Kartun Nussa Rara; Radikal-Intoleran?

Yandri Rama
Peneliti independen bidang sejarah, pertahanan. Berprofesi sebagai wiraswasta
Konten dari Pengguna
20 Januari 2021 21:22 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yandri Rama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tayangan anak Nussa Rara yang awalnya menanjak populer di kanal Youtube, belakangan ini juga mulai disiarkan melalui media televisi nasional. Tercatat di kanal Youtube, seri Nussa Rara sudah menayangkan 75 episode dengan tema beragam. Bagi pemirsa yang memanfaatkan tontonan dalam jaringan Youtube, keberadaan kanal ini mendapat tempat istimewa terutama bagi orang tua yang sangat memperhatikan asupan hiburan untuk buah hatinya. Tetapi seri Nussa Rara ini secara resmi undur diri dan tidak lagi menayangkan episode terbaru per tanggal 1 Januari 2021 kemarin.
Nussa-Rara
Mengutip dari postingan akun Instagram @felixsiauw pada tanggal 2 Januari 2021, salah satu isu yang mengitari berhentinya penayangan seri Nussa Rara “...karena Nussa terus difitnah sebagai konten radikal dan intoleran katanya”.
ADVERTISEMENT
Bagi penggemar ini merupakan kekecewaan atas gugurnya tayangan positif ditengah derasnya arus informasi. Selain itu, publik juga bertanya dan berspekulasi ditengah ramainya kebijakan pemerintah melarang aktifitas ormas keagamaan yang dianggap radikal-intoleran dan mengarah kepada makar bahkan terdapat bukti bahwa anggota ormas tersebut berafiliasi dengan kelompok teroris global. Tapi, apakah seri Nussa Rara ini bermuatan radikal yang mengarah kepada intoleransi?

Nussa-Rara Kartun Radikal?

