Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Ditjen Pajak Bisa Cek Data Nasabah, Apa Gunanya?
18 Mei 2017 19:56 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo telah menandatangani dan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Perppu tersebut diterbitkan untuk memenuhi komitmen Indonesia dalam pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI).
ADVERTISEMENT
Salah satu yang diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2017 menyangkut kewenangan Ditjen Pajak untuk melihat laporan yang berisi informasi keuangan nasabah di sektor perbankan, pasar modal, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Diharapkan dengan adanya regulasi ini, mampu meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.
"Pada akhirnya kami berharap bahwa kami bisa kumpulkan penerimaan pajak setara dengan negara-negara yang sekelas dengan Indonesia. Tax ratio meningkat tanpa warga negara merasa khawatir. Sehingga APBN tetap kredibel dan pertumbuhan ekonomi yang baik bisa terjaga," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Kawasan Lapangan Banteng, Jakarta, Kamis (18/5).
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani menjelaskan dikeluarkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2017 dianggap cukup mendesak terutama guna menambah pendapatan negara dari sektor pajak. Perlu diketahui target penerimaan pajak dalam APBN 2017 sebesar Rp 1.307,6 triliun.
"Kondisi yang sangat mendesak dan dianggap memliki konsekuensi yang besar dalam rangka menjaga basis pajak dan menjaga kepentingan Indonesia dalam mengumpulkan penerimaan pajak, maka pemerintah merasa perlu terbitkan Perppu," paparnya.
Selain itu, tujuan lain diterbitkan Perppu ini tidak lain adalah untuk mendapatkan informasi keuangan secara otomatis dari negara lain. Menurut catatan Sri Mulyani, harta wajib pajak (WP) Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri cukup besar. Itu bisa terlihat dari data kumulatif program Tax Amnesty di mana harta yang dideklarasikan sebesar Rp 4.855 triliun. Dari jumlah itu sebanyak Rp 1.031 triliun adalah deklarasi luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Kalau Indonesia tidak ikut, maka Indonesia yang dirugikan, karena Indonesia tidak memiliki akses atas wajib pajak yang memiliki harta di luar negeri," sebutnya.