Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Jika ada satu label yang selalu membikin kuping para Juventini panas, itu adalah "jago kandang". Ya, Juventus, klub dengan gelar juara domestik paling banyak di Italia itu adalah tim jago kandang.
ADVERTISEMENT
Label ini tentunya tidak asal-asalan disematkan. Pasalnya, meski mampu menjuarai seluruh kejuaraan resmi yang pernah diselenggarkan Persatuan Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA), rekam jejak "Si Nyonya Tua" sebenarnya tidak terlalu bagus, khususnya ketika kita berbicara mengenai Liga Champions.
Sampai saat ini, ada enam trofi kejuaraan antarklub Eropa di almari milik Juventus. Satu trofi mereka dapat dari Piala Winners (1984), tiga dari Piala UEFA (1977, 1990, & 1993), dan dua dari Liga Champions (1985 & 1996).
Final pertama Juventus di ajang antarklub Eropa terjadi pada tahun 1973. Pada final Piala Eropa (sekarang Liga Champions) tersebut, mereka ditundukkan Ajax dengan skor 0-1. Gol Johnny Rep saat laga baru memasuki menit kelima gagal dibalas oleh Roberto Bettega dkk.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, Juventus sebenarnya punya pemain-pemain dengan kualitas tinggi. Selain Bettega, ada pula nama-nama macam Dino Zoff, Giuseppe "Beppe" Furino, Sandro Salvadore, Jose Altafini, Franco Causio, Pietro Anastasi, dan Fabio Capello.
Namun, Juventus sial karena Ajax yang mereka hadapi adalah Ajax biangnya totaal voetbal. Dengan pemain-pemain seperti Horst Blankenburg, Ruud Krol, Arie Haan, Johan Neeskens, Piet Keizer, dan sang maestro Johan Cruyff, Ajax mengangkat trofi Piala Eropa ketiga mereka secara beruntun pada tahun tersebut.
Keberuntungan Juventus di kancah Eropa baru terjadi pada tahun 1977 di ajang Piala UEFA. Menghadapi Athletic Bilbao yang diperkuat legenda-legenda macam Jose Angel Iribar dan Javier Irureta, Juventus keluar sebagai juara setelah menang agresivitas gol tandang. Ya, ketika itu, sampai pada tahun 1997, final Piala UEFA memang dihelat dalam format dua leg.
ADVERTISEMENT
Pada laga pertama di Stadio Comunale (sekarang Stadio Olimpico Grande Torino), Juventus menang 1-0 lewat gol Marco Tardelli. Meski kalah 1-2 di leg kedua, Juventus tetap berhak membawa pulang trofi. Gol Juventus di San Mames ketika itu dicetak oleh Roberto Bettega.
Pada tahun 1983, Juventus sukses melaju ke partai puncak Piala Eropa untuk menghadapi Hamburger. Sayang, gol tunggal Felix Magath ketika itu mengubur mimpi Dino Zoff dkk.
Namun, kegagalan di tahun 1983 itu berhasil ditebus oleh La Vecchia Signora pada tahun berikut. Tidak di Piala Eropa, memang, melainkan di ajang Piala Winners. Pada laga yang dihelat di St. Jakob Stadium di kota Basel itu, Juventus sukses mengalahkan Porto 2-1. Gol-gol Beniamino Vignola dan Zbigniew Boniek hanya mampu dibalas jagoan Portugal itu lewat Antonio Sousa.
ADVERTISEMENT
Setelah sebelumnya dua kali kalah, Juventus akhirnya berhasil juga memenangi trofi Piala Eropa. Pada final 1985 yang diwarnai Tragedi Heysel, Juventus sukses membawa pulang "Si Kuping Besar" untuk pertama kalinya. Adalah tendangan penalti Michel Platini yang memenangkan Juventus atas Liverpool ketika itu.
[Baca Juga: Mengutuk Tragedi Heysel Bersama-sama ]
Setelah kemenangan di Heysel itu, Juventus mengalami sedikit penurunan. Buruknya prestasi domestik mereka pun berimbas pada kegagalan mereka menembus partai puncak kejuaraan antarklub Eropa sampai tahun 1990. Pada tahun tersebut, Juventus yang ditukangi Dino Zoff bersua dengan sesama klub Italia, Fiorentina, di final Piala UEFA.
Diperkuat pemain-pemain macam Stefano Tacconi, Sergio Brio, Salvatore Schillaci, dan Pierluigi Casiraghi, Juventus mampu menundukkan La Viola dengan kemenangan agregat 3-1. Kemenangan itu sendiri mereka raih pada leg pertama di Comunale. Tiga gol Juventus, masing-masing dari Roberto Galia, Luigi de Agostini, dan Casiraghi hanya mampu dibalas anak-anak asuh Francesco Graziani lewat gol semata wayang Renato Buso. Adapun, pada leg kedua, pertandingan berakhir imbang tanpa gol.
ADVERTISEMENT
Selang tiga tahun, Juventus kembali melaju ke final Piala UEFA. Kali ini, lawan yang harus mereka hadapi adalah Borussia Dortmund. Setelah melalui laga dalam dua leg, Juventus menang dengana agregat 6-1. Inilah catatan terbaik Juventus dalam final kejuaraan antarklub Eropa.
Leg pertama laga ini dihelat di Westfalenstadion. Meski Dortmund unggul lebih dulu lewat aksi Karl-Heinz Rummenigge, Juventus mampu bangkit lewat duo Baggio mereka, Dino dan Roberto. Dino Baggio mencetak gol penyama kedudukan sebelum Roberto Baggio mencetak dwigol.
