Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Dua Dekade dalam Limbo untuk Jawbreaker
20 April 2017 10:57 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
Tulisan dari Yoga Cholandha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Blake Schwarzenbach dengan canggung berusaha memikat audiens di kelab DV8, Seattle, malam itu. Sebetulnya, ketika itu, tahun 1998, dia bukan lagi pendatang baru.
ADVERTISEMENT
Mereka yang datang hari itu sudah mafhum betul siapa Schwarzenbach. Hanya saja, apa yang dia tawarkan malam itu berbeda.
Dengan lagu-lagu yang cenderung lebih kalem dan kontemplatif, dia memang sedang mencoba hal baru. Padahal, kuping khalayak sudah kadung familiar dengan karya-karya lawasnya.
Malam itu, 10 Oktober 1998, Blake Schwarzenbach secara resmi memperkenalkan unit musik barunya, Jets to Brazil. Pentas di Seattle itu dihelat lebih dari dua pekan sebelum LP perdana mereka, Orange Rhyming Dictionary, dirilis.
Walau tercengang, publik tetap menyambut terobosan baru Schwarzenbach. Mereka larut dengan suasana syahdu yang kental di lagu-lagu Jets to Brazil. Akan tetapi, diam-diam mereka tetap berharap bahwa grup musik Schwarzenbach sebelumnya, Jawbreaker, tidak pernah paripurna.
ADVERTISEMENT
***
Jawbreaker adalah kebalikan dari Jets to Brazil, atau Jets to Brazil adalah kebalikan dari Jawbreaker, tergantung unit mana yang lebih dulu Anda kenal.
Tak seperti Jets to Brazil yang kalem dan kontemplatif, lagu-lagu Jawbreaker terdengar eksplosif dan apa adanya. Bersama Jets to Brazil, Schwarzenbach bisa menyanyikan lirik-lirik seperti "thank you for making me see there's a life in me, it was dying to get out".
Di Jawbreaker dulu, dia lebih memilih untuk mengatakan "I want you" atau tanpa tedeng aling-aling bertanya "do you still hate me?" kepada entah siapa yang diajaknya bercakap-cakap.
Schwarzenbach (gitar, vokal) membentuk Jawbreaker tahun 1986 bersama dua karibnya di New York University, Chris Bauermeister (bas) dan Adam Pfahler (drum). Di sana, dia mempelajari Sastra Inggris dan menulis kreatif.
ADVERTISEMENT
Untuk mengejar impian dalam bermusik, tiga sekawan itu hijrah dari pesisir timur ke barat. Pada 1990, mereka merilis album pertama yang diberi titel Unfun lewat label independen Los Angeles, Shredder Records.
Album ini adalah tonggak penting dalam sejarah emo. Pasalnya, ia muncul di saat sub-genre itu masih merupakan panggilan sayang bagi emocore alias emotive hardcore. Pentolan band hardcore Minor Threat, Ian Mackaye, adalah leluhur dari sub-genre ini lewat unit musiknya, Embrace.
Jawbreaker, dengan Unfun-nya, mewarisi ruh Embrace yang mati prematur karena Mackaye dan pentolan Rites of Spring, Joe Piccioto, memilih untuk membentuk Fugazi.
Unfun persis ada di tengah-tengah antara kemarahan dan hati yang berbunga-bunga. Ia ada tepat di persimpangan antara amuk dan asmara.
ADVERTISEMENT
Lewat dua album berikutnya, Bivouac (1992) dan 24 Hour Revenge Therapy (1994), Jawbreaker masih setia dengan formula ini. Syair-syair lagu mereka cerdas dan ekletis tetapi di saat yang bersamaan, romantis. Semua itu lalu berkelindan dengan musik yang agresif nan melodis.
Andy Greenwald, penulis buku Nothing Feels Good: Punk Rock, Teenagers, and Emo, menyebut bahwa Blake Schwarzenbach adalah alasan mengapa Jawbreaker begitu dipuja banyak orang. Bagi Greenwald, "ada kepahitan dan rasa frustrasi yang membuat lirik lagu Schwarzenbach begitu universal". Itulah mengapa, lanjut Greenwald, "bukan lagunya yang didengarkan orang, tetapi penyanyinya".
Christy Colcord, mantan manajer tur Jawbreaker, pun segendang sepenarian dengan Greenwald. Bagi Colcord, "orang-orang mengelilingi Schwarzenbach karena mereka ingin rasa sakit hati mereka divalidasi".
ADVERTISEMENT
Lewat Unfun dan Bivouac, Jawbreaker sukses besar di jagat musik independen. Mereka bahkan sempat melakukan tur bersama Nirvana setahun sebelum 24 Hour Revenge Therapy dirilis. Kesuksesan album ketiga tadi kemudian mengundang minat dari label mayor, DGC Records, untuk merekrut mereka.
Pada 1995, satu-satunya album label mayor mereka, Dear You, dirilis. Namun, di sini Jawbreaker -- menurut para fans garis keras -- kehilangan otentisitasnya. Salah satu hal yang paling dibenci adalah bagaimana produksi album ini dieksekusi secara berlebihan sehingga tidak lagi terdengar seperti Jawbreaker.
Setahun berselang, Jawbreaker memutuskan untuk bubar jalan karena ketiga personilnya tak lagi mampu merampungkan konflik yang muncul setelah Dear You. Mereka gagal selamat dari apa yang menimpa Green Day tahun 1994, saat Dookie dirilis.
ADVERTISEMENT
Blake Schwarzenbach memang kemudian muncul kembali dua tahun setelah Jawbreaker bubar dengan Jets to Brazil-nya. Akan tetapi, Jets to Brazil adalah bagian Schwarzenbach yang lain.
Selain keberadaan frontman yang sama, tidak ada relasi sedikit pun antara Jawbreaker dan Jets to Brazil. Padahal, masih banyak orang yang masih membutuhkan Jawbreaker. Mereka tidak butuh dikuliahi. Mereka cuma butuh divalidasi.
Lebih dari dua dekade kemudian, keinginan mereka baru terjawab. Dengan dirilisnya line-up Riot Fest 2017, secara tidak lansung diumumkan pula bahwa Jawbreaker resmi bereuni tahun ini. Mereka, bersama Queens of the Stone Age dan Nine Inch Nails, menjadi headliner festival musik tahunan di Chicago tersebut.
Ya, di Chicago. Di Illinois, di Midwest. Di area yang kemudian menjadi tempat bagi menjamurnya grup-grup musik penganut setia Jawbreaker. Tanggal 17 September 2017 nanti, Jawbreaker bakal beraksi kembali dan melihat bagaimana sambutan publik, mengharapkan sebuah album baru dari mereka rasanya tidak berlebihan.
ADVERTISEMENT
Jawbreaker - Boxcar (24 Hour Revenge Therapy - 1994)