Menakar Tomas Rincon

4 Januari 2017 3:22 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Tomas Rincon saat masih berseragam Genoa (Foto: Valerio Pennicino)
zoom-in-whitePerbesar
Tomas Rincon saat masih berseragam Genoa (Foto: Valerio Pennicino)
"Davids Baru"
Demikianlah bunyi headline harian olahraga Tuttosport tanggal 29 Desember 2016 lalu ketika mereka menjadikan rumor transfer Tomas Rincon ke Juventus sebagai bahan pemberitaan utama. Harian yang berbasis di Turin tersebut dengan berani membandingkan sosok kapten Tim Nasional (Timnas) Venezuela tersebut dengan gelandang legendaris Juventus, Edgar Davids.
ADVERTISEMENT
Ketika masih aktif bermain dulu, julukan pitbull melekat erat pada sosok Edgar Davids. Gaya bermainnya yang agresif dengan daya jelajah luar biasa tinggi menjadi dasar dari pemberian julukan itu. Ketika itu, Davids yang bermain bersama Didier Deschamps, Antonio Conte, dan Zinedine Zidane, memang diplot untuk bermain sebagai "pemburu" sekaligus "pengangkut". Jika Conte dan Deschamps berfungsi sebagai tembok di lini tengah, Davids diberi keleluasaan lebih.
Maju-mundur, ke kanan dan ke kiri. Semua area adalah areanya Davids. Memburu lawan sampai belakang hingga mengantarkan bola kepada Zidane. Semua dilakukan olehnya. Davids adalah dinamo penggerak lini tengah Juventus yang pada medio 1990-an dulu menjadi salah satu lini tengah terbaik dunia.
***
Kepergian Paul Pogba -- meski kerap disangkal oleh para Juventini -- memang menyakitkan untuk Juventus. Bukan hanya soal ketidakmampuan Juventus memagari pemain bintangnya dari godaan uang yang lebih menggiurkan, tetapi juga soal bagaimana sulitnya mencari pengganti sepadan untuk dirinya.
ADVERTISEMENT
Uang hasil penjualan Pogba pun akhirnya tidak terpakai setelah Axel Witsel dan Blaise Matuidi yang menjadi incaran Bianconeri gagal didaratkan. Matuidi memang sudah sedari awal sulit didapatkan mengingat dia adalah bagian penting dari skuat Paris Saint-Germain. Sementara itu, kegagalan mendapatkan Witsel terjadi karena pada detik-detik akhir penutupan bursa transfer, Zenit St. Petersburg membatalkan transfer tersebut setelah gagal mendapat pengganti.
Sebelumnya, Juventus sebenarnya sudah berhasil mendapatkan Miralem Pjanic dari Roma. Akan tetapi, pemain asal Bosnia & Herzegovina ini gaya bermainnya sangat berbeda dengan Pogba. Sebagai pemain yang dipasrahi untuk menjadi dirigen permainan, Pjanic memang lebih banyak mengandalkan teknik. Sementara itu, Pogba sendiri mampu menggabungkan kekuatan fisik dan kemampuan teknik mumpuni untuk menjadi katalis serangan Juventus.
ADVERTISEMENT
Athleticism Pogba inilah yang tidak tampak sama sekali di lini tengah Juventus. Tanpa pemain seperti Pogba, lini tengah "Si Nyonya Tua" menjadi mudah sekali diredam. Jika sebelumnya, selain Pogba juga ada Arturo Vidal yang menjalankan peran sebagai enforcer lini tengah, maka di lini tengah Juventus musim ini, pemain model seperti itu benar-benar dirindukan. Pemain-pemain yang tak hanya punya kemampuan teknik, tetapi juga kekuatan fisiknya bisa diandalkan.
Miralem Pjanic, bersama Claudio Marchisio dan Sami Khedira, sebenarnya tidak buruk-buruk amat. Ketiga pemain ini memiliki kualitas individual di atas rata-rata dan punya kontribusi individual yang tak bisa dikesampingkan.
Namun, tanpa athleticism dan dinamika yang sebelumnya bisa ditawarkan Pogba, ketiga gelandang andalan ini kemudian harus selalu didampingi oleh satu gelandang tambahan yang bisa diutilisasi menjadi enforcer. Biasanya, tugas ini diserahkan kepada gelandang muda, Stefano Sturaro, yang sejak pertengahan musim lalu hampir selalu mampu tampil apik bersama Juventus kala dibutuhkan.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, kemampuan teknikal Sturaro memang pas-pasan dan sulit diharapkan untuk memberi dinamika seperti Pogba dulu, pun demikian dengan Mario Lemina. Sementara itu, Kwadwo Asamoah yang seharusnya bisa diharapkan, belum kunjung mampu mengembalikan performa yang dulu membuat Antonio Conte kepincut.
