Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Tafakkur Alam, Memperkuat Keimanan dan Kesehatan Mental Muslim di Era Digital
27 Oktober 2024 14:28 WIB
·
waktu baca 10 menitTulisan dari Cahaya Mulyani Sakti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Cahaya Mulyani Sakti,
Mahasiswi Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia.
Kesempurnaan Islam merupakan suatu paradigma Qur’ani yang harus dipelajari dan dipelihara dengan baik bagi manusia yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dengan kesempurnaan itu, Al-Qur’an sebagai sumber peringatan dan kabar gembira, cara hidup, dan pedoman kehidupan, tidak luput dari pembahasan mengenai ciptaan Allah yang begitu besar, yaitu alam semesta.
ADVERTISEMENT
Dilihat dari sudut pandang umum keilmuan, definisi alam menggabungkan makna-makna yang berbeda dan terkadang saling bertentangan secara berurutan sepanjang sejarahnya, (Durcame & Cauvet, 2020). Sedangkan menurut kamus Cambridge, nature atau alam merupakan segala sesuatu yang terbentuk tanpa campur tangan manusia. Dalam perspektif Islam, alam merupakan seluruh makhluk dan benda-benda yang ada di langit dan bumi yang diciptakan Allah Yang Maha Pencipta, beserta segala hal atau fenomena yang berlaku di dalamnya. Lebih mendalam lagi, alam semesta merupakan perbentangan unsur-unsur yang saling mempunyai keterkaitan. Di samping itu, alam yang terbentang memiliki hukum atau sebab alamiahnya, (Jamarudin, 2010).
Para intelektual Muslim pada era perkembangan peradaban Islam menekankan bahwa motivasi di balik penelitian keilmuan metafisika yang mereka upayakan, telah secara tidak langsung melibatkan tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam semesta, (Gholzani, 2000). Seiring berjalannya waktu dan perkembangan intelektual manusia, berkembang jugalah berbagai penelitian mengenai hubungan ilmu, Islam, dan alam.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dilakukan oleh Heba (2022) yang berjudul Islam and Ecological Sustainability: An Exploration into Prophet’s Perspective on Environment, menyoroti bagaimana Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang diinisiasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2015 untuk Stand Konservasi Lingkungan, selaras dengan komitmen kuat Islam dalam melindungi lingkungan. Hal ini ditandai dengan adanya etika praktik penjagaan lingkungan sejak Nabi Muhammad diutus sebagai rasul, dan bagaimana urgensi penjagaan alam dalam ajaran Islam relevan di sepanjang zaman.
Alam dijelaskan dalam beberapa ayat Al-Qur’an sebagai bukti kebesaran dan keagungan Sang Pencipta, (Jamaruddin, 2010). Selain menjadi khalifah atau pemimpin di bumi —yang bertugas untuk menjaga, melestarikan, dan merawat alam—, manusia juga dapat memanfaatkan alam sebagai media untuk terkoneksi dengan Allah dalam rangka memperkuat keimanan, (Jainuddin, 2023).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
ADVERTISEMENT
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ
الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi ulul albab, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’” (Q.S Al-Imran 3:190-191).
Allah memperkenalkan manusia istilah “tafakkur,” sebagai kata kerja merenung atau berfikir secara mendalam. Hal ini merujuk pada proses berdiam, refleksi, atau kegiatan kontemplasi atas kebesaran, keindahan, kesempurnaan, dan keteraturan ciptaan Allah.
ADVERTISEMENT
Tafakkur secara terminologis adalah sebutan untuk proses intelektual dalam diri manusia, yang mencakup elemen hati, jiwa, dan akal melalui nalar dan perenungan. Selanjutnya, Prof. Quraish Shihab berpendapat bahwa tafakkur berarti mengorek sehingga apa yang dikorek muncul, menumbuk hingga hancur, menyikat (pakaian) hingga kotorannya hilang, (Gurubay, 2019). Dalam hal ini, tafakkur al-alam merupakan proses mengorek atau mencari tau sampai akar mengenai fenomena alam dalam langkah mengenal kebesaran Allah Sang Maha Pencipta.
