Hilang dan Pergi

Rafi Wijaya
Salah satu mahasiswa Program Studi Jurnalistik, Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
5 Mei 2021 17:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rafi Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Pexel.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Pexel.com
ADVERTISEMENT
Hujan badai menyelimuti langit cerah di pagi hari ini, hingga membuatku ragu untuk mengenakan pakaian kuliahku. Sudut kanan hingga kiri mataku penuh dengan tumpukan demi tumpukan gumpalan kapas gelap yang meyakinkan pagi ini tidak berkabar baik.
ADVERTISEMENT
Hari ini baru saja mendapat berita yang tidak baik, kehilangan sosok kerabat yang saling memahami. Perempuan dengan tatapan tegarnya dan rambut pendek menggantungnya, baru saja pergi memiliki kesibukan dan lingkungan barunya.
Belum lama kita kenal yang dimulai dengan sepotong pertemuan yang diganggu oleh keraguan. Tak penting namanya yang hanya teringat sebuah cerita yang saling memahami satu sama lain.
Aku mungkin menyukainya, sangat menyukainya, namun keraguan selalu muncul. Apakah dia mengetahuinya? Bahwa ada sosok laki-laki bodoh yang menyukainya. Seiring waktu berjalan kita menghabiskan waktu bersama, bertukar kabar hingga memahami satu sama lain.
Kita pernah bertemu dan bercakap cakap yang cenderung penuh dengan tawa hingga timbul sugesti mandiri dari kepala bahwa kita berdua memiliki banyak kecocokan.
ADVERTISEMENT
Kegiatan yang memiliki takar kesibukan yang besar memasuki hidupnya, namun tidak denganku. Saat itu pun pula kadar komunikasi kita memudar, entah apa yang terjadi. Seperti biasanya aku mencari kesalahanku dan ingin memperbaikinya.
Apa yang ia sedang lakukan? Bagaimana Kabarnya? Apa ia sedang baik baik saja?
Pertanyaan yang bergumam di kepalaku ini membuat ku sakit kepala. Tak ada keberanian yang muncul untuk menggenggam kembali komunikasi kita yang lama tak kunjung menyatu kembali.
Hingga semesta memberikan tanda yang serupa mengenai isi hati ini dengan muncul daftar lagu yang menyesuaikan suasana ini.
“Entah di mana dirimu berada
Hampa terasa hidupku tanpa dirimu
Apakah di sana selalu rindukan aku?
Seperti diriku yang selalu merindukanmu
ADVERTISEMENT
Selalu merindukanmu”
Benar sekali jika dibilang aku merindukannya, sudah lama sekali aku tidak menatap mata indahnya yang ditambah ia merupakan sosok yang sangat mengerti diriku.
Pagi hari ini aku mencoba menghubunginya, mencari keadaannya, mengharapkan kabar baiknya.
Bersyukur akan semesta yang amat baik, pula ia mengabarkan kabar baik. Namun, ia sedikit berbeda dari sosok perempuan yang sudah lama sekali ku kenal. Ia berbicara seperti layaknya kita tidak pernah kenal sebelumnya.
Bentuk dan warna percakapan yang ia lontarkan bukan sosok yang aku kenal, entah apa yang terjadi. Mungkin karena lingkungan barunya yang mengaduk-aduk menjadi perpaduan yang baru.
Langit sore yang muncul tanpa terlihat matahari yang terbenam seiring dengan rasa sakit yang terlahir. Ingin kembali kita bertemu, bercakap, saling bertanya, dan bertukar kabar. Berharap engkau selalu dalam keadaan yang baik-baik saja.
ADVERTISEMENT