Pernah Dilecehkan Guru, Remaja ini Berkampanye Anti-Kekerasan Seksual

Konten Media Partner
30 November 2018 13:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pernah Dilecehkan Guru, Remaja ini Berkampanye Anti-Kekerasan Seksual
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Laporan: Ardiana Putri
SHANIA Indira Putri (16), tengah gencar menggaungkan tagar #hearmetoo lewat media sosial. Tagar ini ia sebarkan sebagai bentuk dukungan kampanye 16 hari anti-kekerasan terhadap perempuan yang jatuh pada 25 November hingga 10 Desember.
ADVERTISEMENT
Ia menyebarkan pamflet-pamflet dan video di media sosial sebagai usaha menyampaikan upaya positifnya itu kepada kawan-kawan di komunitasnya.
Bagi remaja yang juga pengurus Forum Anak Kota Pasuruan ini, apa pun bentuk kekerasan seksual yang dialami perempuan harus diungkap, agar tak ada lagi ruang toleransi bagi pelaku kekerasan.
Tagar #hearmetoo akan membuka mata pembaca bahwa para penyintas kekerasan seksual butuh didukung dengan mendengarkan cerita mereka tanpa menyalahkan mereka.
“Pelecehan terhadap perempuan tidak akan pernah terselesaikan jika korban hanya diam, sudah saatnya korban berani bicara agar tak semakin banyak pelecehan dilanggengkan. Dan lagi, tak perlu menjadi perempuan untuk mengerti apa yang dirasakan korban,” ujarnya, Jumat (30/11/2018).
Remaja yang akrab disapa Shania ini pernah mengalami peristiwa kelam dalam hidupnya. Saat masih duduk di Sekolah Dasar, ia pernah mendapatkan pelecehan seksual dari gurunya. Kejadian pahit ini langsung ia laporkan kepada guru dan orang tuanya kala itu.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu, Shania beranggapan sikap yang dilakukan guru agama terhadapnya itu tidak terlalu berbahaya. Namun, ia cukup merasa risih.
“Saat itu saya dipanggil guru agama saya. Lantas dia mencium kedua pipi saya. Tapi saya hanya diam saja dan setelah itu saya langsung cerita pada guru. Kejadian tak mengenakkan itu beberapa kali dilakukannya pada saya. Setelah peristiwa itu terungkap, guru agama itu kemudian dikeluarkan dari sekolah,” ungkap Shania menceritakan pengalaman pahitnya.
Oleh sebab itu, siswi kelas 11 MIPA SMA Negeri 1 Pasuruan ini ingin mengajak kawan-kawan sebayanya untuk berani bersuara dan tidak boleh menganggap remeh bentuk pelecehan sekecil apa pun. Shania meyakini, jika tak bisa melakukan hal besar, minimal ia harus memulainya dari hal-hal sederhana, seperti kampanye lewat media sosial sebagai bentuk penolakan kekerasan terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, remaja yang aktif di berbagai komunitas dan organisasi ini justru banyak juga menerima tanggapan negatif. Orang-orang seakan memicingkan mata terhadap apa yang dilakukan remaja ini.
“Banyak juga yang menganggap apa yang saya lakukan ini hanya iseng semata, tak ada manfaatnya. Namun, saya tetap berjuang tanpa memikirkan hal tersebut,” ungkapnya.
Banyak memang yang tak menggubrisnya, tetapi tak sedikit pula yang ingin melakukan hal yang sama sepertinya, mengampanyekan anti-kekerasan terhadap perempuan. Hal itulah yang membuat batinnya merasa puas karena ia berhasil menebarkan hal positif.
Sekitar sebulan lalu, tepatnya tanggal 14 Oktober 2018, di Jakarta. Ia didapuk menjadi salah satu pembicara dalam peringatan Hari Anak Perempuan Internasional. Dalam kesempatan itu, ia berdialog mengenai strategi menciptakan kota aman untuk anak perempuan.
ADVERTISEMENT