Konten dari Pengguna

Masa depan Raja Ampat, Antara Warisan Dunia dan Hasrat Industri

Wiwiet Isnaini
saat ini sedang menempuh S1 sebagai mahasiswa Hukum Tata Negara di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17 Juni 2025 13:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Masa depan Raja Ampat, Antara Warisan Dunia dan Hasrat Industri
Pertambangan Nikel yang terjadi di Raja Ampat menuai kritik karna menimbulkan kerusakan alam dikawasan Geo Park yang dilindungi negara
Wiwiet Isnaini
Tulisan dari Wiwiet Isnaini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Keindahan Surgawi Raja Ampat yang harus dilindungi sumber: https://www.pexels.com/photo/tropical-islands-in-the-ocean-18619494/
zoom-in-whitePerbesar
Keindahan Surgawi Raja Ampat yang harus dilindungi sumber: https://www.pexels.com/photo/tropical-islands-in-the-ocean-18619494/
ADVERTISEMENT
Penetapan Raja Ampat sebagai Global Geopark oleh UNESCO seharusnya menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia, bukan hanya sebagai pengakuan atas kekayaan alam, tetapi juga sebagai tanggung jawab global dalam menjaga kelestariannya. Raja Ampat, tempat yang dikunjungi karena keelokannya, sedang bertaruh melawan kemusnahan. Terasa begitu nyata, ketika dunia merayakan Raja Ampat sebagai surga ekologis, industri tambang justru mengikis jantung keindahan tersebut dengan kedok pembangunan dan rekontruksi alam. Kekayaan ekologi bak surga dunia telah terkikis oleh keserakahan industri. Pulau pulau berbaris simetris, hutan Mangrove yang permai, Laut Biru nan elok bagai lukisan, keindahan alam hayati yang lestari menjadi korban atas eksploitasi alam.
ADVERTISEMENT
Investigasi lembaga Auriga Nusantara dan laporan AP News membuka tabir kebenaran pahit yaitu ekspansi tambang nikel di pulau-pulau kecil Raja Ampat seperti Gag, Kawe, dan Manuran telah menimbulkan dampak ekologis yang mengkhawatirkan. Lumpur tambang, yang membawa partikel logam berat, bukan hanya merusak terumbu karang dan mencemari ekosistem, tetapi juga menghapus harapan masyarakat adat yang hidup selaras dengan alam. Ketika seorang nelayan berkata, “Kami tidak hanya kehilangan ikan, kami kehilangan harapan,” itu bukan sekadar ratapan, tapi kehampaan dan kekecewaan dari masyarakat yang terpinggirkan oleh kebijakan ototriter ekonomi eksploitatif.
Tambang yang beroperasi di kawasan lindung jelas melanggar prinsip perlindungan lingkungan. Faktanya, aktivitas ilegal ini telah berlangsung sejak lama. IUP dari beberapa perusahaan tambang nikel dikeluarkan jauh sebelum periode ini. Periode abu-abu seperti ini kerap dimanfaatkan oleh kepentingan korporasi dan ketidakjelasan regulasi. Lebih dari 500 hektar hutan tropis telah lenyap, meninggalkan luka ekologis yang mungkin tak dapat dipulihkan sepenuhnya.
ADVERTISEMENT
Kebijakan pemerintah melalui pencabutan izin terhadap empat perusahaan tambang memang layak diapresiasi. Itu adalah hasil konkrit dari tekanan publik, suara media, dan kekuatan kolektif warga digital melalui tagar #SaveRajaAmpat diberbagai platform media sosial. Hal ini membuktikan bahwa ketika suara rakyat bersatu, bahkan kekuasaan tertinggi sekalipun dapat diruntuhkan untuk bertindak benar. Dari sini bisa kita simpulkan pentingnya berfikir kritis atas polemik yang sedang terjadi di negara tercinta kita dan tegas menyuarakan aspirasi atas distorsi yang terjadi.
Namun, pengambilan keputusan untuk tetap mempertahankan PT Gag Nikel dengan alasan “legal” dan tidak masuk kawasan Geopark masih menyisakan tanda tanya besar. Legalitas tidak serta-merta menjadi legitimasi moral atau ekologis. Jika kerusakan lingkungan tetap terjadi, apakah pengawasan ketat benar-benar cukup sebagai jaminan? Sejarah panjang pengabaian reklamasi dan pengawasan tambang di Indonesia menunjukkan bahwa janji sering tak sejalan dengan praktik di lapangan. Mengakibatkan timbulnya sikap skeptisme masyarakat terhadap wakil rakyat.
ADVERTISEMENT
Raja Ampat bukan sekadar lanskap eksotis untuk brosur pariwisata. Ia adalah sumber oksigen, rumah bagi keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, dan ruang hidup bagi komunitas adat. Oleh sebab itu, perlindungan terhadap Raja Ampat tidak boleh semata-mata hanya sebagai simbolik ia harus konkret dalam bentuk penghentian eksploitasi, pemulihan ekosistem, dan penguatan hak masyarakat adat.
Sudah waktunya kita menyadari bahwa pembangunan sejati bukanlah soal menggali isi perut bumi, tetapi menjaga apa yang tersisa untuk generasi mendatang. Jangan sampai nama Raja Ampat hanya tinggal kenangan dalam laporan UNESCO, sementara isinya telah dijarah habis oleh keserakahan.