Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Meningkatkan Daya Saing Ekspor Karet Indonesia di Tengah Tantangan Global
28 Desember 2024 18:49 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Wulan Septiani Shifaatul Ulya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Indonesia telah lama dikenal sebagai salah satu penghasil karet alam terbesar di dunia. Namun, kekuatan ini menghadapi tantangan yang makin kompleks dalam beberapa tahun terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor karet alam Indonesia pada Januari – September 2024 sebesar US$ 0,45 miliar. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan Januari – September 2023 dengan total nilai sebesar US$ 2,95 miliar. Angka ekspor karet alam Indonesia menunjukkan tren penurunan sejak berakhirnya era “boom komoditas” pada 2011-2012. Penurunan daya saing ekspor ini mencerminkan berbagai masalah struktural yang mendalam pada industri karet Indonesia, termasuk tren alih fungsi lahan, lemahnya produktivitas, dan beragam permasalahan tata kelola.
ADVERTISEMENT
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh industri karet Indonesia adalah alih fungsi lahan. Banyak petani produksi karet nasional kini beralih ke komoditas lain seperti kelapa sawit dan tebu yang dinilai memiliki nilai jual lebih tinggi. Keputusan ini didorong oleh harga komoditas karet yang terus melemah akibat oversupply global. Kondisi ini diperparah dengan fenomena “rubber boom” pada dekade 2000-an, yang diikuti oleh penurunan tajam harga karet ketika permintaan global mulai stagnan. Konversi lahan ini tidak hanya mengurangi luas area perkebunan karet, tetapi juga menurunkan tingkat produksi karet nasional, sehingga bahan baku bagi industri pengolahan karet makin sulit didapatkan. Tren alih fungsi lahan tidak hanya memengaruhi sektor hulu, tetapi juga melemahkan rantai pasok industri pengolahan karet. Tanpa intervensi yang signifikan, industri karet nasional berisiko kehilangan daya saingnya secara global.
ADVERTISEMENT
Selain tantangan alih fungsi lahan, masalah teknis juga turut berkontribusi pada menurunnya produktivitas karet di Indonesia. Salah satu masalah utama adalah kurangnya peremajaan tanaman karet. Sebagian besar perkebunan karet di Indonesia dikelola oleh petani kecil, yang sering kali terkendala oleh biaya tinggi untuk peremajaan pohon. Pohon-pohon tua ini menghasilkan getah dengan kualitas rendah, sehingga memengaruhi produktivitas dan kualitas karet secara keseluruhan. Selain itu, penyakit gugur daun yang hingga kini belum sepenuhnya teratasi turut memperburuk kondisi tanaman karet, membuat banyak petani makin enggan melanjutkan budidaya karet.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Salah satu solusi yang dapat diambil adalah pemberian subsidi atau bantuan pembiayaan kepada petani karet. Subsidi ini dapat digunakan untuk mendukung peremajaan tanaman karet, sehingga produktivitas dan kualitas getah dapat meningkat. Selain itu, kebijakan harga domestik yang lebih kompetitif juga diperlukan untuk mendorong minat petani dalam mempertahankan budidaya karet. Pengembangan varietas karet unggul yang tahan terhadap penyakit dan memiliki produktivitas tinggi perlu menjadi prioritas. Di sisi lain, pelatihan bagi petani tentang teknik budidaya yang lebih efisien dan ramah lingkungan dapat membantu meningkatkan hasil panen. Langkah-langkah ini tidak hanya akan mendukung keberlanjutan produksi karet, tetapi juga membantu Indonesia memenuhi standar kualitas yang makin ketat di pasar global.
ADVERTISEMENT
Dari sisi tata kelola, Indonesia dapat mencontoh Thailand, yang memiliki Rubber Authority of Thailand. Lembaga ini berperan dalam mengembangkan kebijakan strategis untuk mendukung pertumbuhan industri karet dan memastikan keberlanjutannya. Dengan mendirikan lembaga serupa, Indonesia dapat memperbaiki tata kelola industri karet secara keseluruhan, mulai dari riset dan inovasi hingga pemberian dukungan kepada petani. Kelembagaan semacam ini juga dapat menjadi penghubung antara pemerintah, petani, dan industri, sehingga berbagai permasalahan yang ada dapat ditangani secara lebih terintegrasi.
Tanpa langkah-langkah yang konkret, masa depan industri karet Indonesia terancam makin redup. Penurunan produksi karet tidak hanya akan mengurangi kontribusi Indonesia terhadap pasar global, tetapi juga menimbulkan dampak sosial ekonomi yang luas. Hilangnya lapangan pekerjaan di sektor perkebunan dan industri pengolahan karet dapat memicu masalah sosial, terutama di wilayah-wilayah yang bergantung pada sektor ini. Oleh karena itu, dukungan terhadap petani dan penguatan tata kelola industri karet harus menjadi prioritas nasional. Dengan kombinasi kebijakan yang tepat, dukungan terhadap petani, dan investasi dalam riset serta inovasi, Indonesia dapat kembali meningkatkan daya saing ekspor karetnya, sekaligus memastikan keberlanjutan industri ini pada masa depan.
ADVERTISEMENT
Sumber :