Masuklah Sang Jenderal, Tomas Rincon, dari Genoa.
Tak seperti Witsel dan Matuidi yang sudah kerap jadi perbincangan di jagat persepakbolaan Eropa, Tomas Rincon adalah sosok dengan reputasi yang tidak terlalu mengilap. Mengawali karier di Eropa bersama Hamburg SV pada 2009, Rincon sama sekali belum pernah mengecap nikmatnya menjadi juara di Benua Biru.
Meski dicintai publik Hamburg karena dedikasi dan usaha tak kenal lelahnya untuk membaur, Rincon gagal mengangkat performa Hamburg yang selalu dihinggapi inkonsistensi. Merasa sudah mentok di tim yang situasinya kian memburuk, Rincon pun akhirnya hijrah ke Italia pada tahun 2014.
ADVERTISEMENT
Kota Genoa menjadi persinggahan pertama Rincon di Italia. Pemain berusia 28 tahun tersebut mampu membawa penampilan apiknya di Hamburg ke Marassi. Sebagai gelandang, Rincon adalah pemain yang komplet. Meski pada dasarnya dia adalah seorang gelandang bertahan, Rincon juga memiliki kemampuan ofensif yang cukup baik. Di Genoa, sejak kedatangannya pada musim 2014/15, Rincon-lah pemain dengan koleksi tekel dan assist terbanyak.
Selain itu, karakter enforcer seorang Tomas Rincon juga sedikit banyak bisa terlihat dari jumlah pelanggaran yang sudah dibuatnya pada musim ini. Meski banyaknya jumlah pelanggaran sulit untuk dianggap sebagai sebuah kelebihan, akan tetapi, dalam sepak bola, kenaifan tidak selalu bisa berjalan dengan baik. Untuk setiap Andrea Pirlo, ada satu Gennaro Gattuso seperti halnya untuk setiap satu Manu Ginobili ada satu Bruce Bowen.
ADVERTISEMENT
Dengan karakter petarungnya ini, Rincon diharapkan mampu melengkapi satu kepingan puzzle yang hilang di lini tengah Juventus. Jika Marchisio menjadi inisiator serangan, Khedira menjadi penghubung, dan Pjanic ditugasi untuk "membuat kekacauan" di final third, maka Rincon -- meski juga mampu melakukan aksi-aksi ofensif -- tugas utamanya adalah untuk melakukan "pekerjaan-pekerjaan kotor".
Selain soal assist, kemampuan dribel Tomas Rincon juga sedikit banyak membantu dirinya dalam melakukan aksi-aksi ofensif. Dribel-dribel inilah yang nantinya juga diharapkan akan mengangkat dinamika lini tengah Juventus. Kemampuan dribel ini pula yang kemudian membuat perbandingan dengan Edgar Davids menjadi semakin tak terhindarkan, karena dulu, Davids, selain memiliki atribut defensif mumpuni, juga mampu membantu serangan lewat aksi-aksi dribelnya.
ADVERTISEMENT
Meski saat ini sosok pemain seperti Rincon benar-benar dibutuhkan Juventus, rasa-rasanya, Rincon tidak akan menjadi solusi permanen bagi lini tengah Juventus. Tidak sebagai pemain inti, tentunya. Ke-serbabisa-an Rincon yang juga bisa bermain sebagai bek kanan atau wing-back kanan memang menjadi poin plus, tetapi keterbatasan teknikal mantan pemain Deportivo Tachira ini jelas akan menjadi pertimbangan lain.
Dalam kolomnya di Bleacher Report, Adam Digby (yang dibantu oleh Daniel Busch) menuliskan bahwa Rincon punya permasalahan dalam hal pressing resistance. Rincon bukanlah pemain yang tahan berlama-lama dengan bola di kakinya. Dia memang jago mendribel bola ketika ada ruang tersedia, tetapi jika diminta untuk mendistribusikan bola dalam tekanan, sulit untuk berharap dari Rincon.
Akan tetapi, dengan mahar 8 juta euro plus kontrak selama 3,5 tahun, manajemen Juventus rupanya cukup berani mempertaruhkan reputasi apik mereka untuk "Sang Jenderal". Jika memang pertimbangan-pertimbangan Giuseppe Marotta dan Fabio Paratici di masa lampau boleh jadi acuan, sah-sah saja rasanya jika Juventini berharap banyak dari Tomas Rincon. Selain itu, sebagai pemain Venezuela pertama di Juventus, tentu sang pemain juga akan memacu dirinya lebih keras lagi untuk membutikan bahwa dia memang layak berseragam hitam-putih.
ADVERTISEMENT