Fakta Unik Perbandingan Ritual Peralihan Kedewasaan di Jepang dan Suku Osing

Yesinda Bilqis Pranasari
Mahasiswa S1 Studi Kejepangan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
9 Maret 2023 9:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yesinda Bilqis Pranasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Ddou Dou dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-orang-jalan-gadis-kedudukan-12109591/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Ddou Dou dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-orang-jalan-gadis-kedudukan-12109591/
ADVERTISEMENT
Pada era teknologi maju saat ini, ternyata masih ditemukan beberapa tradisi yang masih lestari. Salah satunya, yaitu di Jepang. Jepang merupakan negara maju yang masih kental dengan kelestarian budayanya. Negara tersebut memiliki ritual kedewasaan atau biasa disebut 成人式 'Seijinshiki'. Seijinshiki merupakan ritual untuk memperingati generasi muda yang hendak berusia 20 tahun. Begitu juga dengan ritual 'Koloan' atau 'Sunatan' dari suku Osing di Banyuwangi. Ritual Koloan merupakan rangkaian kegiatan menjelang khitanan atau sunatan oleh anak laki-laki. Lantas, apa saja fakta unik dari kedua ritual kedewasaan tersebut? Mari simak pemaparan berikut.
ADVERTISEMENT
Pertama,
Seijinshiki dan Koloan memiliki makna yang sama, yaitu menjadi penanda masa peralihan anak-anak menjadi dewasa. Perbedaannya, Seijinshiki dilakukan oleh generasi muda berumur 20 tahun. Sedangkan Koloan dilakukan oleh anak-anak yang akan menjalani proses khitanan atau sunatan.
Desa Kemiren, Banyuwangi DOK. Kemiren.com ()
Kedua,
Seijinshiki dilaksanakan dengan mengundang generasi muda berumur 20 tahun ke balai umum dan balai sipil dengan pakaian kimono resmi jenis furisode bagi perempuan dan kimono model hakama bagi laki-laki. Sedangkan menurut situs Banyuwangi Bagus dalam artikelnya berjudul "Mengenal Tradisi Suku Osing di Desa Kemiren-Banyuwangi" memaparkan bahwa Koloan dilaksanakan dengan sang anak yang akan dikhitan harus ditetesi darah ayam. Hal tersebut merupakan simbol pengorbanan seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim yang mengorbankan anaknya Nabi Ismail.
ADVERTISEMENT
Ketiga,
Keutamaan setelah melaksanakan Seijinshiki, yaitu: baik pria maupun wanita memiliki hak untuk memilih ketika mereka mencapai umur 20 tahun dan semua hak dijamin secara hukum; tidak mendapatkan SIM sebelum berumur 18 tahun; seorang pria harus berusia 18 tahun dan seorang wanita berusia 16 tahun untuk menikah; serta orang yang berusia di bawah 15 tahun tidak diperkenankan untuk bekerja di perusahaan. Sementara itu, keutamaan dalam pelaksanakan Koloan, yaitu anak tidak lagi merasa takut saat akan disunat dan diharapkan agar setelah melakukan pengorbanan semuanya berjalan dengan lancar dan tidak ada halangan.
Setelah membandingkan ritual Seijinshiki di Jepang dengan ritual Koloan pada masyarakat Osing di Banyuwangi, masih dilaksanakannya kedua ritual tersebut hingga saat ini menunjukkan, bahwa seberapa besar pengaruh globalisasi, akan sulit menghilangkan kultur dari suatu masyarakat itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Sumber Rujukan
Banyuwangi Bagus. 2015. Mengenal Tradisi Suku Osing di Desa Kemiren-Banyuwangi (online). Diambil dari https://www.banyuwangibagus.com/2014/10/tradisi-suku-osing-banyuwangi.html?m=1#:~:text=Ritual%20mudun%20lemah%20adalah%20cara,sudah%20masuk%20usia%207%20bulan. Diakses tanggal 5 Maret 2023
Saito, Shuichi. 1986. Nihonjin no Isshou (pdf). Tokyo: Nihongo Kyouiku Gakkai. Diambil dari https://hebat.elearning.unair.ac.id/pluginfile.php/1145186/mod_resource/content/2/NIHONJIN%20%20no%20issho-materi.pdf. Diakses tanggal 03 Maret 2023 pukul 08.30 WIB.