Mengenal Suku Samin yang Jujur tetapi Dikenal Ngeyelan

Winarni
ASN di Badan Riset dan Inovasi Nasional
Konten dari Pengguna
11 Februari 2022 8:50 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Winarni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Apakah kalian pernah mendengar atau membaca informasi tentang Suku Samin? Pertama kali saya mengenal salah satu suku di Indonesia ini, saat pertama kali membaca sebuah buku berjudul Wis Wayahe Golek Dalan Gusti Ora Mung Upyek Golek Dalan Bayi yang ditulis oleh kang Tumijan, Mingun, dan kang Paimo pada tahun 2014. Dalam buku ini diceritakan tentang kejadian yang dialami oleh seorang Suku Samin. Polisi batal menilang sopir Samin yang melanggar aturan lalu lintas karena sang sopir yang super ngeyel.
ADVERTISEMENT
Dari membaca buku tersebut, saya jadi penasaran tentang Suku Samin ini. Siapa sebenarnya orang Samin ini, di mana mereka tinggal, bagaimana mereka hidup dan seperti apa kehidupan mereka.
Samin, salah satu suku di Indonesia
Indonesia merupakan negara besar yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan terdiri dari ribuan suku bangsa. Menurut data BPS per tahun 2010, terdapat sebanyak 1.331 suku menghuni republik. Wilianto menyebutkan bahwa Suku Jawa merupakan suku terbanyak di Indonesia dengan jumlah sekitar 41 % dari jumlah suku yang ada. Salah satu suku yang ada di Jawa Tengah selain suku jawa, adalah Suku Samin. Menurut Taufiq dan Kuncoro (2018), mereka tersebar di sekitar pantai utara Jawa Tengah, yaitu Kudus, Pati, Rembang, Blora, Bojonegoro hingga ke Ngawi.
ADVERTISEMENT

Sejarah suku Samin

Samin merupakan sebuah ajaran yang digagas oleh seorang bernama Raden Surowidjoyo. Di mana Beliau ini adalah putra dari Bupati di Jawa Timur, Bapak Sumoroto yang memiliki gelar Raden Mas Adipati Brotodiningrat. Widyatwati (2017) menyebutkan bahwa Raden Surowidjoyo memiliki nama kecil Raden Surosentiko atau Suratmoko. Karena ajaran samin yang ia buat, maka Raden Surowidjoyo dikenal juga dengan nama Samin Surosentiko.
Samin berasal dari bahasa jawa yang merupakan singkatan dari kata sami-sami amin yang berarti sama-sama setuju. Ajaran samin mengajak pengikutnya untuk selalu jujur, menghilangkan rasa iri dan dengki, serta tidak berprasangka buruk terhadap orang lain. Hingga saat ini ajaran tersebut masih dipegang teguh oleh para pengikutnya.
Ajaran samin mulai diajarkan pada tahun 1890 di Blora. Ajaran samin juga dikenal dengan nama sedulur sikep, di mana kata sedulur berarti keluarga, dan kata sikep berarti senjata. Maksud dari ajaran ini adalah kita harus melakukan perlawanan tanpa menggunakan senjata. Mustida menulis pada penelitian tahun 2021 bahwa para pengikut ajaran Samin disebut Saminisme.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya, ajaran Samin dibuat untuk mengajak masyarakat agar bersemangat untuk melawan penjajahan Belanda walaupun tanpa menggunakan kekerasan. Salah satu perlawanan yang mereka lakukan adalah dengan menolak untuk membayar pajak kepada pemerintah Kolonial Belanda. Karena kegigihan Samin Surosentiko dalam melawan aturan yang dibuat pemerintah Belanda membuat Samin ditangkap dan diasingkan ke Sawahlunto hingga wafat pada tahun 1914.

