Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Mahalnya Pilkada di Tengah Pandemi
21 Desember 2020 23:06 WIB
Tulisan dari Esmasari Widyaningtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Istimewa! Sepertinya itulah kata yang tepat untuk menggambarkan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun ini.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tidak? Pilkada yang dipaksakan terlaksana ditengah pandemi membuat pemerintah, para kandidat yang berlaga, lembaga dan para petugas penyelenggara Pilkada hingga masyarakat harus beradaptasi dengan semua kebiasaan baru.
Tidak ada lagi riuh kampanye akbar seperti tahun sebelumnya. Kalaupun ada, sudah pasti langsung kena semprit dan dirundung habis-habisan di media sosial. Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun sempat mendapat protes karena terkesan memaksakan pelaksanan Pilkada serentak tahun ini.
Banyak yang khawatir, pelaksanaan Pilkada bakal memancing kerumunan warga sehingga menimbulkan klaster penularan baru. Namun KPU dan pemerintah bergeming. Pilkada diputuskan tetap dilaksanakan.
“Kita tidak pernah tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Sementara tahun ini ada banyak kepala daerah yang sudah habis masa jabatannya. Tentu tidak bijak kalau kepala daerah harus terus menerus dijabat oleh pelaksana tugas sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Kalau itu terjadi, roda pemerintahan di daerah akan terganggu,” jelas Ketua KPU Solo, Nurul Sutarti saat mengisi kelas Jurnalisme Warga, Program Respect-PPMN di Solo pertengahan Oktober 2020 silam.
ADVERTISEMENT
Setahun lalu, rasanya sulit membayangkan pelaksaan Pilkada dalam situasi setenang ini. Tidak ada keriuhan konvoi, tak ada pertemuan akbar yang intens.
Kampanye mulai dilaksanakan secara virtual, memanfaatkan berbagai platform media sosial yang dulu jarang dilirik oleh para kandidat. KPU pun melakukan berbagai modifikasi pelaksanaan pemilihan.
Ada prosedur protokol kesehatan yang ketat. Proses pemilihan dibagi menjadi beberapa tahap agar tak menimbulkan kerumunan antrian. Setiap pemilih harus mencuci tangan, wajib mengenakan masker, pengecekan suhu tubuh dan diberi sarung tangan plastik saat mencoblos.
Pengalaman Tak Terlupakan
Memilih kepala daerah ditengah pandemi jadi pengalamna tak terlupakan yang mungkin bakal terus terkenang.
Barangkali itu yang dirasakan oleh Bambang Mintosih. Wakil Ketua Persatuan Hotel Seluruh Indonesia (PHRI) Jateng yang akrab disapa Pak Benk ini dikonfirmasi positif COVID-19 sehingga harus melaksanakan pencoblosan di ruang isolasi Rumah Sakit (RS) Kasih Ibu Surakarta.
Menurut Pak Benk, dirinya mulai dirawat di ruang isolasi pada tanggal 3 hingga 14 Desember 2020. Kendati begitu, dia tetap antusias menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada tahun ini.
ADVERTISEMENT
“Motivasi saya hanya ingin menjadi warga negara yang baik dengan memanfaatkan hak pilih. Apalagi saya sudah punya kandidat pilihan yang saya yakini bisa membawa Solo lebih maju lagi,” katanya saat diwawancara melalui aplikasi obrolan, Senin, 21 Desember 2020.
Diceritakan Pak Benk sejak hari kedua dirawat di ruang isolasi, dirinya sudah menanyakan ke pihak rumah sakit tentang cara mencoblos di sana. “Hari kedua dirawat, saya sudah tanya bisa nggak memfasilitasi pasien yang ingin mencoblos. Keesokan harinya ada konfirmasi dari petugas pemilu bahwa nanti TPS (tempat pemungutan suara) Keliling.”
Setelah dipastikan, Pak Benk segera menyiapkan persyaratan berupa surat undangan dari TPS asal di Serengan. Namun, selang sehari jelang pelaksanaan pemilihan, ia diberi tahu bahwa persyaratan yang disiapkan kurang. Ia harus menyertakan formulir C5 untuk pindah pemilih yang dikeluarkan oleh kelurahan.
ADVERTISEMENT
“Pemberitahuan harus melengkapi C5 ini mendadak sekali karena saya baru tahun tanggal 8 Desember 2020, jam sembilan malam. Untung KPPS di kampung saya mau membantu menyiapkan dan mengurus sampai kelurahan,” tutur dia.
Formulir C5 yang ia butuhkan pun langsung diantar ke rumah sakit melalui layanan jasa pengiriman ojek online. Akhirnya, tanggal 9 Desember 2020 sekitar pukul 11.00 WIB, seorang petugas TPS yang didampingi perawat masuk ke ruang isolasi yang ditempati Pak Benk dengan memakai alat pelindung diri (APD) lengkap dan masker ganda.
Sebelum para petugas masuk ke ruang isolasi, ruangan itu disemprot desinfektan terlebih dulu. “Saya lega sekali akhirnya bisa menunaikan kewajiban sebagai warga negara yang baik,” katanya.
Di sisi lain, kendati sempat menimbulkan kekhawatiran, sejumlah warga tetap antusias memanfaatkan hak pilihnya.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dilakukan oleh Iffah Ipeh warga Pajang, Laweyan. Sebelumnya ibu dua anak ini mengaku sempat khawatir untuk datang ke TPS karena adanya kabar tentang peningkatan jumlah penderita COVID-19 di Solo. “Tapi saya putuskan untuk tetap ikut nyoblos karena ingin ikut menentukan pilihan. Semoga walikota terpilih nanti bisa melaksanakan tugas dengan baik dan tak lupa dengan janji saat kampanye,” ucap dia.
Ditambahkan Iffah, protokol kesehatan di TPS yang ia datangi cukup ketat. Suasananya juga lengang, tidak ada antrian. Menurut Iffah, ia bisa langsung melakukan pencoblosan tak lama setelah datang ke TPS.
Tak jauh berbeda, pengalaman serupa juga dirasakan oleh Hana warga Pasar Kliwon. Menurut Hana dirinya sama sekali tak ragu ikut memilih karena yakin dengan protokol kesehatan di TPS. “Saat sampai ke TPS langsung cuci tangan dengan sabun, dikeringkan, lalu pakai hand sanitizer. Setelah di cek suhu, pemilih langsung diberi sarung tangan. Kursi tunggunya juga berjarak,” jelas dia.
ADVERTISEMENT
Walau demikian, KPU Solo mencatat adanya penurunan tingkat partisipasi pemilih di Solo. Seperti dikutip dari solopos.com, tingkat partisipasi Pilkada Solo 2020 merupakan yang terendah sejak 2005. Hanya sebesar 70,52%, lebih rendah dari target partisipasi yang ditetapkan KPU Solo yaitu 77,5%.
--Tulisan ini karya gabungan JW Solo bersama program Respect - PPMN--