Pemenuhan Hak Reproduksi akan Akses Informasi Kesehatan bagi Perempuan

Wiji Wahyuningsih
Junior Researcher at Reconstra and FKMUI
Konten dari Pengguna
2 September 2022 11:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wiji Wahyuningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: unsplash
ADVERTISEMENT
Aborsi masih ilegal di Indonesia, kecuali pada perempuan dengan indikasi kedaruratan medis atau korban perkosaan yang usia kehamilannya tidak lebih dari 12 minggu. Diperkirakan di Indonesia tahun 2022 ada 40 persen kehamilan tidak direncanakan (KTD). Sebagian besar memilih menghentikan kehamilannya, melalui aborsi tidak aman dan ada risiko terkena pidana. Aborsi tidak aman menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama bagi perempuan di negara-negara yang mengatur aborsi secara ketat. WHO memperkirakan secara global setiap tahun, ada 4.7–13.2 persen kematian ibu disebabkan aborsi tidak aman.
ADVERTISEMENT
Terlepas aturan hukum yang membatasi aborsi, studi tahun 2018 di 6 provinsi Pulau Jawa, memperkirakan 1.6 juta kejadian aborsi terjadi setiap tahun. Angka sebenarnya mungkin jauh lebih besar karena sulitnya mengukur aborsi di negara dengan aturan aborsi ketat dan stigmatisasi. Informasi melalui catatan medis di fasilitas kesehatan untuk tindakan bedah aborsi tidak lengkap atau mungkin tidak ada. Sedangkan, menanyakan langsung kepada perempuan dengan survei tentang pengalaman aborsi tentu mereka enggan untuk mengungkapkannya.
WHO merekomendasikan misoprostol dan mifepristone sebagai medical aborsi dengan tingkat keberhasilan sekitar 75-85 persen, protokol penggunaan sesuai dosis dan usia kehamilan. Misoprostol menawarkan alternatif yang lebih aman dari pembiaran aborsi tidak aman. Inggris sejak 2018 telah melegalkan tindakan aborsi pil dilakukan mandiri di rumah. Sedangkan di Jepang, meskipun aborsi pil sudah dilegalkan tapi dibutuhkan persetujuan pasangannya untuk mengakses resep ke dokter.
ADVERTISEMENT
Bagaimana akses misoprostol di Indonesia?
Banyak beredar obat mengandung misoprostol, terdaftar di BPOM dengan indikasi tukak lambung atau gastritis. Merek pertama (Cytotec) dilisensikan di Indonesia sejak tahun 2007, kemudian bermunculan merek lain yang menunjukkan peningkatan investasi produsen farmasi dalam merespon demand. Penelitian tahun 2009 mengungkapkan penjualan misoprostol meningkat 116% di Indonesia dari tahun 2002-2007.
Indonesia menetapkan misoprostol dalam daftar K atau untuk mendapatkannya harus dengan resep dokter. Misoprostol sebagai obat aborsi aman tidak legal di Indonesia, menjadikan informasi standar protokol penggunaan misoprostol untuk indikasi kesehatan reproduksi hilang. Off label misoprostol di pasaran berarti tidak ada label informasi petunjuk cara pakai, dosis, kontraindikasi, efek samping, batasan pendarahan yang berisiko fatal dan bahaya lainnya. Perempuan tidak tahu kapan harus dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan tindakan klinis misalnya induksi atau kuretase. Hilangnya label produk atas indikasi kesehatan resproduksi membuat luasnya interpretasi penjual obat seperti apoteker, toko obat, petugas kesehatan yang akan memberikan informasi kepada pengguna “perempuan” tidak jelas dan lengkap. Misoprostol yang sebenarnya lebih aman daripada aborsi oleh dukun pijat atau paramedis tidak terlatih, tapi hilangnya informasi secara lengkap menjadikannya berpotensi tidak aman.
ADVERTISEMENT
Studi Reconstra dan Guttmacher Institute tahun 2019 tentang akses misoprostol online di Indonesia memperlihatkan pemberian informasi oleh penjual tentang dosis obat dan cara pakai obat tidak lengkap. Dari 64 paket pembelian online yang diterima, hanya 47 persen paket obat berisi dosis cukup untuk menghentikan kehamilan. Ada paket yang sudah dibayarkan tapi barangnya tidak sampai. Saat dihubungi kembali, penjual telah memblokir nomor yang bersangkutan. Sebagian besar penjual menyediakan paket obat-obatan yang ketentuan harganya sesuai usia kehamilan. Padahal setelah dilakukan identifikasi obat yang sudah diterima, ada obat yang tidak perlu untuk menghentikan kehamilan. Ada risiko perempuan ditipu oleh penjual saat mengakses misoprostol online. Di luar sana ada sebagian perempuan yang ingin mengakses misoprostol ternyata menerima obat tanpa dosis yang cukup untuk menghentikan kehamilannya. Adapun untuk menyelesaikannya mereka akan membutuhkan dana lagi sampai usaha menghentikan kehamilan bisa dianggap sukses. Menambah dosis tanpa mengikuti panduan tentu membahayakan.
ADVERTISEMENT
Penjualan misoprostol online telah membuka akses yang lebih luas pada aborsi aman, sebagai prinsip kesehatan untuk mencegah kematian ibu di Indonesia. Beberapa tantangan yang dihadapi seperti pemberian dosis obat yang tidak sesuai, informasi penggunaan misoprostol tidak lengkap dan potensi penipuan. Namun, akses online terhadap misoprostol mungkin menjadi pilihan lebih aman bagi perempuan daripada tindakan invasif yang menimbulkan risiko bagi kesehatan dan hidup mereka.
Bukan dalam konteks diskusi moral, melainkan diskusi medis. Pembiaran off label misoprostol menjadi pengabaian hak perempuan untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat. Karena perempuan yang mengalami KTD mencakup perempuan sudah menikah namun memiliki alasan fisik, mental dan sosial untuk menghentikan kehamilannya, bukan hanya remaja yang dituduh melakukan seks bebas. Ketika perempuan memutuskan menghentikan KTD, aborsi menjadi pilihan walaupun negara mengatakan sebagai tindakan ilegal.
ADVERTISEMENT
Melalui Kementerian Kesehatan, BKKBN dan lembaga pemerintah lainnya sudah seharusnya memberikan fungsi perlindungan bagi perempuan dengan memberikan akses penghentian KTD sedini mungkin. Menutup akses informasi karena status ilegal aborsi di Indonesia ternyata tidak membatasi akses aborsi misoprostol online maupun aborsi tidak aman. Pemerintah perlu menyediakan solusi atas kontribusi aborsi tidak aman pada kejadian kematian ibu di Indonesia. Dan pemberian solusi untuk memenuhi hak hidup perempuan yang mengalami KTD. Sebelum KTD ini terjadi, langkah pencegahan dengan pemenuhan program Keluarga Berencana (KB) tanpa diskriminasi. Akses informasi dan akses ke berbagai metode kontrasepsi serta pendidikan reproduksi dan seksual secara komprehensif.