Di Francesco, Roma, dan Kisah yang Coba Diulang Kembali

14 Juni 2017 17:37 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelatih baru Roma, Eusebio Di Francesco. (Foto: AS Roma)
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih baru Roma, Eusebio Di Francesco. (Foto: AS Roma)
ADVERTISEMENT
Sudah 16 tahun sejak Eusebio Di Francesco terakhir kali mengenakan seragam kebesaran Roma dan kemarin (13/6), pria kelahiran Pescara itu akhirnya kembali. Setidaknya untuk dua tahun ke depan, kalau tak ada aral melintang, dia bakal menangani klub ibu kota Italia tersebut.
ADVERTISEMENT
Penunjukan Di Francesco ini sebenarnya sama sekali tidak mengejutkan. Kalau memang ada sosok pelatih di Italia sana yang secara natural bakal menjadi pelatih Roma, dialah orangnya.
Alasan utamanya ada dua. Pertama, Di Francesco memang merupakan salah satu pelatih paling berbakat di Italia. Tim asuhannya sebelum ini, Sassuolo, mampu dia sulap menjadi salah satu kuda hitam yang diperhitungkan di Serie A. Padahal, klub berjuluk Neroverdi itu seharusnya cuma anak bawang, mengingat mereka sama sekali tak punya sejarah di kompetisi tersebut.
Alasan kedua, tentu saja, adalah sejarah manis Di Francesco bersama "Serigala Ibu Kota". Pada kurun waktu 1997-2001, pria bertinggi 178 cm ini pernah menjadi gelandang andalan Roma. Setelah merasakan Roma yang super agresif bersama Zdenek Zeman pada 1997-1999, dia juga menjadi bagian dari skuat Roma yang menjuarai Serie A bersama Fabio Capello.
ADVERTISEMENT
Masa-masa di Roma ini sendiri merupakan puncak karier Di Francesco sebagai pemain. Dalam resumenya, Roma memang satu-satunya klub besar yang pernah dia perkuat. Selebihnya, pemilik 12 caps di Tim Nasional Italia ini hanya memperkuat klub-klub semenjana seperti Empoli, Piacenza, dan Ancona.
Seperti halnya Antonio Conte, Di Francesco juga bukan merupakan pemain paling berbakat. Kala bermain dulu, senjata andalannya adalah kemauan untuk bekerja keras, kecerdasan taktikal yang membuatnya mampu ditempatkan di mana pun di lini tengah, dan tentunya, tendangan geledek. Selain itu, dia pun dikenal sebagai sosok yang vokal di ruang ganti meski tidak pernah membela sebuah klub lebih dari empat tahun.
ADVERTISEMENT
---
Bukan kebetulan jika Eusebio Di Francesco bernama Eusebio Di Francesco. Dia lahir pada tahun 1969, di saat Eusebio, penyerang legendaris Portugal itu, sedang berada dalam masa jayanya. Oleh orang tuanya, Di Francesco kecil pun diberi nama seperti sang legenda.
Akan tetapi, Eusebio Di Francesco, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bukanlah pemain paling berbakat. Itulah mengapa, dia kemudian -- meminjam istilah Eric Cantona -- menjadi gelandang pengangkut air.
Di Francesco (kiri) saat masih bermain untuk Roma. (Foto: AP Photo/ Massimo Sambucetti)
zoom-in-whitePerbesar
Di Francesco (kiri) saat masih bermain untuk Roma. (Foto: AP Photo/ Massimo Sambucetti)
Meski begitu, nama bagaimana juga adalah doa, dan dari situ, lahirlah apresiasi Di Francesco terhadap sepak bola menyerang. Meski tidak mampu melakukannya sebagai pemain, kini sebagai pelatih, sepak bola menyerang adalah merek dagang pria berkacamata tersebut.
Pakem dasar andalan Di Francesco adalah 4-3-3 dan di sini, dia sangat mengandalkan pemain-pemain sayapnya, baik itu winger maupun full-back, untuk menyerang. Di Sassuolo, kombinasi Sime Vrsaljko-Domenico Berardi di kanan serta Federico Peluso-Nicola Sansone di kiri menjadi andalan kala klub dari Emilia-Romagna itu secara mengejutkan lolos ke Liga Europa.
