Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Potensi Wisata Forest Bathing untuk Terapi Kesehatan Mental di Pulau Belitung
6 September 2023 5:32 WIB
Tulisan dari Windra Priawandiputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat di perkotaan saat ini sudah mulai kembali dalam kesibukan pekerjaannya secara luring pasca pandemi COVID-19. Rutinitas pekerjaan dalam keseharian masyarakat yang menyebabkan hilangnya kesempatan berinteraksi dengan lingkungan alam dapat menimbulkan masalah kesehatan mental utamanya stress, depresi ataupun gangguan kecemasan. Kesehatan mental di masyarakat perkotaan ini tanpa disadari semakin lama semakin meningkat, sehingga dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Salah satu cara mengurangi resiko serangan mental adalah dengan banyak berinteraksi dengan alam yang alami dan asri. Namun, sayangnya lingkungan perkotaan lebih banyak terpapar dengan polusi.

Di sisi lain, Indonesia merupakan negara yang mempunyai hutan alami yang terdapat di pulau besar maupun di pulau-pulau kecil. Hutan-hutan yang ada di Indonesia selalu tampak hijau yang menandakan tidak ada musim gugur di hutan. Ketersediaan lingkungan alam berupa hutan dapat menjadi wisata terapi kesehatan mental dengan menurunkan resiko penyakit non degeneratif.
ADVERTISEMENT
Forest bathing dan manfaatnya
Kegiatan berinteraksi dengan lingkungan hutan untuk mengatasi kesehatan mental dan penyakit non degeneratif telah lama dikenal di Jepang dengan nama Shinrin-Yoku ('Shinrin': hutan dan 'Yoku': mandi). Forest bathing atau mandi hutan merupakan praktik penghilang stress di hutan. Istilah forest bathing pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Qing Li tahun 1982, pada bukunya yang berjudul “Shinrin-Yoku: The Art and Science of Forest Bathing”. Sejak ada buku ini, maka Dr. Qing Li terlibat dalam program Kesehatan Nasional Jepang melalui Badan Kehutanan Jepang. Program Shirin-Yoku melatarbelakangi berdirinya Japanese Society of Forest Therapy yang merupakan program Kerjasama antara Kementerian Kesehatan, Pertanian dan Kehutanan Jepang untuk alternatif terapi kesehatan. Istilah forest bathing masih asing di Indonesia, walaupun sebenarnya secara tidak disadari telah banyak orang Indonesia mempraktikkan hal ini. Ada sebagian orang yang berlibur mengunjungi wisata alam terbuka, bahkan bermalam disana untuk mengatasi rasa jenuh dan stress karena rutinitas pekerjaan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Forest bathing merupakan proses relaksasi untuk bersikap tenang dan hening di antara pepohonan, menikmati suara (desiran angin, gesekan daun dan ranting, kicauan burung, gemericik aliran air), aroma alam hutan sambil menarik napas dalam-dalam. Dengan cara ini dapat membantu orang menghilangkan stres serta meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan dengan cara yang alami. Kegiatan harus mengaktifkan semua panca indera agar dapat merasakan, menikmati dan menghayati suasana, suara dan aroma hutan seperti aktivitas yoga, meditasi, jalan, dan aktivitas rekreasi lainnya.
Berdasarkan penelitian, forest bathing ini terbukti baik untuk kesehatan fisik dan mental seperti berikut;
1. Menurunkan stress. Yoshifumi Miyazaki, seorang profesor di Universitas Chiba di Jepang, telah meneliti manfaat forest bathing sejak tahun 2004 dan menemukan bahwa jalan-jalan santai di hutan menyebabkan penurunan hormon stress (kortisol) sebesar 12,4 % dibandingkan dengan jalan-jalan di perkotaan. Hal yang sama juga diteliti oleh Yoku Tsunetsugu pada tahun 2009 yang menunjukkan terjadi penurunan kortisol sebesar 25% setelah partisipan melakukan aktivitas forest bathing. Selain itu, suasana hati partisipan lebih baik dan kecemasan yang lebih rendah.
