Melihat Perspektif Sosiologi Perkotaan Karl Marx pada Masa Kini

Yahdi Rosyadi
Nama saya Yahdi Sabila Rosyadi, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam di Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Asal saya dari Provinsi Banten. Hobi Saya Travelling dan Public Speaking
Konten dari Pengguna
4 April 2022 16:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yahdi Rosyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret Perkotaan. sumber: https://image.shutterstock.com/
zoom-in-whitePerbesar
Potret Perkotaan. sumber: https://image.shutterstock.com/
ADVERTISEMENT
Cukup sulit menemukan kepedulian di kota. Segala hal cenderung bebas dan tidak mengikat. Wilayah perkotaan dianggap begitu kompleks karena heterogenitas yang tinggi. Keberagaman sosial dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang begitu padat membuat wilayah perkotaan berbeda dengan pedesaan.
ADVERTISEMENT
Mobilitas yang cenderung tinggi menimbulkan budaya oleh masyarakat perkotaan yang cenderung individualis. Tidak banyak kelompok sosial yang bekerja di wilayah masyarakat kota. Pada umumnya, perkotaan dianggap lebih maju dibandingkan pedesaan yang cenderung memiliki karakteristik sederhana dan mengatur.
Untuk itu, masalah dan kebudayaan perkotaan seringkali dianggap lebih menarik untuk dipelajari. Sudah cukup banyak studi oleh para ahli yang membahas perkotaan sebagai unit analisis. Émile Durkheim, Karl Marx, dan Max Weber menjadi tokoh besar dari pengkajian sosiologi perkotaan.
Émile Durkheim dalam teorinya mengemukakan bahwa masyarakat merupakan wadah paling sempurna untuk kehidupan antar manusia. Masyarakat menjadi tempat perkembangan strategis untuk sisi personal seseorang. Dalam hal ini, Durkheim menambahkan bahwa masyarakat adalah hasil dari interaksi yang disebut dengan solidaritas sosial. Istilah tersebut pada dasarnya diartikan sebagai hubungan antar individu maupun kelompok yang didasari oleh kepercayaan, durkheim moral, dan emosional.
ADVERTISEMENT
Karena adanya keterkaitan tersebut, masyarakat perkotaan tidak dapat terlepas dari solidaritas. Namun demikian, solidaritas oleh masyarakat perkotaan cenderung bersifat organik. Solidaritas organik pada umumnya memerlukan aturan yang jelas, di mana masing-masing masyarakat dapat menjalankan tugasnya sesuai keahlian. Durkheim menyebutkan solidaritas masyarakat perkotaan sebagai gesellschaft sedangkan solidaritas masyarakat pedesaan adalah gemeinschaft.
Perbedaan solidaritas tersebut dapat diawasi dari intensitasnya, di mana solidaritas pada masyarakat kota cenderung rendah. Hal tersebut disebabkan karena tingginya tingkat mobilitas di perkotaan yang menghasilkan ekosistem masyarakat kota didominasi oleh pendatang, Kondisi tersebut jauh berbeda dengan masyarakat desa yang menetap sehingga budaya untuk bahu-membahu masih lestari hingga saat ini.
Berbeda halnya dengan Émile Durkheim, Karl Marx memiliki teorinya tersendiri tentang masyarakat perkotaan. Menggunakan perspektif yang berbeda, Karl Marx mengemukakan bahwa struktur sosial masyarakat cenderung mengikat pada sistem sosial dibandingkan sosial itu sendiri. Dalam hal ini, Karl Marx dengan realistis menyebutkan bahwa pengelompokan struktur masyarakat didasari oleh faktor ekonomi, seperti halnya kepemilikan dan ketidak pemilikan alat produksi.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, terdapat dua istilah penting dalam menyebutkan kelompok masyarakat yaitu kaum borjuis atau kaya dan kaum proletariat atau miskin. Marx juga menyebutkan sejarah perkembangan masyarakat pada empat tahap yaitu masyarakat kuno, feodal, borjuis, dan komunis.
Masyarakat kuno menjadi sebutan bagi mereka yang menjadi bagian dari perbudakan, durkheim sedangkan masyarakat feodal untuk mereka yang memiliki pekerjaan sebagai tuan tanah. Selanjutnya, masyarakat borjuis adalah mereka yang menjabat sebagai buruh upahan. Sementara itu, masyarakat komunis merupakan para pemilik peralatan pribadi.
