Konten dari Pengguna

Berdamai dengan Anxiety

Wirda Humaira Yahya
Mahasiswa jurusan Sastra Inggris UIN Sunan Gunung Djati Bandung
25 Agustus 2023 19:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wirda Humaira Yahya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustration of anxiety (source: pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Illustration of anxiety (source: pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Kalian yang pernah mengalami anxiety atau kecemasan pasti tahu bahwa hal tersebut cukup mengganggu keseharian. Kecemasan dapat membuat seseorang merasa tidak percaya diri dan tidak nyaman. Lalu, apa itu kecemasan? Kecemasan adalah rasa takut yang berlebihan terhadap sesuatu yang belum tentu terjadi sehubungan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini biasa ditandai dengan gejala seperti jantung yang berdebar-debar, keringat berlebih, napas yang begitu cepat, dan tubuh yang kelelahan.
ADVERTISEMENT
Kecemasan merupakan kondisi yang wajar dan bersifat normal yang sering kali dialami oleh sebagian besar manusia sebagai bentuk antisipasi terhadap suatu ancaman yang menegangkan, misalnya ketika berbicara di depan umum takut akan ditertawakan, ketika mengerjakan ujian takut akan gagal, ataupun ketika melewati tempat yang gelap takut akan adanya perampok atau hantu.
Jadi, merupakan hal yang wajar jika kecemasan itu ada pemicunya. Namun, jika frekuensi kecemasan begitu besar, misalnya terjadi setiap hari dan tak kunjung mereda hingga mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari maka itu sudah terindikasi ke dalam gangguan kecemasan. Jika sudah termasuk ke dalam kategori ini penderitanya harus lebih aware atau sadar terhadap diri sendiri dengan bercerita ke teman atau bahkan ke profesional.
ADVERTISEMENT

Apakah kecemasan bisa dihilangkan?

Seperti penjelasan sebelumnya, kecemasan merupakan bentuk antisipasi terhadap berbagai ancaman. Jika seseorang tidak memiliki kecemasan berarti orang tersebut tidak memiliki rasa takut atau kekhawatiran. Hal ini dapat menyebabkan seseorang menyepelekan segala sesuatu karena mereka tidak memiliki persiapan untuk mengantisipasi banyak hal. Mereka mungkin tidak bisa bekerja dengan maksimal terhadap kewajibannya dan tidak tahu apa yang harus mereka perbaiki.
Misalnya saat sedang mengerjakan ujian, mereka akan berpikir untuk menyelesaikan semampu mereka tidak perlu memusingkan persiapan seperti belajar, toh mereka juga tak takut akan kegagalan. Jadi bisa dibilang mustahil jika kecemasan itu bisa hilang, tetapi bisa diturunkan intensitasnya ke batas rendah. Seseorang yang telah didiagnosis memiliki gangguan kecemasan yang intensitasnya tinggi juga memiliki kesempatan untuk pulih ke dalam batasan yang normal. Mereka masih bisa mengelolanya dengan berdamai dengan kecemasan itu sendiri. Intinya, manusia memang wajar jika hidup berdampingan dengan kecemasan.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar orang yang mengalami kecemasan biasanya pasti ada pemicunya. Kebanyakan dari mereka menginginkan kesempurnaan. Padahal kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa. Misalnya ketika tampil di depan umum tidak boleh ada kesalahan sama sekali atau ketika mengikuti ujian masuk perguruan tinggi tidak boleh gagal.
Mereka selalu menuntut diri yang berlebihan terhadap ekspektasi tinggi yang mereka buat sehingga mereka terlalu waspada dengan mengontrol diri mereka supaya maksimal, tetapi akhirnya malah mengecewakan. Jadi, kita perlu belajar untuk menerima dan melepaskan apa pun hasil dari apa yang kita dapat, seperti kata pepatah “hasil tidak akan mengkhianati usaha.” Hal itu dapat membuat kita merasa lebih baik dan lebih nyaman terhadap diri sendiri. Bukan kecemasan yang mengendalikan kita tetapi kita yang harus mengendalikan kecemasan itu.
ADVERTISEMENT

Bagaimana cara berdamai dengan kecemasan?

A person with anxiety (source: pexels.com)
Janganlah berusaha untuk menyangkal bahwa kita tidak boleh memiliki rasa cemas. Semakin kita menyangkal hal tersebut, semakin kecemasan itu datang dan tertanam di dalam diri kita. Kita perlu untuk open minded atau berpikir terbuka bahwa tidak apa-apa untuk cemas, memiliki rasa cemas bukan berarti termasuk gangguan yang berat atau aneh.
Kecemasan bukanlah sesuatu yang harus disangkal, ditolak, dan dihindari, tetapi harus diterima. Manusia mengalami pertumbuhan, selama perjalanan hidup dari kecil hingga saat ini kita pasti pernah berhadapan dengan kecemasan dan dulunya kita pernah melewati itu. Yakinlah kepada diri sendiri bahwa kita bisa mengelola dan melewati rasa cemas itu.
Ketika mengalami kecemasan, ukurlah dengan skala angka untuk melihat seberapa tingggi tingkat kecemasan itu. Jika masih tergolong rendah, berarti cukup yakinkan diri sendiri bahwa kita bisa mengelolanya. Namun, jika sudah masuk ke dalam golongan yang tinggi maka kita boleh untuk mengambil jeda, mengatur napas, dan berlatih mindfulness.
ADVERTISEMENT
Mindfulness merupakan terapi untuk menenangkan tubuh dengan hanya memusatkan pikiran terhadap suatu hal. Hal ini bertujuan agar seseorang sadar akan kondisinya saat ini dan menyelaraskan pikiran juga tindakan. Jadi, tidak perlu memikirkan hal-hal yang jauh ke depan dan belum tentu terjadi. Kebanyakan orang yang merasa cemas karena fisiknya masih ada pada saat ini sementara pikirannya sudah jauh ke depan. Padahal apa yang mereka cemaskan sebenarnya tidak terjadi, dan kalaupun terjadi juga tidak separah yang telah dipikirkan sebelumnya.
Sementara itu, indikator yang menunjukkan bahwa kita harus pergi ke profesional dilihat dari peran dan fungsi dalam kewajiban sehari-hari. Misalnya seorang pelajar/mahasiswa yang memiliki kecemasan tetapi mereka masih sadar akan peran dan fungsinya untuk belajar dan masih termotivasi untuk bersekolah/berkuliah, itu artinya mereka masih dalam keadaan baik-baik saja.
ADVERTISEMENT
Namun, jika sudah mulai terganggu, seperti sering bolos, menghindari teman dan guru/dosen, tidak termotivasi untuk kuliah, itu berarti sudah terganggu peran dan fungsinya. Maka saat itu perlu untuk pergi ke profesional, seperti psikolog atau psikiater.