Al-Qur’an Surah Al-Imran di atas merupakan salah satu motivasi bagi umat Muslim agar melakukan proses tafakkur alam (وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ) dengan memikirkan bagaimana penciptaan langit dan bumi, dalam keadaan apapun, baik duduk, berdiri, maupun berbaring. Dengan itu, manusia sebagai hamba akan memahami betapa agung Allah Tuhan Sang Pencipta, dan betapa kecil manusia di hadapan-Nya.
ADVERTISEMENT
Imam Al-Ghazali dalam buku beliau Ihya’ Ulumuddin, menyatakan bahwa seseorang yang lebih mementingkan kehidupan dunia yang fana, kemudian ingin mendalami bahwa kehidupan akhirat yang kekal jauh lebih baik, maka ada dua hal yang dapat dilakukan. Yang pertama ialah Taqlid, yaitu memahami kehidupan akhirat jauh lebih baik dibanding kehidupan dunia, mengamini, dan membenarkannya, dengan berpatokan kepada ucapan orang lain. Yang kedua adalah Tafakkur, yaitu hal serupa tetapi dari inisiatif diri sendiri. Aktivitas tafakkur adalah kunci untuk membuka pintu cahaya Ilahi, pengetahuan, awal untuk visi hati nurani, dan jalan menuju ma’rifatullah, sehingga mencapai pemahaman yang baik tentang Allah, (Enghariano, 2019). Dari proses ini, akan menguat keimanan, hadirlah perasaan tunduk kepada Allah Yang Maha Besar, dan bertambahnya rasa syukur.
Rasa syukur merupakan bentuk terima kasih dan proses penerimaan hidup, yang berfungsi sebagai cara termudah untuk merasakan kebahagiaan. Merasa bersyukur memiliki keuntungan emosional dan interpersonal, ketika mempersepsikan cobaan sebagai sesuatu yang positif, seseorang dapat meningkatkan kemampuan koping atau cara menghadapi kesulitan hidup, (Listiyandini et al., 2015).
ADVERTISEMENT
Di era digital, gaya hidup dan perilaku manusia berubah dan menimbulkan peningkatan masalah kesehatan mental, (Suryoadji et.al, 2024). Seiring dengan perkembangan teknologi, muncul masalah dan tekanan baru seperti cyberbullying, paparan berlebihan, dan perasaan takut ketinggalan (fear of missing out - FOMO) terhadap tren di media sosial. Nilai-nilai yang dibangun di media sosial juga melahirkan unique cultural believe atau keyakinan budaya yang unik. Mereka yang gagal memenuhi ekspektasi tersebut berisiko menjadi lebih rentan dan sulit mengelola stres. Hal ini diperparah dengan efek cahaya layar gadget atau monitor, yang dapat merusak kesehatan mata, gangguan tidur, dan menyebabkan mudah lelah. Selain itu, mereka yang sangat bergantung pada teknologi juga mengalami degradasi tingkat interaksi dengan kehidupan nyata; jarang berinteraksi sosial dengan masyarakat, berjalan kaki, atau melakukan kontak fisik dengan lingkungan alam sekitar.
Tahapan tafakkur berbeda dan tidak bersifat baku, sebab setiap individu memiliki pengalaman psikologis, olah pikir, dan kontrol emosi yang tidak serupa. Tafakkur alam akan lebih baik apabila merenung, memperhatikan, dan berpikir secara mendalam di alam terbuka dengan tidak melibatkan gadget yang biasanya mendistraksi fokus. Dengan memisahkan diri dengan paparan gadget dan konsentrasi terhadap proses tafakkur, maka didapatkan pengalaman spiritual yang hangat antara diri dan Tuhan Sang Pencipta. Sambil memandang, menyentuh permukaan, merasakan tekstur, mencium aroma, dan mendengarkan suara alam, refleksi sambil membaca atau memahami ayat-ayat Al-Qur’an yang selaras dengan alam akan meningkatkan intensifitas tafakkur. Pada fase tersebut, manusia akan merasakan begitu dekatnya ia dengan Allah dan ciptaan-Nya yang lain. Perasaan inilah yang kemudian dapat mengurangi bahkan menghilangkan tekanan stres terhadap cobaan Allah di dunia – melepaskan tekanan sosial di era digital.
