Kewaspadaan Dalam Adaptasi Kebiasaan Baru

Westjavagov
Pencerahan.
Konten dari Pengguna
2 Juni 2020 22:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Westjavagov tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. (Foto: Humas Jabar)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. (Foto: Humas Jabar)
ADVERTISEMENT
Pemerintah pusat telah mencanangkan tatanan kenormalan baru atau “new normal”. Empat provinsi diminta mengawalinya, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatra Barat dan Gorontalo. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 memberi pula kewenangan kepada 102 kabupaten/ kota di provinsi lain yang berada dalam zona hijau untuk menerapkan kebijakan ini.
ADVERTISEMENT
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyambut arahan pemerintah pusat dengan menyatakan, dari 27 kabupaten/ kota per 1 Juni 2020, yang dalam kondisi siap untuk tahap awal melaksanakan protokol new normal, berdasarkan hasil evaluasi dan pendapat ahli dari perguruan tinggi di Jabar terdapat 15 wilayah. Kabupaten/ kota tersebut berada di level 2 atau zona biru.
Sedangkan 12 daerah lainnya yang berada di level 3 atau zona kuning masih melanjutkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) proporsional/ parsial hingga 12 Juni 2020. Khusus untuk wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek), PSBB diperpanjang hingga 4 Juni, hal ini menyesuaikan dengan berakhirnya PSBB di DKI. PSBB ini juga menjadi masa transisi bagi 12 kabupaten/ kota ini memasuki new normal.
ADVERTISEMENT
Tatanan kenormalan baru, Pemerintah Provinsi Jabar menyebutnya dengan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Pada dasarnya AKB merupakan kebijakan dari pemerintah agar aktivitas ekonomi, sosial, maupun aktivitas publik dapat berjalan kembali, seusai masa PSBB, yang ditandai dengan pembatasan di berbagai sektor guna memutus penyebaran SARS-CoV-2, virus penyakit Covid-19. Ada pula daerah yang tidak menerapkan PSBB, tapi tetap memberlakukan pembatasan pergerakan orang.
Kebijakan PSBB yang sudah berlangsung sejak Maret, pasca diumumkan oleh pemerintah dua kasus perdana terkonfirmasi positif Covid-19 di Depok. Hingga bulan Mei, seluruh kegiatan ekonomi terhambat, angka pengangguran meningkat, banyak warga yang kehilangan pekerjaan, ada yang dirumahkan, juga terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Kondisi ini akan memperlebar angka kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Selama penerapan pembatasan sosial tersebut, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah (pemda) wajib memberikan bantuan sosial kepada warga terdampak, terutama pada jutaan keluarga miskin dan rentan miskin. Anggaran yang dikeluarkan relatif besar.
Sementara di sisi lain, pandemi ini belum dapat dipastikan kapan akan berakhir. Para ahli masih terus meneliti untuk menemukan obat dan vaksin Covid-19, yang diperkirakan baru tahun 2021 vaksin bisa ditemukan.
Dalam situasi ketidakpastian seperti ini, jika pembatasan aktivitas ekonomi dan publik berlangsung lebih lama, bahkan kemudian seluruh kegiatan ekonomi sampai terhenti, maka akan berbahaya. Kehidupan masyarakat makin sulit karena tidak dapat bekerja untuk menghidupi keluarganya. Negara pun semakin berat dalam memperoleh pemasukan. Negara juga semakin sulit mengurus rakyatnya, yang dapat memicu kekacauan besar.
ADVERTISEMENT