ADVERTISEMENT
2. Meningkatkan suasana hati. Hasil penelitian dari Universitas Derby, Inggris menyimpulkan bahwa bila interaksi dengan alam terbuka akan berkaitan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan mental. Selain itu, menghabiskan waktu di alam akan melepaskan hormon yang berhubungan dengan ketenangan dan menghindari ancaman.
3. Membebaskan kreativitas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh David Strayer, seorang profesor psikologi di Universitas Utah, telah terjadi peningkatan dalam pemecahan masalah secara kreatif setelah tiga hari berada di alam tanpa semua akses dengan teknologi modern sebesar 50%.
4. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Pepohonan dan tumbuhan mengeluarkan senyawa phytoncides (fitonsida) yang kita hirup ketika kita berada di hutan. Phytoncides merupakan minyak esensial yang berfungsi melindungi tanaman dan pohon dari serangga dan patogen. Sifat antimikroba tersebut dapat memengaruhi kekebalan tubuh. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Qing Li, (penemu shinrin-yoku asal Jepang) bahwa terjadi peningkatan aktivitas sel Pembunuh Alami (natural killer cells) dalam darah yang membantu tubuh kita melawan penyakit termasuk kanker.
ADVERTISEMENT
5. Mengurangi tekanan darah tinggi. Forest bathing telah terbukti menurunkan tekanan darah. Sebuah studi yang dilakukan di Jepang terhadap 732 partisipan menunjukkan bahwa tingkat tekanan darah peserta yang mengikuti aktivitas ini lebih rendah dibandingkan yang berada di lingkungan non-hutan (urban). Perubahan tekanan darah ini bahkan berlanjut hingga beberapa hari pasca mengikuti aktivitas forest bathing yang berdampak pada kebugaran partisipan.
Beberapa negara telah menentukan lokasi-lokasi untuk aktivitas forest bathing. Di Jepang sendiri terdapat 61 hutan yang tersertifikasi untuk Forest Therapy berdasarkan kriteria dari Forest Therapy Society. Salah satu rekomendasi bintang dua Forest Therapy di Jepang adalah Hutan Shinano Machi, Nagano, Jepang. Berdasarkan National Geographic, negara lainnya juga memiliki lokasi untuk forest bathing seperti Costa Rica di Sentir Natural, New Zealand di Waipoua Forest, Amerika Serikat di Forest Bathing Hawaii dan Wild Centre, dan Kenya di Kitich Forest Camp.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Indonesia yang mempunyai ragam hutan maupun gunung yang tersebar di berbagai kepulauan. Namun, belum ada yang tersertifikasi untuk aktivitas forest bathing. Berdasarkan penelusuran, salah satu lokasi potensial yang dapat digunakan untuk forest bathing ada di hutan atau alam terbuka di Pulau Belitung.
Forest Bathing di Pulau Belitung
Pulau Belitung selama ini telah dikenal dengan potensi pantai dan pulau-pulau kecil untuk wisata. Di sisi lain, Pulau Belitung masih punya potensi kekayaan alam lain yang belum dimunculkan untuk wisata. Salah satu kekayaan alam Pulau Belitung ialah hutan alam dataran rendah. Salah satu hutan alam yang telah dikelola dengan baik sebagai lokasi wisata dengan mempertahankan keaslian lingkungannya yaitu Bukit Peramun dan Gunung Kubing. Lokasi ini cocok dan dapat dijadikan lokasi untuk aktivitas forest bathing.