Menggunakan dua golongan masyarakat tersebut, Marx menyebutkan bahwa kondisi masyarakat kota tidak dapat dipisahkan dengan teori tersebut. Hal itu dapat diidentifikasi dengan sangat jelas melalui kesenjangan yang ada di perkotaan. Golongan borjuis berlaku untuk pemilik perusahaan besar di perkotaan. Kaum kaum kapitalis dengan memiliki buruh yang banyak juga disebutkan sebagai kelompok borjuis.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, kaum borjuis dalam lingkup yang lebih kecil diistilahkan kepada para pengusaha toko, pengrajin kecil, atau perusahaan kecil yang memiliki alat produksinya sendiri. Sementara itu, kaum proletar menjadi istilah bagi golongan mereka yang kekurangan dalam hal ekonomi. Karakteristik utama dari kaum proletar adalah kondisi kemiskinan berupa kekurangan sumber daya. Dalam hal ini, para buruh atau karyawan perusahaan juga dianggap sebagai golongan dari kaum proletar.
Selain Émile Durkheim dan Karl Marx, Max Weber mencetuskan teorinya sendiri menggunakan konsep spirit capitalism dan protestant etis. Menggunakan konsep semangat kapitalis, Max Weber menyatakan bahwa masyarakat kota memiliki semangat yang sangat besar untuk mengumpulkan kekayaan. Sementara itu, durkheim etika protestan mencakup sikap disiplin, hemat, dan kerja keras.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, Max Weber mengemukakan dampak positif di mana semangat kapitalisme membuat masyarakat kota lebih ahli dalam memenuhi kebutuhannya. Dengan ini, durkheim teori Max secara keseluruhan mendefinisikan masyarakat kota sebagai ekosistem yang didominasi oleh masyarakat pendatang dengan semangat kapitalisme dan etika protestan. Keduanya saling berkaitan sehingga membentuk kesatuan masyarakat kota yang lebih maju dalam peradaban. Hal tersebut sangat membedakan sistem yang ada pada pedesaan dan perkotaan.
Ketiga teori oleh Émile Durkheim, Karl Marx, dan Max Weber memiliki keterkaitannya tersendiri dengan kehidupan pada jaman ini. Teori oleh Émile Durkheim yang membedakan masyarakat kota dan desa menggunakan solidaritas sangatlah terlihat jelas di abad ini. Hal tersebut dapat diidentifikasi melalui interaksi yang terjadi di masyarakat, di mana masyarakat kota menjadi lebih individualis saat ini. Teori oleh Durkheim juga berelasi dengan melihat bagaimana kepedulian yang ada di perkotaan berintensitas sangat rendah.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, masyarakat desa masih memiliki kepedulian yang tinggi melalui kegiatan sosial yang dilakukan secara bersama-sama. Adanya pandemi covid-19 juga menjelaskan betul bagaimana teori oleh Émile Durkheim berlaku. Kemudian adalah teori oleh Karl Marx yang mana dapat diidentifikasi melalui kondisi perkotaan yang pada saat ini dapat dengan lebih mudah diklasifikasikan secara ekonomi.
Dalam hal ini, batasan terlihat cukup jelas oleh golongan borjuis maupun proletar. Di Jakarta misalnya, seseorang dapat dengan sangat mudah menemukan kesenjangan antara bangunan megah milik kaum borjuis dengan bangunan kumuh dan tidak layak oleh kaum proletar. Selanjutnya, teori oleh Max Weber menjadi sangat berkaitan dengan kehidupan saat ini, durkheim di mana masyarakat kota cenderung lebih ambisius dalam mendapatkan lebih banyak kekayaan finansial.
ADVERTISEMENT
Kehidupan masyarakat perkotaan yang heterogen pada dasarnya disebabkan oleh urbanisasi. Sementara itu, durkheim mobilitas yang tinggi oleh masyarakat kota membuat solidaritas antar individu pun tidak lebih tinggi dari masyarakat pedesaan. Di pedesaan sendiri, pengelompokan masyarakat dengan perspektif ekonomi akan lebih sulit untuk dilakukan. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat pedesaan yang memiliki variasi mata pencaharian cenderung rendah.
Berbeda halnya dengan masyarakat pedesaan, durkheim masyarakat perkotaan memiliki tingkat variasi tinggi untuk mata pencaharian. Karakteristik dari masyarakat kota yang lain adalah semangat tinggi yang cenderung ambisius dalam memperoleh kekayaan finansial.