Sebagai contoh, saat berdiam diri di gunung, manusia dapat merefleksikan ayat berikut ini:
ADVERTISEMENT
وَالْاَرْضَ مَدَدْنٰهَا وَاَلْقَيْنَا فِيْهَا رَوَاسِيَ وَاَنْۢبَتْنَا فِيْهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَّوْزُوْنٍ
“Dan bumi Kami bentangkan dan Kami letakkan di atasnya gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan di bumi itu segala sesuatu menurut ukuran.” (Q.S Al-Hijr, 15:19)
Sebagian dari generasi ini telah mengenal kegiatan close to nature sebagai salah satu jalan keluar healing atau penyembuhan – melepaskan lelah dari tuntutan kehidupan – dengan cara mendaki gunung atau bukit, mengunjungi taman, pantai, atau wisata alam lainnya. Alih-alih berdiam diri dan menikmati pemandangan alam, masyarakat lebih sering melakukan kegiatan dokumentasi dan menjadikannya konten di media sosial. Tak jarang juga, manusia justru cenderung merugikan lingkungan di kawasan wisata, seperti mencabut atau merusak fauna, mengganggu bahkan membunuh satwa, dan membuang sampah sembarangan.
ADVERTISEMENT
Terdapat tiga prinsip populer yang dikenal banyak kalangan mengenai hal yang harus dipatuhi manusia saat mengunjungi alam. Pertama, take nothing, but pictures (jangan mengambil sesuatu kecuali gambar), kedua, kill nothing, but times (jangan membunuh sesuatu kecuali waktu), dan ketiga, leave nothing, but foot-print (jangan meninggalkan sesuatu kecuali jejak kaki). Sebagai Muslim, perlu kesadaran bahwa dalam pandangan Islam, manusia sebagai khalifah diajarkan nilai-nilai pengetahuan lingkungan, tanggung jawab sosial, dan etika yang membentuk dasar interaksi manusia dengan alam, (Jainuddin, 2023).
Selain terkoneksi dengan Allah, seharusnya manusia sebagai hamba semakin menyadari betapa berharganya alam dan bagaimana upaya untuk melindunginya. Dengan kata lain, manusia secara individu dan kolektif akan lebih peka dan peduli terhadap isu-isu lingkungan. Masyarakat dapat mengimplementasi tafakkur alam dalam lingkungan sekitarnya. Salah satu contohnya ialah mengadakan atmosfer hijau dengan menciptakan ruang khusus untuk taman, baik bentangan rumput maupun dihiasi beberapa jenis bunga dan pohon yang memberikan sensasi teduh dan sejuk. Atmosfer ini dapat dimanfaatkan untuk beristirahat, bersantai, atau kegiatan belajar dengan tenang. Suasana ini akan memberikan ruang bagi manusia untuk relaksasi, dan memberi respon positif pada harmoni jiwa dan kestabilan kondisi hati dan pikiran. Hal ini juga menjadi bukti bahwa Islam memiliki solusi untuk segala hal, termasuk masalah kesehatan mental melalui tafakkur alam (Bhatti & Ali, 2023).
ADVERTISEMENT
Menjaga kesehatan mental juga erat kaitannya dengan kesehatan fisik. Kegiatan tafakkur alam dilakukan di luar ruangan, hal ini akan memotivasi seseorang untuk bergerak dan melakukan aktivitas fisik menuju lokasi. Secara tidak langsung, selain berdiam diri, tafakkur alam mengajak Muslim untuk menjaga kesehatan dengan berolahraga, seperti berjalan santai, berlari, atau bahkan memanjat ketika melakukan kegiatan pendakian gunung dengan medan perjalanan yang lebih menantang. Fisik yang sehat akan membuka jalan kebaikan bagi jiwa yang sehat.
