Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Sosok di Balik Pesona Taman Cyathea Kebun Raya Bali
11 Juli 2022 15:02 WIB
Tulisan dari Gd Wawan Setiadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari masih pagi, udara dingin terasa menyusup ke tubuh. Kabut tipis sisa hujan semalam masih menyelimuti hamparan hijau Kebun Raya Bali. Samar-samar terlihat sosok besar tak biasa dikejauhan.
ADVERTISEMENT
Sosok besar itu ternyata sebuah bangunan. Bentuknya menyerupai hewan purba dinosaurus. Ya, itu adalah sebuah bangunan untuk mengoleksi beragam jenis tumbuhan lumut dan likofita yang ada di Taman Cyathea.
Taman Cyathea adalah satu dari beberapa taman tematik koleksi tumbuhan Kebun Raya Bali. Taman ini dibangun untuk menyimpan koleksi hidup beragam jenis tumbuhan paku. Koleksi tumbuhan paku ditata dalam areal seluas 2 ha. Nama Taman Cyathea diambil dari nama marga tumbuhan paku yang mendominasi kawasan tersebut. Lebih dari 200 jenis tumbuhan paku menjadi koleksi yang berasal dari Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Sumatera dan Papua.
Tumbuhan paku memiliki variasi kelompok yang beragam, ada yang hidup ditanah (teresterial), menempel (epifit) dan di air.
ADVERTISEMENT
Paku pertama kali diketahui hidup pada 360-290 juta tahun yang lalu, 50 juta tahun sebelum mamalia pertama dan 300 juta tahun sebelum manusia. Tumbuhan paku primitif tidak mempunyai akar dan daun yang nyata, tetapi tumbuhan paku saat ini sudah memiliki akar, batang dan daun.
Sosok di Balik Taman Cyathea
Adalah I Dewa Putu Darma, sosok di balik penataan Taman Cyathea. Pria kelahiran Tabanan 61 silam, saat ini masih aktif sebagai peneliti. Bersama rekan sejawatnya ia menata taman yang dikhususkan untuk koleksi tumbuhan paku. Taman ini dilengkapi jalan setapak yang dibuat menggunakan batu-batu kecil yang disusun dengan motif menyerupai tunas paku muda yang menggulung.
Menurut Dewa Darma, susunan batu pada jalan setapak juga berfungsi untuk memijat telapak kaki. “Pengunjung dapat melepas alas kaki, merasakan pijatan sambil berkeliling melihat-lihat tumbuhan paku yang ada di taman,” ungkapnya. Jalan setapak dibuat melingkar dengan mengikuti kontur, sesekali pengunjung diajak untuk menanjak dan menuruni lereng.
ADVERTISEMENT
Penataan Taman Cyathea dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona penerimaan, zona koleksi outdoor dan zona koleksi indoor. Pemeliharaan jenis paku dan lumut yang habitatnya indoor ditempatkan pada rumah paranet yang berbentuk dinosaurus. Selain itu fungsi rumah paranet bertujuan untuk mencegah koleksi lumut tertutup guguran daun dari pepohonan yang menaungi taman Cyathea.
Rumah paranet yang menyerupai Triceratops tersebut digunakan sebagai rumah untuk koleksi lumut serta likofita yang dibuat pada tahun 2012. “Dinosaurus merupakan binatang purba yang sudah punah. Hal ini mengingatkan kita agar menjaga tumbuhan paku dan lumut tetap lestari.” jelas Dewa Darma. Sementara itu, tanaman berhabitat outdoor ditanam berkelompok di lapangan mengikuti desain yang menyerupai gulungan daun paku muda.
Tahun 2013 koleksi tumbuhan paku yang ada di Taman Cyathea ditata ulang dan disusun berdasarkan sistem klasifikasi terkini. Koleksi tumbuhan paku tersebut diurutkan berdasarkan sejarah evolusinya mulai dari yang dianggap paling tua (Ophioglossaceae, Psilotataceae dan Marattiaceae) hingga ke yang paling muda yaitu tumbuhan paku sejati (Leptosporangiate).
ADVERTISEMENT
Sistem klasifikasi terkini yang didasarkan pada studi filogenetik merupakan landasan yang kuat dalam penataan koleksi. Hal tersebut memungkinkan untuk setiap takson diurutkan sesuai dengan hubungan kekerabatan dan evolusinya, sehingga memudahkan dalam mempelajari dan mengelola koleksi. Usaha penataan kembali koleksi tumbuhan paku berdasarkan sistem klasifikasi terkini yang dilakukan oleh Kebun Raya Bali ini merupakan yang pertama kali dilakukan oleh kebun raya di Indonesia. (gws)