Nussa merupakan tokoh kartun anak dengan adik perempuan bernama Rara yang menampilkan sosok anak muslim dalam serial kartun yang di produksi oleh The Little Giant dan 4Stripe Productions. Dalam serialnya sudah mencapai 75 episode di kanal Youtube, tidak jauh berbeda seperti halnya kartun anak Islami lainnya, yang menyajikan substansi tentang dasar-dasar keislaman bagi anak. Selain itu juga diketengahkan adab-adab dalam ajaran Islam yang digali dari Al-Qur’an dan Sunnah, dibawakan dalam bahasa kekinian dan akrab dengan keseharian anak-anak. Dalam Jurnal Bimas Islam Vol 13 No. 1 yang ditulis oleh Ridha Hayati, serial kartun ini lahir dari sebuah kegelisahan akan tontonan anak yang minim nilai dan Nussa-Rara hadir dengan menampilkan ajaran Islam yang diambil dari hadits nabi.
ADVERTISEMENT
Respon atas serial Nussa-Rara di kanal Youtube dengan subscriber mencapai 6,95 juta tidak selalu sejalan dengan opini positif publik. Salah satu postingan akun Facebook menyebutkan “Nussa Rara itu ‘radikal’ karena secara subliminal mendoktrin jilbabisasi wajib bagi anak cewek dari kecil”. Selain itu, sebuah akun influencer juga memasang status yang menyinggung ke arah isu radikal dengan redaksi “Nanti Nusa dan rara satu waktu bisa tayang lagi dengan baju muslim anak melayu, bukan anak gurun pasir”. Warganet mengindikasikan beberapa ujaran di sosial media ini sebagai bentuk fitnah dan menjadi salah satu sebab kartun serial Nussa-Rara berhenti tayang di kanal Youtube.
Tapi kita perlu melihat lagi secara objektif, apakah serial anak muslim ini relevan mendapat label sebagai tayangan radikal-intoleran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata radikal berarti: secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip); amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan dan sebagainya); maju dalam berpikir atau bertindak. Ketika ditambahkan dengan imbuhan –isme, radikal bermakna fanatisme (pemutlakan) terhadap suatu keyakinan dan sikap yang tidak mau kompromi dalam mempertahankan keyakinannya. Radikal dalam konteks politik dimaknai dengan gerakan yang secara prinsipil menginginkan perubahan sosial yang mengakar dan yang mengusung gerakan ini cenderung bersikap emosional dan reaksioner.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks Indonesia, terutama dalam pertarungan wacana pada ruang publik, radikalisme ini cenderung mengarah kepada radikalisme agama. Islam berada posisi yang didudukkan sebagai akar radikalisme yang menjelma menjadi berbagai aktivitas dalam sosial politik masyarakat. Dampak dari penempatan posisi yang kurang tepat, phobia terhadap Islam menyeruak dan menimbulkan prasangka bahwa Islam adalah agama yang identik dengan ajaran non-kompromistis dan mengandung unsur kekerasan. Begitu juga dengan tayangan serial Nussa Rara yang dicurigai memiliki agenda seperti yang diatas. Tapi dalam berbagai kajian akademis, bukan Islamlah yang memiliki agenda tersebut. Tetapi, lebih kepada oknum yang bergerak dengan jubah agama dengan membawa ideologi radikal dan sebenarnya bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri yang mengedepankan kasih sayang bagi seluruh alam (Rahmatan lil ‘alamin).
ADVERTISEMENT
Untuk mendapatkan kesimpulan bahwa serial kartun ini mengusung ide radikal yang mengarah kepada intoleransi kita bisa merujuk kepada konteks radikalisme pada kanal Youtube. Konsep ini terdapat dalam jurnal Sosial Agama Vol. 12, No. 2 yang berjudul Radikalisme Islam dalam Media Sosial (Konteks; Channel Youtube) yang ditulis oleh Puji Harianto. Lingkup radikalisme dalam kanal Youtube tersebut antaralain: mengarah pada penolakan sistem bernegara yang sah; konten berisikan ujaran kebencian SARA; konten yang mengajarkan tentang puritanisme.
Berdasarkan lingkup ini, pelabelan radikal-intoleran kartun serial Nussa-Rara kanal Youtube tidak pada posisi yang tepat atau bisa jadi salah besar. Hal ini didasarkaan kepada konten yang ditayangkan kanal ini adalah seputar aktivitas keseharian muslim yang melingkupi: adab, ibadah, kesehatan, muamalat, hingga tema toleransi dan kemerdekaan Indonesia. Kita tidak menemukan konten yang memuat ajaran kebencian SARA atau bahkan penolakan kepada sistem bernegara tersurat maupun tersirat. Terutama pada dua tema terakhir, kanal ini memiliki episode khusus soal toleransi antar umat beragama yang disampaikan dalam bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak. Begitu juga dengan tema kemerdekaan Indonesia yang merangsang kepada pemirsa kanal ini untuk tetap senantiasa cinta dan menghargai perjuangan pendiri bangsa.
ADVERTISEMENT
Mengenai pernyataan busana yang dikenakan oleh Nussa dan Rara sebagai bentuk pesan subliminal doktrin berpakaian sedari kecil kemudian dikorelasikan dengan konteks radikalisme, tampak rancu terhadap definisi radikalisme itu sendiri. Pemahaman radikalisme secara umum dalam konteks Indonesia saat ini adalah paham yang berupaya ingkar terhadap konsensus berbangsa kita dan ruang lingkupnya adalah sosial politik.
Rasionalisasi kita juga akan menolak, bahwa radikal identik dengan pakaian apalagi hal ini dilabelkan kepada tayangan serial kartun anak. Khawatirnya, dengan pelabelan seperti ini diungkapkan pada sosial media memberikan pemahaman yang rancu dan memicu phobia terhadap ajaran agama tertentu. Karena kerancuan yang tersebar luas dalam ruang maya, merupakan bentuk eksploitasi kelemahan kognitif penerima informasi yang merupakan bagian dari fenomena post-truth. Dengan tameng anti-radikalisme, oleh sebagaian pihak isu ini dijadikan sebagai senjata menguar konflik ditengah masyarakat yang terpolarisasi. Hal ini tidak dibutuhkan dalam konteks berbangsa dan bernegara kita yang sedang menuju visi besar untuk Indonesia yang maju.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan substansi yang sudah dibahas, labelling radikal-intoleran terhadap kartun serial Nussa-Rara tidak dalam konteks yang benar. Kalaupun mau menggali lebih dalam substansi serial ini, lebih baik menggunakan perangkat analisis yang tepat sehingga publik menemukan esensi yang tidak menimbulkan reaksi emosional.