Pada leg kedua, Dino Baggio kembali menjadi pahlawan. Dua golnya, ditambah satu gol dari Andy Moeller, menggenapi kemenangan Juventus menjadi 3-0. Trofi Piala UEFA ketiga dan terakhir pun sukses dibawa pulang.
ADVERTISEMENT
Juventus sebenarnya punya kans untuk menambah koleksi trofi Piala UEFA mereka pada tahun 1995. Akan tetapi, ketika itu Juventus harus takluk dari Parma. Menariknya, setelah menjadi pahlawan Bianconeri di final Piala UEFA 1993, Dino Baggio menjadi biang kekalahan Juventus di final edisi tersebut.
Parma ketika itu menang agregat 2-1 setelah menang 1-0 di leg pertama dan menahan imbang anak-anak asuh Marcello Lippi di leg kedua. Nah, kedua gol I Ducali itu dicetak oleh Baggio. Adapun, satu-satunya gol Juventus dibukukan oleh Gianluca Vialli.
Gagal di final Piala UEFA 1995, Juventus naik kelas pada musim berikutnya. Ketika itu, mereka berhasil melaju ke final Liga Champions untuk menghadapi lawan yang dulu pernah mengalahkan mereka, Ajax. Di laga tersebut, Juventus menang 4-2 lewat adu penalti.
ADVERTISEMENT
Pada masa ini, Juventus adalah sebuah kekuatan yang mengerikan. Bagaimana tidak? Setelah final Liga Champions 1996, Juventus juga sukses melaju ke final Liga Champions 1997 dan 1998. Namun, Alessandro Del Piero dkk. akhirnya harus kalah dua kali berturut-turut dari Dortmund dan Real Madrid.
Laga melawan Dortmund itu sendiri punya catatan menarik. Pertama, keberhasilan Dortmund membalas dendam atas kekalahan di final Piala UEFA 1993. Kemudian, ketika itu mereka juga punya sosok "Dino Baggio" mereka sendiri dalam diri Paulo Sousa.
Sousa, gelandang tengah asal Portugal itu, sebelumnya merupakan andalan Juventus saat menjuarai Liga Champions edisi 1996. Pada awal musim 1996/97, Luciano Moggi melegonya ke Dortmund. Meski tidak mencetak gol, Sousa bersama Paul Lambert mampu mematikan dua gelandang kreatif Juventus, Vladimir Jugovic dan Zinedine Zidane. Pada laga yang dihelat di Olympiastadion Muenchen itu, Dortmund menang 3-1. Dua gol Karl-Heinz Riedle plus satu gol Lars Ricken hanya mampu dibalas Juventus lewat Del Piero.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1998, Juventus kembali kalah di final. Menghadapi Real Madrid, Juventus menyerah 0-1. Gol tunggal Madrid kala itu dicetak penyerang asal Yugoslavia, Predrag Mijatovic.
Memasuki milenium ketiga, Juventus baru tiga kali melaju ke final antarklub Eropa dan semuanya mereka lakoni di Liga Champions, termasuk final tahun ini. Pada final tahun 2003 di Old Trafford, Juventus ditaklukkan Milan 2-3 lewat adu penalti. Tiga eksekutor Juventus, David Trezeguet, Marcelo Zalayeta, dan Paolo Montero gagal menaklukkan Dida kala itu. Sementara, dari kubu Milan hanya Clarence Seedorf dan Kakhaber Kaladze yang gagal menunaikan tugas.
Selang 12 tahun kemudian, Juventus baru bisa kembali. Setelah melalui Calciopoli dan reformasi yang melelahkan, tim milik Keluarga Agnelli ini akhirnya kembali ke final Liga Champions. Celakanya, lawan mereka kala itu adalah Barcelona dan stadion yang menjadi tuan rumah adalah stadion olimpiade lain di Jerman, Olympiastadion Berlin.
ADVERTISEMENT
Juventus kalah 1-3 pada laga tersebut. Gol-gol dari Ivan Rakitic, Luis Suarez, dan Neymar hanya mampu dibalas lewat Alvaro Morata. Dengan kekalahan tersebut, makin buruk pula rekor Juventus. Dari delapan final Piala Eropa/Liga Champions yang mereka lakoni, "Sang Kekasih Italia" hanya mampu menang dua kali. Tak heran jika kemudian Predrag Mijatovic melabeli Juventus sebagai "pecundang di Liga Champions".
Dari semua kegagalan itu, yang paling disayangkan tentunya adalah dua kekalahan beruntun pada 1997 dan 1998. Pasalnya, mereka seharusnya ketika itu bisa memenangi pertandingan mengingat lawan yang dihadapi sebenarnya tidak lebih kuat.
Tanggal 4 Juni mendatang, Juventus bakal melakoni final Liga Champions kesembilan mereka. Tentunya, akan sangat keterlaluan seandainya mereka kembali menelan kekalahan. Namun, Juventus yang ini tentunya berbeda dengan Juventus tahun 2015 lalu.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, Juventus yang melaju ke final adalah tim kejutan. Sedangkan, pada tahun ini, Juventus yang sampai ke partai puncak adalah Juventus yang memang disiapkan untuk menaklukkan Eropa. Sang lawan, Real Madrid, meski sedikit lebih diunggulkan karena rekornya yang memang amat baik, harus benar-benar mewaspadai rasa penasaran ini.