Konten dari Pengguna

Penyelundupan Cagar Budaya Indonesia : Ancaman Terhadap Warisan Sejarah Bangsa

Wia Putri Sibagariang
Mahasiswa Hubungan Internasional (Universitas Kristen Satya Wacana)
2 Desember 2024 17:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wia Putri Sibagariang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Multikulturalisme” ialah satu kata yang dapat menggambarkan bagaimana 281.603,8 juta jiwa hidup berdampingan dengan begitu banyaknya keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Tidak hanya itu, UNESCO (United Nations Educational Scientific, and Cultural Organization) menyebutkan bahwa negara kita memiliki warisan budaya yang tak tertandingi oleh negara manapun. Hal ini dapat dibuktikan dengan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) bahwa negara ini memiliki lebih dari 1.300 suku dan 710 bahasa. Sehingga, Indonesia berada di urutan kedua setelah Papua Nugini dengan bahasa etnis terbanyak didunia. Penyelundupan Cagar Budaya : Peran Pemerintah dan Pemuda
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, perjalanan sejarah selama dijajah oleh beberapa bangsa termasuk Belanda, Jepang, Spanyol, Portugis, Prancis merupakan salah satu faktor yang membuat Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki banyak peninggalan bersejarah. Maka dari itu, tak heran bangsa ini memiliki warisan kebudayaan yang melimpah dan diturunkan oleh nenek moyang kita seperti suku, bahasa, adat istiadat dan lain sebagainya. Terdapat jutaan artefak seperti perhiasan, patung, keris yang digunakan sebagai alat memasak, beribadah, maupun senjata untuk mengusir para penjajah. Hingga saat ini, benda-benda tersebut ditempatkan di Museum Nasional, Museum Ulen Sentallu, Museum Balaputra Dewa, dan lain sebagainya.
Artefak berupa Batu Relief Kerajaan Majapahit yang sempat diakuisisi oleh negara lain. Sumber : Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Artefak berupa Batu Relief Kerajaan Majapahit yang sempat diakuisisi oleh negara lain. Sumber : Kumparan
Sementara itu, terdapat beberapa cagar budaya yang tersimpan di museum luar negeri seperti Amerika Serikat, Prancis, Jerman, dan lain-lain. Tanpa disadari, ternyata banyak peninggalan bangsa Indonesia yang diakuisisi oleh negara lain karena adanya penjarahan atau diberikan kepada kolektor saat zaman penjajahan. Hal ini menjadi kontroversial dikarenakan keuntungan yang didapatkan oleh suatu negara ketika memamerkan artefak milik Indonesia dan akan sangat krusial jika benda itu adalah hasil penyelundupan atau pencurian. Pada umumnya, peninggalan tersebut biasanya dijual karena memiliki harga yang fantastis dan merupakan salah satu barang antik atau berharga.
ADVERTISEMENT
Namun, kejadian seperti ini tidak hanya terjadi diluar negeri tetapi juga di negara sendiri. Kurangnya peningkatan integritas dari pegawai yang bekerja di museum dan ketegasan pemerintah mengenai pengawasan cagar budaya menjadi penyebab utama kasus ini dapat terjadi. Padahal Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya seharusnya menjadi pedoman negara dalam bertindak tetapi sampai detik ini implementasi dari Undang-Undang tersebut masih belum maksimal. Walaupun pemerintah sudah melakukan beberapa upaya untuk mengembalikan benda bersejarah tersebut yaitu dengan melakukan repatriasi. Biarpun begitu, mengambil kembali warisan tersebut bukanlah suatu hal yang mudah karena harus membangun hubungan diplomasi dengan negara tujuan dan melakukan riset mengenai cagar budaya yang ingin dibawa pulang ke tanah air. Hal ini harus menjadi perhatian seluruh elemen masyarakat khususnya generasi penerus bangsa untuk lebih peka terhadap kekayaan budaya Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pemuda sebagai pilar negara harus memanfaatkan pesatnya teknologi dan penyebaran informasi melalui berbagai platform termasuk sosial media untuk melakukan edukasi mengenai artefak budaya yang hilang maupun dicuri. Apalagi dengan adanya AI yang bisa mendeteksi artefak dengan mudah melalui aplikasi maupun Mobile Virtual Reality. Hal ini juga dapat mempermudah pengunjung untuk mengetahui lebih dalam mengenai sejarah dari agar budaya tersebut. Bahkan penggunaan teknologi ini sudah diterapkan di museum Museum Gedong Arca, Sebagai tambahan, para pemuda harus lebih vokal untuk berdiplomasi dalam forum Internasional dan melakukan kolaborasi dengan organisasi lainnya serta membentuk suatu gerakan sosial untuk membantu pemerintah.