Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Ngekos Bukan Berarti Kamu Bisa Boros
23 Oktober 2022 13:36 WIB
Tulisan dari Febriliana Mitha Amanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Kata “ngekos” sendiri erat kaitannya dengan anak kuliahan alias mahasiswa, atau orang-orang yang sudah bekerja, tetapi lokasinya jauh dari rumah, biasanya di luar kota atau daerah. Karena jarak yang ditempuh itu memakan waktu yang tidak sedikit, juga menghindari kelelahan saat di perjalanan, maka sebagian orang akan memilih ngekos sebagai alternatifnya.
ADVERTISEMENT
Kalau dibandingkan dengan sewa apartemen atau rumah, kos lebih banyak diminati sebab harganya yang lebih murah. Seringnya, harga kos akan dipatok tergantung fasilitas yang disediakan atau seberapa luas kamar kos tersebut. Kamar kos dengan atau tanpa fasilitas kamar mandi dalam juga sudah berbeda harganya. Apalagi dengan kos yang memiliki fasilitas layaknya hotel, seperti disediakannya televisi, AC, kulkas, bahkan mesin cuci, pasti harga yang juga akan lebih tinggi.
Sebagai anak rantau, atau sebutan yang biasanya diberikan untuk orang-orang dari luar daerah yang ngekos, pasti pernah mengalami kebingungan dalam menentukan menu makan sehari-hari. Entah itu menu sarapan, makan siang, atau makan malam. Kebanyakan orang-orang yang ngekos lebih memilih untuk tidak memasak, meskipun terkadang beberapa kos sudah difasilitasi dengan dapur umum. Selain karena malas dan terkesan ribet, mereka cenderung tidak memiliki banyak waktu untuk sekadar membuat sajian pendamping nasi.
ADVERTISEMENT
Di sini contoh saja, mahasiswa. Kegiatan mereka rata-rata sudah dihabiskan untuk mengerjakan tugas dan beraktivitas di kampus. Jadi saat tiba jam makan, dibanding harus memasak, mereka tentu lebih memilih pergi ke kantin, warung pinggir jalan, atau nongkrong-nongkrong di kafe yang letaknya tersebar di sekitaran kampus. Nah, apalagi untuk orang-orang yang sudah bekerja, waktu mereka tentu lebih sempit lagi. Tak ada masa untuk meracik bumbu-bumbu dapur, atau bergulat dengan wajan dan kompor.
Kini memasak seolah bukan sesuatu yang wajib dilakukan, terutama untuk orang-orang yang ngekos karena mereka lebih menginginkan hal yang praktis, anti ribet, dan sat-set.
Tanpa disadari, uang yang dikeluarkan untuk kebutuhan kos sehari-hari lumayan juga. Lumayan banyak, maksudnya. Lantaran untuk kebutuhan makan tiga kali sehari saja, cukup merogoh kocek. Terlebih lagi jika kamu ngekos di kota-kota besar, Jakarta atau Depok misalnya.
ADVERTISEMENT
Makan pun bukan sekadar makan, kadang jajanan yang dijajakan di pinggir-pinggir jalan juga tak kalah menggoda iman. Batagor, siomay, seblak, es teh, dan lain-lainnya yang kalau disebutkan satu per satu mungkin akan selesai besok lusa.
Belum ditambah kebutuhan bulanan di kos yang mulai menipis di akhir bulan. Bensin, bayar listrik atau WiFi dan hal-hal tak terduga lainnya.
Coba bersama-sama kita renungi sejenak, seberapa banyak uang yang telah kita keluarkan hari ini? 10? 20? Atau mungkin 50 ribu dalam sehari? Lalu kita ingat kembali, apa saja yang sudah kita beli? Apakah barang-barang yang kita beli itu memanglah kebutuhan kita atau sekadar barang yang kita inginkan?
Barang yang sebetulnya tidak penting-penting amat untuk kita miliki, sadar atau tidak malah lebih didahulukan dibandingkan barang yang sebetulnya kita perlukan. Tas, sepatu, atau mungkin pakaian. Semakin banyaknya diskon dan gratis ongkir yang ditawarkan pada platform belanja online, juga menjadi salah satu penyebab kita sebetulnya boros dalam menggunakan uang.
ADVERTISEMENT
Padahal untuk orang yang ngekos terutama yang belum bekerja, kebanyakan masih didanai oleh orang tua atau bisa jadi sanak saudara. Kemudian apakah pernah kita berpikir, dengan uang yang kita miliki sekarang kita harus membelanjakan barang apa yang sekiranya kita butuhkan saat ini? Atau mungkin, malah kita gunakan semuanya dalam sekali pakai hanya dengan alasan, “Kan, aku ngekos.”
Sebaiknya kita cermati lagi, sebenarnya apa esensi dari ngekos itu sendiri? Dengan ngekos, berarti kita jauh dari orang tua, jauh dari sanak saudara. Di sini kita dituntut untuk mandiri dan pintar-pintar dalam mengatur uang yang kita miliki. Kita harus bisa memprioritaskan hal-hal yang sekiranya penting dan kita perlukan di atas hal-hal yang sekadar kita inginkan.
ADVERTISEMENT
Dalam hal makan, juga perlu diperhatikan. Bukan mentang-mentang ngekos, kita jadi bisa jajan sepuasnya tanpa batasan. Karena esensi lain dari ngekos ini sebetulnya membentuk kita menjadi pribadi yang jauh lebih hemat.
Boleh lah kalau sekali-kali kita membelanjakan uang untuk membeli barang yang kita inginkan guna memantaskan diri, entah itu sepatu atau pakaian. Namun, sekali-kali itu jangan kita jadikan berkali-kali. Syukur-syukur kita bisa menyisihkan barang seribu atau dua ribu untuk ditabung.
Jadi bukan berarti sebagai anak kos, kamu tidak boleh makan enak. Bukan berarti anak kos tidak boleh jajan dan jalan-jalan ke mall. Anak kos juga boleh kok membeli pakaian atau sepatu baru.
Namun dengan catatan, bedakan antara kebutuhan dan keinginan. Buat skala prioritas kalau dirasa perlu. Nanti kamu bisa tahu mana hal-hal yang harus didahulukan dan mana yang bukan.
ADVERTISEMENT
Jadi bagaimana, nih wahai kamu si anak rantau?
Ngekos bukan berarti kamu harus boros, 'kan?