Ajaran Suku Samin, sedulur sikep

Orang samin yang mendalami ajaran sedulur sikep juga senang dengan panggilana sebagai wong sikep. Artinya adalah orang yang baik dan jujur. Mereka sangat jujur dan sangat terbuka terhadap orang diluar suku mereka walaupun belum mereka kenal. Mereka berbicara tanpa menyembunyikan sesuatu sehingga dianggap lugu ataupun kurang pintar.
ADVERTISEMENT
Suku Samin juga percaya bahwa mereka tidak boleh mengganggu atau jahat terhadap orang lain. Tidak boleh iri terhadap capaian dan milik orang lain dan tidak boleh mengambil hak orang lain/mencuri, tidak boleh menyakiti hati orang lain, tidak boleh sombong, harus sabar dan sederhana. Mereka juga dilarang berdagang karena menurut mereka, dalam perdagangan lebih banyak ketidakjujuran.
Saminisme sangat kuat memegang ajarannya, bahkan sangat konsisten hingga saat ini karena mereka percaya bahwa ajaran yang mereka terima adalah ajaran kebaikan. Ajaran yang sangat kentara berbeda adalah bahwa orang Samin tidak menyekolahkan anak-anaknya. selain itu, mereka hanya mau menjadi petani dan hidup dari hasil bertani.
Salah satu video yang bercerita tentang Suku Samin dimuat di Channel BetaTV yang berjudul Sedulur Sikep, Tak Sekolah, Tak Berdagang, Hanya Bertani, menyebutkan bahwa orang Samin harus mematuhi ajaran dari pendahulu mereka, yaitu harus rukun dengan pasangan, anak, orang tua dan tetangga.
ADVERTISEMENT
Mereka juga menerima ajar dasar limo, yaitu dilarang memfitnah, tidak boleh serakah, tidak boleh gampang tersinggung, tidak boleh menuduh orang tanpa bukti dan tidak boleh iri dengki. Mereka tidak boleh merampok, mencuri, mengutil, mengambil barang yang mereka temukan di jalan pun tidak boleh diambil. Larangan lain yang disebut telung perkoro, yaitu tidak boleh banyak bicara, tidak boleh berlebihan, dan mengumbar aturan.
Sikap para pengikut samin yang kokoh tersebut menciptakan sebuah stigma negatif di masyarakat. Orang samin dianggap sebagai orang yang konyol, ngeyelan, susah diatur dan seenaknya sendiri. Bahkan berdasarkan penelitian dari Mustida pada tahun 2021, mengatakan banyak orang yang menganggap kalau orang samin ini bodoh dan sinting karena teguh pada pendirian mereka yang menurut kebanyakan orang menjengkelkan dan aneh.
ADVERTISEMENT

Pola komunikasi

dalam laporan yang ditulis oleh Arybowo tahun 2009, orang Samin berkomunikasi menggunakan bahasa jawa atau bahasa kawi dan ngoko, sehingga kedengarannya seperti kasar. Hal tersebut memang wajar, karena bahasa jawa ngoko berada pada tingkatan bahasa jawa paling rendah.

Pernikahan suku Samin

Dalam tradisi pernikahan, mereka percaya dengan agama adam. Mereka percaya bahwa orang sikep hanya memiliki satu orang istri, mereka yang memiliki istri lebih dari satu dianggap bukan orang sikep. Perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat suku samin dikenal dengan nama pasuitan. Tradisi ini sama dengan ijab kabul dalam agama islam, di mana pihak laki-laki akan bertanya kepada pihak perempuan dan disaksikan oleh keluarga dan para saksi sehingga hubungan mereka sudah sah.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari tulisan Taufiq dan Kuncoro (2018) mengatakan jika pasangan sudah mengikuti adat pasuitan maka dianggap mereka telah menjadi pasangan suami istri yang sah. Setelah dilakukan pasuitan, maka laki-laki dan perempuan hidup dalam satu rumah layaknya suami istri. Tradisi ini dijalankan oleh masyarakat yang tinggal di Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati.

Pandangan orang samin terhadap lingkungan

Masyarakat Suku Samin sangat peduli dan memperhatikan lingkungan hidupnya. Mereka percaya bahwa hidup mereka sangat tergantung pada lingkungan. Bahkan mereka mempunyai kepercayaan bahwa bumi sebagai tempat perlindungan seperti hakikatnya seorang ibu yang melindungi dan mencukupi kehidupan mereka. Orang Samin memenuhi sandang kalih mangan, pakaian dan makanan dari hasil bumi.
Suku Samin menjadi petani karena rasa hormat mereka kepada bumi. Bahkan berdasarkan penelitian Jumari (2012), orang Samin mengatakan bahwa menjadi petani adalah pekerjaan yang mulia. Selain itu, karena ketergantungannya terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati, masyarakat samin sangat menghargai tumbuhan. Mereka memiliki pengetahuan turun temurun tentang tumbuhan atau keanekaragaman hayati yang penting dalam mendukung kehidupan mereka.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari penelitian Jumari (2012), orang Samin mengenal sebanyak 235 jenis tumbuhan pangan, 74 jenis tumbuhan obat, dan berbagai tumbuhan lain yang digunakan sebagai obat, bahan bangunan, kerajinan, kayu bakar, pakan ternak, bahan serat dan tali, racun ikan, pengendali hama dan tanaman hias.
Menurut Arybowo (2009), orang Samin memiliki falsafah khusus dalam memanfaatkan tumbuhan, yaitu mereka percaya bahwa air harus diminum bersama, tanah dimiliki bersama, dan daun dimanfaatkan bersama. Orang Samin memaknai kata-kata tersebut dengan sangat bijak, dimana mereka harus menjaga dan memanfaatkan hasil bumi secara bijaksana dan berkelanjutan.

Pakaian orang Samin

Pakaian khas orang Samin sangat sederhana, tidak boleh menyamai atau meniru pakaian yang bukan orang sedulur sikep atau orang luar samin. Mereka percaya bahwa apa yang mereka gunakan menandakan bahwa mereka telah memahami. Misalnya penggunaan udeng atau ikat kepala, yang berarti mereka sudah memahami dengan apa yang mereka gunakan. Sedangkan terkait warna pakaian, tidak ada aturan harus hitam, tetapi karena kebetulan warna yang disukai adalah warna hitam.
ADVERTISEMENT
(Winarni-Prahum BRIN)