Karena Agen Pemain Bukan Cuma Simbol Ketamakan

5 Juli 2017 15:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jerry Maguire dan catchphrase-nya. (Foto: Giphy)
zoom-in-whitePerbesar
Jerry Maguire dan catchphrase-nya. (Foto: Giphy)
ADVERTISEMENT
Pertama-tama, mari kita maafkan Tom Cruise. Anda kecewa dengan film terbarunya, The Mummy? Well, siapa yang tidak? Tetapi, ingat. Walau film itu adalah salah satu dosa terbesar Tuan Cruise sebagai seorang aktor, kita perlu ingat juga bahwa pria 55 tahun itu adalah sosok yang bertanggung jawab atas banyak film berkualitas.
ADVERTISEMENT
Salah satu film yang dimaksud adalah Jerry Maguire rilisan 1996 silam. Di sana, Cruise berperan sebagai Jerry Maguire, seorang agen pemain American football yang menginginkan sebuah perubahan. Maguire sebelumnya bekerja di sebuah agensi besar, tetapi dia kemudian merasa bahwa apa yang dilakukannya itu terasa hampa karena absennya relasi personal antara dirinya dengan pemain yang dia ageni.
Dari sana, dia kemudian memutuskan untuk mendirikan agensi sendiri yang hanya akan menangani sedikit klien demi terciptanya relasi personal yang lebih baik. Di agensi tersebut, dia menangani seorang pemain bernama Rod Tidwell (Cuba Gooding Jr.) yang sedang mengalami ketidakpuasan akan kontraknya bersama tim Arizona Cardinals.
Awalnya, relasi antara Maguire dan Tidwell berjalan seperti halnya relasi agen-klien pada umumnya. Namun, Maguire kemudian mampu menunjukkan pendekatan yang dia lakukan memang berbeda. Akhirnya, kedua orang ini pun menjadi seperti sahabat dan mereka pun hidup bahagia selamanya, bla, bla, bla.
ADVERTISEMENT
---
Kisah Jerry Maguire, tentu saja, tidak nyata. Akan tetapi, film satu ini adalah salah satu film paling populer yang pernah ada di sejarah Hollywood dan saking populernya, ketika orang bicara tentang agen pemain, maka nama Jerry Maguire pun kerap dibawa-bawa.
Karakter yang diperankan Tom Cruise tersebut dianggap sebagai penggambaran seorang agen yang ideal. Di situ, si agen dan si pemain tidak hanya berinteraksi kalau ada perlunya saja. Lebih dari itu, si agen secara lebih dalam memasuki hidup si pemain demi mengetahui apa-apa saja yang sebenarnya dibutuhkan dan diinginkan oleh pemain tersebut.
Dalam dunia sepak bola belakangan ini, istilah "agen pemain" seakan-akan sudah menjadi kata-kata kotor. Dengan mudahnya, orang menyebut bahwa agen pemain adalah representasi dari ketamakan yang (dianggap) merusak sepak bola modern ini.
ADVERTISEMENT
Mino Raiola, contohnya. Dalam dua musim terakhir, pria Belanda ini telah terlibat dalam dua saga transfer besar yang melibatkan Paul Pogba dan Gianluigi Donnarumma. Dua saga transfer itu, walau punya jalan cerita berbeda, nafasnya sama: duit.
Agen Pogba, Mino Raiola. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Agen Pogba, Mino Raiola. (Foto: Wikimedia Commons)
Pogba akhirnya hijrah ke Manchester United dengan nilai transfer paling mahal sepanjang masa. Kemudian, saga transfer Donnarumma akhirnya berujung pada perpanjangan kontrak di mana sang kiper belia bakal menerima gaji enam juta euro per tahun sampai 2022 mendatang. Ini belum termasuk klausul-klausul lain yang tertera di dalamnya.
Dalam olahraga profesional, peran agen memang sangat besar. Mereka bertugas untuk menjadi wakil si pemain dalam urusan-urusan yang melibatkan duit, entah itu perkara kontrak, transfer, atau sponsor. Merekalah yang bernegosiasi dengan pihak klub maupun sponsor demi mencari keuntungan optimal bagi para pemain.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, itu hanyalah gambaran kasarnya saja. Memang benar bahwa negosiasi perkara duit itu adalah tugas para agen. Namun, itu hanya salah satunya saja. Ada banyak hal lain yang harus dilakukan oleh seorang agen.
Jika Anda ingin mencari sosok Jerry Maguire dalam dunia nyata, silakan temui Jaime Moralee dan Pete Smith, pemilik Global Sports Management yang menangani klien-klien seperti Rio dan Anton Ferdinand serta Ashley Williams.
Jaime Moralee, 45 tahun, dulunya adalah pesepak bola profesional. Suatu kali, di tahun 1994, dia pernah mendapat bagian dari transfernya yang bernilai 500 ribu poundsterling. Moralee mengaku bahwa dia kaget dengan uang sebanyak itu dan akhirnya, memilih untuk menghabiskannya dengan berpesta serta mabuk-mabukan.
