Tahun Ajaran Baru dan 8 Jam Belajar di Sekolah

3 Mei 2017 7:50 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Anak SD berlarian di halaman sekolah mereka (Foto: ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)
zoom-in-whitePerbesar
Anak SD berlarian di halaman sekolah mereka (Foto: ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)
Tahun ajaran baru 2017/2018 sudah di depan mata. Orang tua yang hendak menyekolahkan anaknya Juli nanti telah mulai sibuk menyiapkan yang terbaik untuk pendidikan anaknya.
ADVERTISEMENT
Ada hal baru yang bakal diterapkan mulai tahun ajaran 2017/2018, yakni 8 jam belajar di sekolah. Langkah tersebut, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, ialah bagian dari reformasi pendidikan
“Mulai tahun ajaran baru nanti, guru-guru harus 8 jam berada di sekolah,” kata Muhadjir di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, seperti dilansir Antara, Selasa (2/5).
Kegiatan belajar mengajar di sekolah harus diselenggarakan minimum 8 jam dalam sehari, namun ditiadakan pada Sabtu dan Minggu.
Pada akhir pekan Sabtu-Minggu itu, sekolah tak boleh menggelar kegiatan belajar mengajar, namun boleh melangsungkan kegiatan-kegiatan tambahan atau ekstra kurikuler seperti Pramuka dan lain-lain.
“Bahkan, saya cenderung (ingin) mata pelajaran SD dan SMP dikurangi. Jadi jumlah mata pelajaran dikurangi, tetapi jumlah kegiatannya semakin banyak,” kata mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.
Murid dan guru sekolah terpal. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Murid dan guru sekolah terpal. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Muhadjir meminta guru untuk kreatif mengembangkan metode guna membangkitkan aktivitas, minat, dan semangat belajar belajar. Ia mencontohkan, kalau dalam sehari ada tiga pelajaran yang masing-masing berlangsung 45 menit, maka dua pelajaran digunakan untuk belajar, dan sisanya untuk kegiatan lain seperti membaca buku.
ADVERTISEMENT
Model kreatif dari guru, misalnya, tak terlalu banyak menekankan penjelasan monolog atau “ceramah” dari guru ke murid.
“Kalau pelajaran banyak gurunya yang ceramah, yang pintar gurunya, bukan muridnya. Paling enggak gurunya pintar ceramah. Kalau mau ceramah, di pengajian saja --di masjid, di gereja. Tetapi untuk di sekolah, guru tidak diridai kalau banyak ceramah,” ucap Muhadjir.
Siswa Sekolah Dasar. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Siswa Sekolah Dasar. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Bahkan jika guru merasa perlu melakukan kegiatan di luar ruang seperti mengunjungi museum, perpustakaan, atau pasar untuk menunjang pembelajaran, ujar Muhadjir, boleh saja mata pelajaran hari itu ditangguhkan ke hari berikutnya agar murid bisa fokus pada kegiatan kunjungan di lokasi-lokasi tertentu.
“Jadi sekolah harus dibikin luwes, fleksibel, tidak boleh kaku. Pelajaran juga tidak boleh terjadwal secara kaku karena yang terpenting: sesuai dengan kebutuhan atau tujuan yang dicapai dalam proses belajar mengajar itu,” kata Muhadjir.
ADVERTISEMENT
Ia berpesan, tak boleh dilupakan pula amanat Presiden dalam Nawa Cita, yakni porsi materi pendidikan dibagi menjadi 70 persen karakter dan 30 persen ilmu pengetahuan untuk siswa SD, dan 60 persen karater dan 40 persen ilmu pengetahuan bagi murid SMP.
Jadi para ibu, sebelum mendaftarkan putra-putri anda ke sekolah, jangan lupa cek apakah semua itu telah diterapkan oleh sekolah terkait.
Selamat memilih sekolah!
[Baca juga: ]
Mendikbud Muhadjir Effendy pakai baju adat Jawa. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mendikbud Muhadjir Effendy pakai baju adat Jawa. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)