Konten dari Pengguna

KOPIDIKSI #1 UNCLE DEDI'S BLEND

Widdy Apriandi
Jurnalis Newspurwakarta.com, Penulis & Enthusiast Barista Call For Project : 0818.0980.9590
18 April 2018 9:55 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Widdy Apriandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
KOPIDIKSI #1 UNCLE DEDI'S BLEND
zoom-in-whitePerbesar
Pesan masuk Whatsapp di handphone saya beberapa waktu ke belakang lumayan menggetarkan perasaan. "Bagaimana kedai kopi...masih jalan?" tulis kawan saya penasaran. Pertanyaan yang entah kenapa berasa personal sekali. Sebab, persis menghunjam jantung ingatan.
ADVERTISEMENT
Sontak flash back. Memori seperti terpental ke waktu lalu. Masa dimana kopi, gramasi dan narasi, buat saya, tidak lain adalah komposisi paling spektakuler. Bahkan, jauh melampui relasi Stephen Hawking dan Teori Black Hole-nya.
Kilasan fragmen silih berganti. Momen-momen terbaik dalam hidup berkelabatan. Imaji timbul-tenggelam ; bermula dari bar kedai yang diliputi kehangatan. Lalu, orang-orang yang bergantian datang dan pergi. Saling sapa. Berbagi cerita. Berapa mereka? Berpuluh-puluh? Atau, beratus-ratus orang?
KOPIDIKSI #1 UNCLE DEDI'S BLEND (1)
zoom-in-whitePerbesar
Entah. Yang jelas, saya akan dengan sepenuh hati bercerita tanpa perlu diminta. Soal pilihan kopi yang mereka minta. Bagaimana profilnya ; level sangrai, karakter, bodi, jejak rasa? Kalau perlu, saya juga akan cuma-cuma menuturkan riwayat si kopi ; dimana dia ditanam? di ketinggian berapa? bagaimana proses pasca panennya?
ADVERTISEMENT
Ah, kangen sekali. Kangen pada penggalan kesebagaian hidup tanpa pretensi. Pun, kangen pada serpihan kenyataan sehari-hari dimana kedai kopi ternyata adalah pelabuhan bagi mereka yang dirundung sepi.
***
Di rentang memorabilia itu ada KOPIDIKSI yang seumur jagung. Barangkali, baru sekira 5 bulan masa eksistensinya.
KOPIDIKSI #1 UNCLE DEDI'S BLEND (2)
zoom-in-whitePerbesar
KOPIDIKSI adalah project yang sengaja saya bangun bersama dua kawan sepengopian ; Dona dan Budi. Dua kawan yang kebetulan Tenaga Harian Lepas (THL) di lingkungan Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan. Sekalian, anggota inti Emka-9, band besutan mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.
Ada produk 'monumental' yang sempat digarap penuh semangat. Kami namai itu sebagai "Uncle Dedi's Blend". Kopi racikan sendiri yang atas dasar kesepakatan bersama dinamai sesuai identitas Bupati Purwakarta yang menjabat saat itu. Sosok yang akrab disapa "Kang Dedi"--dan kemudian kami adaptasi ke dalam idiom Inggris menjadi "Uncle Dedi".
ADVERTISEMENT
KOPIDIKSI #1 UNCLE DEDI'S BLEND (3)
zoom-in-whitePerbesar
Dalam praktek bisnisnya, pro-kontra jelas ada. Banyak yang simpati, tapi tak sedikit juga yang antipati. Tapi, kami tidak terlalu ambil pusing. Sebab, bagi kami, blend kopi ini punya dimensi tersendiri. Pertama, titik tolak penamaannya berada pada suasana peringatan milangkala Purwakarta. Pada konteks itu, kami rasa nama Bupati layak diangkat ke permukaan. Sekurang-kurangnya, sebagai apresiasi terhadap dia yang telah berbuat sesuatu untuk Purwakarta.
Ke-dua, lebih dalam lagi, Uncle Dedi's Blend kami tempatkan sebagai ekspresi kebanggaan (pride) terhadap hasil bumi tanah pasundan. Sebab, belakangan, banyak orang yang lupa pada hasil buminya sendiri. Jumawa pakai hasil orang ketimbang buah tanah-air sendiri.
Padahal, dari tanah pasundan-lah kopi kian mendunia. Meski harus diakui, ada konteks penindasan dalam rupa tanam paksa di sana. Begitulah faktanya. Dari riwayat sejarah, londo laknat dapat untung dari keringat rakyat. Kopi laku di pasaran dunia, tapi tak mampu mendongkrak kesejahteraan--minimal--si pekerja.
ADVERTISEMENT
Dan lagi, sejarah punya potensi pengulangan. Tapi, tentu konyol jika yang terulang adalah lara. Bukan gempita sukacita.
Maka, kopi Jawa Barat harus dikenalkan secara massif. Agar rakyat, selaku petani, pengolah dan pengguna, bangga dengan hasil buminya sendiri. Sehingga, bisa menghidupi dan dihidupi kopi.
Uncle Dedi's Blend adalah paduan hasil bumi dua tanah pasundan. Jenis arabika-nya ditanam di gunung manglayang, Sumedang. Sementara Robusta-nya berasal dari kampung parabon, Cianjur. Padanan yang menurut kami luar biasa unik dan menyenangkan.
Jadi, apa sudah ngopi? Anggap saja tulisan ini ajakan ngopi. Sekaligus, boleh lah sedikit promosi. He...he...he...