Ferdinand kala masih bermain untuk MU. (Foto: Instagram/Rio Ferdinand)
zoom-in-whitePerbesar
Ferdinand kala masih bermain untuk MU. (Foto: Instagram/Rio Ferdinand)
ADVERTISEMENT
Moralee mengaku bahwa itulah yang mendorongnya menjadi agen pemain. Dia tidak ingin pemain-pemain generasi berikutnya mengalami apa yang dia alami dulu. Pada intinya, bagi Moralee, yang terpenting adalah bagaimana si pemain mengatur keuangannya agar tidak hidup sulit di masa tua. "Sepak bola bukanlah gaya hidup ala Peter Pan yang tak pernah berakhir," kata Moralee kepada Telegraph tahun 2013 lalu.
Jika Anda termasuk orang yang mengikuti Rio Ferdinand di media sosial, Anda perlu tahu bahwa segala hal yang dilakukan mantan bintang Manchester United itu, mulai dari YouTube sampai majalah online, adalah hasil dari bimbingan Moralee. Bagi sang agen, image development adalah kuncinya.
Hal ini tidak hanya dilakukan kepada pemain terkenal macam Ferdinand. Untuk Neil Taylor, bek Swansea City, Global Sports Management pun melakukannya. Pete Smith pernah mengajak Taylor berkunjung ke Kalkuta di India sana karena ibu si pemain adalah keturunan orang sana. Di Kalkuta, selain untuk mengunjungi tempat leluhur, Taylor diajak pula untuk membangun pasar.
ADVERTISEMENT
Selain soal image development ini, baik Moralee maupun Smith juga berperan besar dalam membantu pemain di masa-masa sulit. Ketika Anton Ferdinand sedang berseteru dengan John Terry, misalnya, Moralee dan Smith tak pernah absen mendampingi adik Rio tersebut.
Ashley Williams dekat dengan agen-agennya. (Foto: Reuters/Peter Cziborra)
zoom-in-whitePerbesar
Ashley Williams dekat dengan agen-agennya. (Foto: Reuters/Peter Cziborra)
Terakhir, yang juga dilakukan Moralee dan Smith adalah membangun relasi personal baik dengan si pemain sendiri maupun keluarganya. Ashley Williams, misalnya, secara rutin menginap di rumah Moralee bersama sang istri, Vanessa. Terkadang, kedua orang ini juga berperan seperti psikolog yang mendengarkan keluh kesah para pemain soal berbagai macam hal.
Selain Jamie Moralee dan Pete Smith, barangkali nama Clifford Bloxham, 56 tahun, juga patut dikedepankan untuk urusan menjadi Jerry Maguire di dunia nyata. Agen yang pernah menangani Gareth Southgate, Frank Lampard, dan Graeme Le Saux ini juga mau sangat bersabar dalam membimbing para kliennya tersebut ke jalan yang benar.
ADVERTISEMENT
Rahasia Bloxham ada di sebuah buku kosong. Di sana, setiap pemain muda yang ditanganinya disuruh untuk membayangkan bahwa suatu hari nanti, semua yang mereka lakukan bakal mengisi buku kosong tersebut. Bloxham kemudian menunjukkan kepada mereka biografi beberapa pemain untuk mereka pelajari dan bandingkan.
Bloxham adalah jenis agen yang tak segan-segan untuk menegur para pemainnya jika mereka sedang menurun. Pasalnya, kata Bloxham, kontrak adalah perwujudan dari penampilan di lapangan dan tanpa penampilan yang bagus, kontrak yang bagus pun takkan didapat. Selain itu, Bloxham pun selalu mebimbing para pemainnya untuk mengembangkan citra diri yang sesuai dengan karakter mereka.
Southgate pernah dibimbing Bloxham. (Foto: Reuters/Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
Southgate pernah dibimbing Bloxham. (Foto: Reuters/Carl Recine)
Gareth Southgate yang berambisi menjadi kapten Inggris, misalnya, pernah disuruh menulis kolom sendiri di London Evening Standard demi menunjukkan sisi kepemimpinan. Kemudian, Daniel Sturridge yang muda dan dinamis itu diberinya sponsor yang mewakili spirit sang pemain. Kira-kira seperti itu.
ADVERTISEMENT
Apa yang dilakukan Raiola sebenarnya tak jauh-jauh juga dari situ. Jika ada satu hal yang harus selalu diingat adalah bahwa menjadi atlet profesional bukanlah pekerjaan seumur hidup. Rata-rata usia karier seorang pemain adalah 15 tahun dan setelahnya, mereka harus mencari penghasilan sendiri. Itulah mengapa, Raiola dan para agen lainnya selalu berusaha untuk mendapatkan kontrak yang paling menguntungkan bagi kliennya.
Nah, bagaimana? Masih menganggap bahwa agen pemain adalah iblis yang merusak sepak bola?