Dilarang Sejak 2015, Jumlah Cantrang Justru Terus Naik

28 April 2017 17:22 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Kapal Cantrang yang sudah beralih alat (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kapal Cantrang yang sudah beralih alat (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melarang penggunaan alat tangkap jaring cantrang sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015. Aturan tersebut dikeluarkan sejak 9 Januari 2015.
ADVERTISEMENT
Namun Susi masih memberikan relaksasi atau perpanjangan penggunaan cantrang sampai 31 Juni 2017. Tentunya dengan catatan, nelayan secara bertahap mulai mengganti alat tangkap ramah lingkungan, misalnya gillnet. Namun faktanya cantrang yang beredar bertambah banyak.
Ditjen Perikanan Tangkap KKP mendata tahun 2015 ada sebanyak 5.781 unit cantrang di seluruh Indonesia. Kemudian KKP melakukan pergantian sebanyak 1.529 unit dengan alat tangkap ramah lingkungan dan proses tersebut masih terus berlanjut. Di awal 2017, KKP mencatat kenaikan alat tangkap cantrang menjadi 14.357 unit.
Hal ini diperparah dengan praktik culas penipuan berkedok mengecilkan ukuran kapal di dalam dokumen alias mark down kapal. Tindakan ini yang tidak dibenarkan Undang-undang dan ilegal.
ADVERTISEMENT
"Banyak kita temui, kapal cantrang katanya 20 Gross Ton (GT), pas diukur ternyata 80 GT. Dibuat di bawah 30 GT untuk menghindari pajak," ungkap Dirjen Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/4).
Menurut Sjarief, pemerintah tidak hanya melarang cantrang tanpa solusi bagi nelayan. Menurutnya, pemerintah telah menyediakan beberapa langkah penanganan. Untuk kapal di bawah 10 GT, penggantian alat tangkap akan disediakan seluruhnya oleh pemerintah.
Cantrang. (Foto: Dok. lamongankab.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Cantrang. (Foto: Dok. lamongankab.go.id)
Adapun kapal 10-30 GT, pemerintah membantu fasilitas permodalan dari bank. Untuk kapal di atas 30 GT, pemerintah menyediakan WPP di Timur dan Barat yaitu laut Arafura dan Natuna yang dulu umumnya dikuasai asing.
"Ratusan kapal yang sudah ke timur, itu untungnya luar biasa. Tangkapannya besar, jenis ikannya mahal-mahal. Bukan ikan kuniran, mata goyang, dan rucah yang harganya murah. Tangkapannya kakap merah dan ikan besar-besar. Satu ekornya setara dengan 10 kg rucah,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan, sebagian besar pengguna cantrang ada di Utara Pulau Jawa. Penggunaan cantrang yang terlalu lama menyebabkan Laut Utara Jawa mengalami degredasi populasi ikan hingga saat ini.
Susi tidak ingin over fishing terjadi di lautan Indonesia seperti yang telah terjadi di Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Menurutnya, turunnya hasil laut seperti udang, rajungan, dan berbagai jenis ikan di Pantura terjadi akibat over fishing dengan cantrang.
"Orang lain moratorium total, di Thailand, Cina, Vietnam, dilarang tangkap ikan. Kita cuma pergantian alat tangkap. Tujuannya jangan sampai terjadi seperti Bagan Siapi-api. Dulunya surga ikan, akibat eksploitasi jadi mati," ucap Susi.
ADVERTISEMENT