ADVERTISEMENT
Kemudian, penyerang tengah yang disukai Di Francesco adalah dia yang tidak enggan bergerak keluar untuk membuka ruang bagi para winger yang merangsek masuk. Gregoire Defrel, penyerang yang punya kecepatan dan kemampuan dribel prima, begitu diandalkan Di Francesco di Sassuolo untuk merusak jantung pertahanan lawan.
Di lini tengah, Di Francesco biasanya mengandalkan satu regista (di Sassuolo, Francesco Magnanelli orangnya) dan dua gelandang box-to-box (Lorenzo Pellegrini dan Simone Missiroli). Dua gelandang box-to-box ini biasanya bergantian dalam urusan naik-turun. Jika satu sedang naik, gelandang satunya harus mendampingi Magnanelli untuk memberi opsi umpan. Sementara itu, gelandang yang naik biasanya menjadi penyerang bayangan sebagai opsi pencetak gol.
ADVERTISEMENT
Bangun serangan tim asuhan Di Francesco memang dipusatkan di regista. Sementara itu, dua bek tengah (Francesco Acerbi dan Paolo Cannavaro/Luca Antei) hanya bertugas untuk menyodorkan bola kepada Magnanelli.
Dengan gaya bermain seperti ini, prestasi terhebat Di Francesco tentu saja adalah saat dia membawa klub yang disponsori MAPEI ini ke Liga Europa. Namun, bukan berarti semua selalu baik-baik saja.
Sebenarnya, Di Francesco sudah melatih Sassuolo sejak 2012. Dia pun kemudian sukses membawa klub ini promosi ke Serie A untuk pertama kalinya. Namun, pada pertengahan musim perdananya di Serie A, tepatnya pada akhir Januari 2014, dia dipecat karena terus-menerus menelan hasil buruk. Ketika itu, hingga awal Maret tahun yang sama, dia sempat digantikan oleh Alberto Malesani.
ADVERTISEMENT
Namun, Malesani yang sempat bersinar bersama Parma pada dasawarsa 1990-an rupanya sudah kehilangan sentuhan. Malesani pun akhirnya dipecat dan Di Francesco pun akhirnya ditunjuk kembali. Dalam 97 tahun sejarah Sassuolo, barangkali Di Francesco-lah pelatih terbaik mereka dan prestasi mereka selama di Serie A adalah buktinya.
Domenico Berardi (kiri) & Lorenzo Pellegrini. (Foto: US Sassuolo Calcio)
zoom-in-whitePerbesar
Domenico Berardi (kiri) & Lorenzo Pellegrini. (Foto: US Sassuolo Calcio)
Di Sassuolo, selain dikenal dengan sepak bola menyerangnya, Di Francesco juga dikenal karena kemampuannya mengorbitkan pemain-pemain muda. Nama-nama seperti Domenico Berardi, Simone Zaza, Sime Vrsaljko, Matteo Politano, Lorenzo Pellegrini, Stefano Sensi, sampai Nicola Sansone menjadi familiar di kuping para pencinta Serie A karena jasa Di Francesco.
Yang istimewa, di Sassuolo, ada cukup banyak pemain jebolan akademi Roma, termasuk Pellegrini dan Politano. Ini membuktikan bahwa Di Francesco tidak hanya mau mempercayai, tetapi juga mampu memberdayakan sumber daya manusia terbaik ibu kota.
ADVERTISEMENT
---
Pada akhirnya, semua seperti sudah tertulis di bintang-bintang untuk Eusebio Di Francesco dan Roma. Pelatih satu ini tahu bagaimana cara dan rasanya menjadi juara bersama Roma. Selain itu, dia juga telah membuktikan kapabilitasnya sebagai pelatih. Dia pun bakal mendapat dukungan penuh dari manajemen Roma, khususnya dengan kehadiran Monchi sebagai direktur olahraga. Jalan bagi Di Francesco untuk menjadi Antonio Conte-nya Roma pun terbuka lebar.
Walau begitu, tentunya misi Roma dan Di Francesco tidak akan mudah. Pasalnya, selain Juventus dan Napoli yang merupakan seteru berat Roma dalam beberapa musim terakhir, Milan pun telah berbenah. Mampukah Di Francesco si pelatih mengembalikan gelar yang dulu diperolehnya sebagai pemain ke lemari trofi Roma? Kita nantikan!
ADVERTISEMENT