Tafakkur alam adalah serangkaian ibadah yang akhirnya melibatkan alam dan manusia beserta dimensinya; fisik, hati, dan jiwa. Apabila Tafakkur alam dilakukan dengan istiqamah, maka kebermanfaatannya akan terasa signifikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti lebih fokus dan tenang, lebih sering bersyukur, menyadari pentingnya merawat lingkungan, dan mengingat keagungan Allah. Dapat disimpulkan bahwa koneksi antara manusia dan alam dapat meningkatkan keyakinan atau keimanan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai Tuhan Sang Pencipta. Tak hanya itu, kegiatan yang merupakan salah satu ibadah ruhi dan jasadi ini bermanfaat bagi keseimbangan emosional manusia, yang berkontribusi besar dalam menjaga kesehatan mental pada era digital.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Ali, Fariha. Islamic and Modern-day Understanding of Nature: An Overview by Islamic Philosophers. Islamic and Modern-day Understanding of Nature: An Overview by Islamic Philosophers | Fariha Ali - Academia.edu
Bhatti-Ali, R. (2023). Integrating Acceptance and Commitment Therapy with Islamic Psychotherapy for Managing Chronic Pain. Integrating Acceptance and Commitment Therapy with Islamic Psychotherapy for Managing Chronic Pain (pp. 1–136). Taylor and Francis. https://doi.org/10.4324/9781003329626
Decharneux, J. (2023). Creation and Contemplation: The Cosmology of the Qur’an and Its Late Antique Background. Creation and Contemplation: The Cosmology of the Qur’an and Its Late Antique Background (pp. 1–288). De Gruyter. https://doi.org/10.1515/9783110794083
Ducarme, F., & Couvet, D. (2020). What does 'nature' mean ? Palgrave Communications, 6(14). https://doi.org/10.1057/s41599-020-0390-y
ADVERTISEMENT
Enghariano, Desri Ari. 2019. Tafakkur dalam Perspektif Al-Qur’an. June 2019. Jurnal el-Qanuniy Jurnal Ilmu-Ilmu Kesyariahan dan Pranata Sosial 5(1):134-148. DOI: 10.24952/el-qonuniy.v5i1.1769
Golshani, M. (2000). Islam and the Sciences of Nature: Some Fundamental Questions. Islamic Studies, 39(4), 597–611. http://www.jstor.org/stable/23076115
Gurubay, Acin. 2019. Konsepsi Tafakur Pada Peserta Pendidikan Dan Latihan Dasar (Diklatsar) Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Himalaya IAIN Tulungagung. IAIN Tulungagung, Jawa Tengah.
Hasan, Heba. 2022. Islam and Ecological Sustainability: An Exploration into Prophet’s Perspective on Environment. Social Science Journal for Advanced Research 2(6):15-21. DOI: 10.54741/ssjar.2.6.4
Helli, A. (2024). Does the Qur͗ān Offer Foundational Principles for Environmental Ethics? Journal of Islamic Ethics, 6(2). https://doi.org/10.1163/24685542-20240003
Jamaruddin. (2010). Konsep Alam Semesta Menurut Al-Quran. Jurnal Ushuluddin Vol. XVI No. 2, Juli 2010.
ADVERTISEMENT
Jainuddin, Nanang. 2023. Hubungan Antara Alam dan Manusia Menurut Pandangan Islam. Mushaf Journal : Jurnal Ilmu Al Quran dan Hadis Vol. 3 No. 2 Agustus 2023, page 292-298 UIN Antasari Banjarmasin, Indonesia.
Listiyandini et al. (2015). Mengukur Rasa Syukur: Pengembangan Model Awal Skala Bersyukur Versi Indonesia. November 2015, Jurnal Psikologi Ulayat Vol. 2(No. 2) DOI: 10.24854/jpu22015-41
Suryoadji et.al. 2024. Kesehatan Mental Di Era Digital: Tinjauan Naratif Dampak Media Sosial Dan Teknologi Digital Pada Kesehatan Mental Dan Upaya Untuk Mengatasinya. Vol 23 No 1 (2024): Jurnal Ilmiah Kesehatan Terbitan Maret Volume 23 Nomor 01 Tahun 2024. DOI: https://doi.org/10.33221/jikes.v23i1.3115