Jual-Beli Predikat WTP Rusak Tata Kelola Keuangan Negara

28 Mei 2017 14:41 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
OTT Pejabat BPK dan Kemendes PDTT (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
OTT Pejabat BPK dan Kemendes PDTT (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)
Praktik suap-menyuap untuk mendapatkan penilaian positif dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dinilai Komisi III DPR merusak tata kelola keuangan negara. Imbasnya, hasil pemeriksaan dan penilaian BPK berpotensi menyesatkan.
ADVERTISEMENT
"Praktik seperti itu pun memberi gambaran bahwa korupsi berjemaah di negara ini dilakukan secara sistematis, dan bisa ditutup-tutupi secara sistematis berkat tipu muslihat para auditor," kata Ketua Komisi III Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Minggu (28/5).
Komisi III DPR , lanjut Bambang, mendesak pemerintah memberi perhatian khusus pada kasus dugaan suap untuk mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tersebut. Seperti diketahui, laporan keuangan tahun 2016 Kemendes PDTT mendapatkan predikat WTP dari BPK.
"Namun, karena ada praktik suap untuk mendapatkan predikat itu, kesimpulan yang bisa dimunculkan adalah hasil pemeriksaan dan penilaian BPK terhadap Kemendes PDTT manipulatif atau tidak jujur. Dan, predikat WTP itu menyesatkan karena merusak tata kelola keuangan negara. Berarti, ada praktik jual-beli predikat hasil pemeriksaan BPK," bebernya.
ADVERTISEMENT
"Kalau auditor BPK manipulatif karena menerima uang suap, laporan hasil pemeriksaan pun pasti tidak jujur atau sarat kebohongan. Akibatnya, gambaran tentang tata kelola keuangan negara menjadi amburadul, karena benar-salah atau untung-rugi menjadi sulit ditelusuri," sambung dia.
Bambang menambahkan, suap untuk mendapatkan predikat WTP dari BPK adalah modus pelaku suap untuk menutup-nutupi suatu tindakan penyimpangan atau korupsi anggaran. Ini adalah model lain dari praktik korupsi berjemaah. Kalau modus ini tidak dihentikan, korupsi di negara ini akan sangat sulit diperangi.
"Sebab, korupsi berjemaah ternyata dilakukan secara sistematis, dan bisa ditutup-tutupi secara sistematis pula peran dan tipu muslihat para auditor BPK. Bukan tidak mungkin modus pemeriksaan dan penilaian seperti pada kasus Kemendes PDTT juga terjadi di kementerian/lembaga lain," tutup dia.
ADVERTISEMENT
Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan pihak dari Kemendes, yaitu Irjen Kemendes Sugito memang mendatangi auditor utama BPK, Rochmadi Saptogiri meminta tolong menaikkan status Kemendes dari WDP (Wajar Dengan Pengecualian) menjadi WTP.
"Jadi pengin naik dari WDP jadi WTP. 'Tolong dibantu. Nanti ada sesuatu'. Irjennya ngomong gitu," ujar Agus di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5).
"Pertemuan terjadi antara eselon 1 Kemendes dan BPK," tuturnya.
Bambang Soesatyo, anggota DPR dari Partai Golkar. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bambang Soesatyo, anggota DPR dari Partai Golkar. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)