ADVERTISEMENT
Bukit Peramun
Bukit Peramun terletak di desa Air Selumar, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung pada ketinggian 129 m dpl. Lokasi ini sudah menjadi ekowisata dengan jenis wisata minat khususnya dalam melihat tarsius di alam terbuka. Namun di luar hal tersebut, pemandangan hutan alam yang dapat dilihat dari ketinggian bukit peramun dengan bermeditasi menduduki batu granit yang besar dapat menjadi aktivitas yang sangat pas untuk forest bathing. Dari puncak Bukit Peramun dapat dilihat keindahan hutan alam, Laut Cina Selatan dan pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Belitung. Perjalanan menuju bukit peramun tersebut dapat dinikmati dengan merasakan asrinya hutan peramun yang alami dengan kombinasi batuan granit.
Gunung Kubing
Gunung Kubing (ketinggian 325 mdpl) adalah tempat wisata yang tepat untuk penyuka kegiatan petualangan. Kawasan gunung berpadu dengan hutan menjadikan suasana di sini terasa sejuk dan asri, sehingga bisa menghirup udara yang segar. Selain hutan yang lebat, di Gunung Kubing dapat dijumpai air terjun dengan air yang jernih. Di sini juga ada sungai yang mengalir dengan bagian hulu-nya yang berlubang dan terisi air hingga tercipta semacam kolam yang dapat digunakan untuk berendam. Aktivitas yoga dan meditasi pada sisi kolam dapat dilakukan di tempat ini untuk terapi. Dengan semua sajian lokasi yang ada di Gunung Kubing, maka gunung kubing bisa disebut sebagai spot relaksasi yang sesuai untuk forest bathing.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan observasi kegiatan UK-Indonesian Consorsium for Interdiciplinary Sciences (UKICIS), tim dari Departemen Biologi, FMIPA, IPB meninjau bahwa kedua lokasi tersebut sudah dapat memenuhi setidaknya kriteria kondisi alam dan sosial seperti 1) Optimalisasi Penggunaan Panca Indra, 2) Fasilitas dan Lingkungan, serta 3) Kondisi dan Akses Geografi. Kedua lokasi tersebut setidaknya sudah memiliki forest therapy road serta lingkungan alami yang dijaga dan dikelola dengan baik. Akses di dua lokasi juga cukup mudah bagi masyarakat. Namun, kriteria lainnya perlu untuk disiapkan dan ditingkatkan yaitu kondisi akomodasi dan hasil ekspiremantal Kesehatan.
Bila hutan-hutan di Pulau Belitung digunakan sebagai lokasi untuk wisata kesehatan dengan konsep forest bathing, maka kondisi akomodasi seperti beberapa sarana dan prasarana perlu disiapkan agar aman dan nyaman untuk pengunjung. Sarana yang perlu disiapkan oleh komunitas setempat dan didampingi oleh pemerintah daerah ialah jalur trekking yang aman, toilet, saung atau tempat untuk relaksasi. Selain itu, diperlukan penginapan yang memadai untuk partisipan agar dapat berisirahat saat malam dengan nyaman. Paket aktivitas forest bathing ini dapat digabungkan dengan budaya lokal, seperti makan bedulang dengan menu utama ikan lokal, minuman herbal yang berasal dari tumbuhan lokal, sajian tarian lokal untuk hiburan malam hari sebelum beristirahat.
ADVERTISEMENT
Jika fasilitas-fasilitas tersebut telah tersedia di lokasi yang ditetapkan, maka pelaku usaha pariwisata dapat membuat paket wisata eksklusif khusus untuk kesehatan yang dapat dipromosikan ke luar negeri. Forest bathing merupakan wisata sekaligus untuk terapi kesehatan, maka diperlukan eksperimental Kesehatan yang dikerjasamakan dengan dinas kesehatan melalui puskesmas setempat untuk memantau kesehatan pastisipan saat sebelum dan sesudah partisipan melakukan aktivitas forest bathing. Bila hal ini dapat terwujud, maka wisata di Pulau Belitung tidah hanya dikenal dengan wisata Pantai dengan batuan granit, tetapi juga dikenal dengan wisata untuk terapi kesehatan.
Penulis
Triadiati
Windra Priawandiputra