Menguji Formasi 3-5-2 Wenger Sekali Lagi

26 April 2017 15:48 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wenger punya mainan baru. (Foto: Reuters/Toby Melville)
"Everything is a copy, of a copy, of a copy." - Chuck Palahniuk (Fight Club)
ADVERTISEMENT
Dalam sepak bola -- dan dalam hal apapun sebenarnya -- tidak ada lagi yang namanya orisinalitas. Semua hal yang kita saksikan saat ini sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh orang-orang pada zaman dahulu. Namanya mungkin berbeda, tampilannya mungkin belum sempurna, tetapi spiritnya sebetulnya sama.
Hip-metal, misalnya. Dulu, sub-genre musik ini pernah menjadi yang paling populer pada awal 2000-an. Namun, sekitar 20 tahun sebelum Linkin Park merajai tangga lagu, Aerosmith dan Run DMC pernah berkolaborasi dalam lagu Walk This Way. Kolaborasi mereka itu pun pada akhirnya disebut sebagai aksi hip-metal pertama.
Sepak bola pun demikian. Tren, pada akhirnya, hanyalah daur ulang. Kini, penggunaan pakem tiga bek kembali populer di Inggris seiring dengan keberhasilan Chelsea memimpin klasemen sementara Premier League.
ADVERTISEMENT
Antonio Conte membawa apa yang dulu membuatnya sukses bersama Juventus dan Tim Nasional Italia ke Chelsea. Apa yang dilakukan Conte itu pun kemudian ditiru oleh beberapa manajer lain, mulai dari Ronald Koeman, Jose Mourinho, Mauricio Pochettino, sampai yang terakhir, Arsene Wenger.
Bagi Arsene Wenger, situasi ini adalah situasi yang unik. Sebabnya, ketika dulu dia datang ke Arsenal pada 1996/97, Wenger adalah orang yang berjasa menggusur formasi 3-5-2 dari persepakbolaan Inggris.
Ya, pakem tiga bek yang kini menjadi populer lagi di Inggris itu sama sekali bukan barang baru. Bahkan, Timnas Inggris asuhan Glenn Hoddle di Piala Dunia 1998 pun menggunakan formasi 3-5-2.
Permasalahannya adalah, ketika itu formasi 3-5-2 sudah mulai ditinggalkan oleh negara-negara sepak bola maju, khususnya di Eropa daratan. Memang benar bahwa Bayern Muenchen dan Timnas Jerman, misalnya, masih menggunakan formasi itu sampai awal 2000-an. Akan tetapi, pada waktu itu mereka sedang mengalami penurunan prestasi.
ADVERTISEMENT
Wenger, ketika datang ke Inggris pertama kali, mengaku terperanjat atas ketertinggalan yang dialami tim-tim Inggris. Alkisah, pada sebuah laga Piala UEFA yang mempertemukan Arsenal dengan Borussia Moenchengladbach, saking gerahnya, Wenger kemudian langsung mengambil alih tim usai turun minum.
Wenger kala masih revolusioner. (Foto: Ben Radford/Getty Images)
Ketika itu, Arsenal memang masih menggunakan formasi 3-5-2 dan skor di pertengahan laga itu menunjukkan angka 1-1. Wenger kemudian memerintahkan anak-anak asuhnya untuk mengubah formasi dari 3-5-2 menjadi 4-4-2. Padahal, memimpin latihan saja ketika itu Wenger belum sempat.
Hasilnya, Arsenal kalah 2-3 dan kapten Tony Adams ketika itu marah besar.
Wenger pun mengalah. Pada sisa musim 1996/97, Arsenal tetap menggunakan formasi 3-5-2 itu dan mengakhiri musim di posisi ketiga klasemen Premier League.
ADVERTISEMENT
Baru pada musim 1997/98 Arsenal menggunakan formasi 4-4-2 dan formasi itulah yang kemudian identik dengan masa-masa keemasan Arsenal. Buktinya, saat Arsenal menjadi tim tak terkalahkan di Inggris, mereka menggunakan formasi tersebut.
Sejak itu, tim-tim Inggris lain pun meniru apa yang dilakukan Wenger. Malah, formasi 4-4-2 pun kemudian menjadi identik dengan persepakbolaan Inggris itu sendiri.
Dua dekade telah dilalui sejak Wenger menggusur 3-5-2 dari singgasananya dan kini, dia justru seperti menemukan dirinya kembali dengan menggunakan pakem tiga bek. Memang bukan 3-5-2 yang digunakan Wenger, melainkan 3-4-2-1. Namun, tetap saja. Apa yang dulu dienyahkan, kini justru menjadi andalan baru Wenger.
Dalam dua pertandingan terakhir, dua kali pula formasi 3-4-2-1 digunakan Wenger. Hasilnya, satu kemenangan di Premier League (2-1 atas Middlesbrough) dan satu lagi di Piala FA (2-1 atas Manchester City) berhasil diraih. Kemenangan atas City itu pun sekaligus memastikan satu tiket final Piala FA.
