motif batik Kabupaten Probolinggo. Melalui batik, semua potensi daerah dapat lebih dikenal.
Pemetaan batik adalah upaya pengklasifikasian semua komponen dalam usaha batik. Yakni meliputi pelaku usaha batik termasuk jumlah karyawan, lokus usaha batik, sertifikasi batik tulis, dan klasifikasi teknis dan aliran batik. Saat ini sudah 5 IKM yang mendapat sertifikasi batik tulis dari Balai Besar Batik di Yogyakarta. Yaitu Batik Tulis Prabulinggih, Batik Tulis Dewi Rengganis, Batik Tulis Ronggomukti, Batik Tulis Selowati, dan Batik Tulis Pasir Berbisik.
ADVERTISEMENT
“Untuk lolos sertifikasi batik tulis, maka suatu karya batik harus melalui proses pencantingan tangan, pewarnaan non mesin serta penguncian warna dan pengeringan non mesin sebagaimana biasanya produk pabrikan,” kata pria yang kini menjabat sebagai Camat Wonomerto ini.
Saat ini, desain karya pembatik Kabupaten Probolinggo belum terdaftar dalam Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Dimana HaKI adalah bentuk perlindungan hukum atas kecerdasan, kemampuan berpikir dan imajinasi kreatifitas. Originalitas suatu karya batik khususnya produk Kabupaten Probolinggo harus segera difasilitasi untuk mendapatkan sertifikasi HaKI dan Merk.
“Belum ada yang terdaftar, padahal karya para pengusaha batik sudah mencapai ratusan, termasuk desain milik saya. Pemkab melalui Disperindag harus segera melaksanakannya, karena ini juga berkaitan dengan keberlangsungan usaha pembatik. Jangan sampai ciri khas daerah ini, diambil alih oleh pengrajin daerah lain,” desak Taufik.
ADVERTISEMENT
Selain itu, faktor pemasaran produk batik memiliki peran penting. Jangan sampai produk yang dibuat dengan susah payah, namun tidak menghasilkan pendapatan yang sesuai.
“Industri batik tidak akan berkembang manakala tidak ada pembinaan sinergis antar satuan kerja. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait harus duduk bersama didasari atas persepsi dan pola pikir yang sama untuk memajukan batik Kabupaten Probolinggo sesuai dengan tupoksinya masing-masing,” ungkap pemegang Magister Manajemen Kebijakan Publik ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi, Infomatika, Persandian dan Statistik (Diskominfo) Kabupaten Probolinggo, Tutug Edi Utomo, Pemkab Probolinggo terus memberikan dukungan untuk perkembangan batik sebagai industri. Berupa pembinaan terhadap pengrajin untuk meningkatkan produksi batik masing-masing.
“Pelatihan itu dengan nara sumber yang benar-benar kompeten. Baik melalui Dipserindag, Diskop UKM, maupun Dinas PMD,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, promosi yang dilakukan dengan cara mengikut sertakan para pengrajin batik dalam beberapa even pameran, baik di dalam skala lokal, regional maupun nasional. Juga mengadakan kegiatan yang bersifat promotif.
“Setiap agenda kami publis di media massa dan media sosial. Tujuannya agar masyarakat semakin mengenal produk khas daerah ini,” ujarnya.
Bupati Probolinggo P. Tantriana Sari, mengeluarkan intruksi untuk lembaga-lembaga pendidikan agar menggunakan batik lokal. Pengrajin pun diminta memproduksi batik massal dengan harga terjangkau untuk ukuran pelajar. Harga kelayakan batik bagi pelajar adalah di bawah Rp. 100 ribu. Instruksi itu sebagai awalan dan stimulus bagi pelaku batik, sebelum Pemkab membuat Perda tentang Batik.
“Instruksi Bupati dulu, saya kira itu sudah cukup untuk awalan. Karena di sisi perdagangan batik mempunyai prospek yang sangat bagus, jadi kami akan fasilitasi pasar dengan kebijakan ini,” ujar Tutug.
ADVERTISEMENT
Di wilayah yang mempunyai semboyan ‘Prasadja Ngesti Wibawa’ ini, terdapat 636 Sekolah Dasar, 207 Sekolah Menegah Pertama, 77 Sekolah Menengah Atas, 55 Sekolah Menengah Kejuruan dan 5 Selokah Luar Biasa. Selain itu, masih ada sekolah dan madrasah yang dikelola oleh pihak swasta.
“Kami yakin, dengan kebijakan ini, industri batik akan tambah bersemangat. Itu juga mendukung Endless Probolinggo,” ucapnya.
Kebijakan lain yang diambil adalah dengan pembuatan website bagi 20 UKM. Pelaku usaha akan dilatih menggunakan kecanggihan IT untuk menopang usahanya. Tujuannya, produk-produk pelaku usaha itu dapat dipasarkan secara online, selain pemasaran konvensional.
“Tentunya tidak bisa frontal membikin website sebanyak-banyaknya, pelan-pelan saja yang penting nantinya mereka dapat menggunakan seefektif mungkin dalam menunjang usahanya,” kata mantan Kadispendik ini.
ADVERTISEMENT
Ketua Asosiasi Pengrajin Batik, Bordir dan Assesoris (APBBA) setempat, Mahrus Ali, menyambut baik langkah-langkah yang diambil Pemkab Probolinggo. Pihaknya sangat tertantang dengan kebijakan itu. Pasalnya, pengrajin menurutnya, tidak hanya berorentasi pada mencari laba. Melainkan bagaimana memasyarakatkan bagi kepada siswa sebagai budaya bangsa.
“Untuk motif yang sederhana, harga di bawah seratus ribu bisa diproduksi oleh pengrajin. Namun, yang menjadi tantangan kami adalah, bagaimana dengan anggaran kecil itu, anak didik kita mempunyai seragam sekolah yang bagus dengan motif premium. Jadi tidak hanya sekedar seragam sekolah saja, karena misi kita adalah mengenalkan budaya bangsa dan potensi daerah ini, sejak dini kepada mereka,” kata pemilik Batik Ronggomukti ini.
Upaya APBBA sendiri, untuk mengenalkan batik kepada siswa, menurut Mahrus, sudah sering dilakukan. Salah satunya dengan cara menerima kunjungan siswa untuk belajar batik dsetiap rumah pengrajin. Biasanya, mereka digratiskan untuk berlatih mendesain, mencanting dan mewarnai kain mori.
ADVERTISEMENT
“Khusus di tempat saya, siswa yang belajar batik, kami gratiskan untuk ikut kursus bahasa Inggris,” tutur guru Bahasa Inggris ini.