Keniscayaan

Dengan kondisi demikian, seiring melandainya kasus harian Covid-19, sambil menanti penemuan obat dan vaksin, AKB menjadi keniscayaan, masyarakat hidup berdampingan dengan virus SARS-CoV-2.
Secara bertahap, bagi daerah yang telah siap, yang berada di zona hijau tak terdampak Covid-19, atau pun daerah dengan penambahan kasus atau penularan virus korona jenis baru ini telah terkendali sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), maka daerah tersebut diarahkan lebih dulu melangkah dalam era AKB. Tentunya dengan aturan baru, yang tetap mengacu pada protokol kesehatan ketat. Sebagaimana halnya dengan PSBB menerapkan protokol yang ketat.
Walakin dalam era AKB ini bukan berarti aktivitas ekonomi, sosial, maupun aktivitas publik dapat berjalan seperti biasa sebelum pandemi, melainkan dituntut adanya penyesuaian-penyesuaian dalam kegiatan dan perilaku kehidupan masyarakat, hingga menjadi kebiasaan baru atau gaya hidup.
ADVERTISEMENT
Penyesuaian yang dimaksud adalah penerapan protokol kesehatan. Mengapa perlu penyesuaian karena bahaya virus ini tetap mengancam. Begitu virus muncul dan masuk ke lingkungan kehidupan manusia, maka virus itu tidak akan pernah hilang. Artinya kita masih belum benar-benar aman dari penyakit Covid-19 selama vaksin belum ditemukan.

Mengubah tatanan sosial

AKB akan mengubah tatanan sosial, ekonomi, dan perilaku masyarakat. Dalam setiap beraktivitas di luar rumah, masyarakat wajib menggunakan masker, sering mencuci tangan, serta wajib jaga jarak aman minimal 1,5 meter dengan orang lain. Sebelum pandemi, kita umumnya tidak melakukan hal ini.
Warga juga disarankan tak melakukan sentuhan fisik seperti berjabatan tangan, melakukan tos, menepuk pundak atau punggung, atau pun mencium tangan/ pipi.
ADVERTISEMENT
Apabila tidak ada kebutuhan mendesak agar tidak keluar rumah, menghindari keramaian atau kerumunan orang banyak. Sementara waktu ini, dimungkinkan tak ada acara kumpul-kumpul dalam arisan kampung.
Inilah sejumlah penyesuaian yang perlu dilakukan dalam AKB, termasuk di berbagai sektor penting, seperti rumah ibadah, industri dan perkantoran, ritel, pasar rakyat dan pasar modern, sektor pariwisata, maupun pendidikan juga diberlakukan protokol yang ketat.
Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat hidup berdampingan dengan Covid-19, melakukan aktivitas sehari-hari dengan aman, sehat, dan produktif.

Kewaspadaan

Dengan demikian di era AKB tetap dituntut kewaspadaan guna mencegah penularan virus. Jangan masyarakat malah mengabaikan protokol kesehatan. Salah satu kunci untuk menekan penyebaran Covid-19 adalah kedisplinan tinggi masyarakat dalam mematuhi protokol.
ADVERTISEMENT
Sikap abai dan masa bodoh terhadap protokol dapat memicu malapetaka berupa ledakan kasus atau gelombang kedua Covid-19. Jika ini terjadi, PSBB akan diterapkan kembali, dan yang menderita juga adalah masyarakat.
Di sinilah pentingnya pula kreativitas seorang kepala daerah, terutama dalam meningkatkan kesadaran dan mendorong masyarakat untuk disiplin menjalankan protokol melalui edukasi kreatif dan sosialisasi gencar. AKB juga perlu disertai pengawasan dan penegakan hukum, serta peningkatan kapasitas kesehatan.
Apalagi seperti Jabar mempunyai tantangan yang besar sebagai provinsi dengan jumlah penduduk paling besar di Indonesia, yakni hampir mencapai 50 juta jiwa.
Di masa AKB, Jabar juga tak boleh lengah. Sistem kesehatan harus tetap siaga, ketika terjadi penambahan kasus supaya cepat diatasi, serta dapat menekan risiko kematian.
ADVERTISEMENT
Bagi masyarakat diharapkan tak euforia memasuki AKB, apalagi sampai mengabaikan aturan. Tetaplah waspada dan disiplin dalam menaati protokol kesehatan. Diharapkan di masa AKB, ekonomi dapat kembali pulih, kesehatan masyarakat juga senantiasa terjaga baik.