ADVERTISEMENT
Saat menghadapi Middlesbrough, formasi ini belum mampu bekerja dengan baik. Duo wing-back mereka, Alex Oxlaide-Chamberlain dan Nacho Monreal, masih tampak kebingungan kapan harus naik dan kapan harus turun. Padahal, keberadaan wing-back yang becus adalah hal yang tidak bisa ditawar pada formasi tiga bek karena merekalah yang menjaga lebar lapangan dalam formasi ini.
Meski menang, tak banyak orang yang mengira kalau Wenger akan kembali menggunakan pakem tiga bek di pertandingan-pertandingan berikutnya. Sebabnya, ya, itu tadi. Penampilan tim saat melawan Boro sangat jauh dari ekspektasi.
Akan tetapi, semua itu berubah ketika Arsenal bermain melawan City. Konsep-konsep bermain formasi 3-4-2-1 yang mereka gunakan ternyata sudah mampu dicerna dengan baik oleh para pemain Arsenal. Ox dan Monreal yang menjadi kunci utama permainan pun menjadi penampil terbaik pada pertandingan tersebut.
ADVERTISEMENT
Monreal tampil apik sebagai wing-back. (Foto: Reuters/Toby Melville)
Kedua wing-back itu tak lagi canggung. Itulah mengapa, performa ofensif dan defensif mereka menjadi sama baiknya. Ox berhasil mencatatkan satu assist pada laga tersebut, sedangkan Monreal bahkan mampu menyumbang satu gol.
Di atas kertas, konsep bermain 3-4-2-1 ini cukup sederhana. Di belakang, satu bek bermain sebagai penyuplai bola untuk build-up, sementara dua yang lain bermain sebagai stopper. Lalu, duo wing-back bertugas untuk menjaga lebar lapangan. Mereka adalah alternatif pertama dalam menyerang dan pemain bertahan pertama saat diserang dari sayap.
Lalu, dua gelandang tengah berfungsi untuk menjadi seorang breaker dan gelandang box-to-box. Dua gelandang serang di depannya biasanya diberi free role oleh pelatih. Terakhir, penyerang tunggal yang dimainkan biasanya penyerang bertipe target man.
ADVERTISEMENT
Arsenal pun begitu. Rob Holding dan Gabriel Paulista sebagai stopper, Laurent Koscielny sebagai ball-playing defender, Ox dan Monreal sebagai wing-back, Granit Xhaka sebagai breaker, Aaron Ramsey sebagai gelandang box-to-box, Mesut Oezil dan Alexis Sanchez diberi free role, dan Olivier Giroud menjadi target man.
Dalam formasi ini, permainan Arsenal menjadi lebih cair. Pasalnya, dengan bermain menggunakan formasi ini, pemain-pemain tak lagi terlalu dibatasi oleh area okupasi. Oezil dan Sanchez, misalnya, dalam formasi 4-2-3-1 terlalu dibatasi oleh area tengah dan kiri. Sekarang, mereka bisa lebih bebas.
Alexis saat mencetak gol ke gawang City. (Foto: Reuters/Carl Recine)
Meski sudah berhasil memenangi dua laga, formasi baru Arsenal ini sebenarnya masih harus diuji lagi. Laga melawan Leicester City, Kamis (27/4) dini hari WIB, akan menghadirkan ujian yang tepat. Pasalnya, The Foxes adalah jenis lawan yang belum pernah mereka hadapi dengan formasi ini.
ADVERTISEMENT
Menghadapi Arsenal, Middlesbrough menjadi tim yang bertahan dan mengandalkan serangan balik. Akan tetapi, seperti bisa dilihat dalam raihan gol mereka (23 gol dari 33 pertandingan), The Boro adalah tim yang tidak becus dalam menyerang.
Kemudian, Manchester City. Dalam laga melawan Arsenal, City menjadi tim yang lebih dominan dalam hal penguasaan bola. Meski begitu, Arsenal mampu bertahan dengan baik dan akhirnya membuktikan diri sebagai tim yang lebih efisien dalam menyerang.
Kini, lawan berikutnya adalah Leicester City, sebuah tim yang punya pertahanan kuat sekaligus serangan balik yang mematikan. Menghadapi The Foxes, Arsenal kemungkinan besar bakal menjadi tim yang mendominasi penguasaan bola. Bukan apa-apa, Leicester memang tidak suka menguasai bola lama-lama. Mereka lebih suka untuk bermain rapat di belakang dan menyerang saat lawan lengah.
ADVERTISEMENT
Hal ini merupakan tantangan sekaligus ajang pembuktian bagi Wenger dan para pemain Arsenal. Pasalnya, kualitas serangan, kekuatan pertahanan, sekaligus konsentrasi para pemain bakal benar-benar diuji di sini.