Konten dari Pengguna

Tele-Medicine: Gerbang Akses Kesehatan Inklusif Untuk Indonesia

Yogi
Sejak tahun 2017 bekerja sebagai SMM di sebuah perusahaan distributor alat kesehatan luar negeri dan dalam negeri. Dan saat ini, mulai menikmati proses digitalisasi di sektor kesehatan Indonesia.
24 Februari 2025 10:47 WIB
·
waktu baca 13 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yogi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber gambar: freepix.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber gambar: freepix.com
ADVERTISEMENT
Di tengah kemajuan pesat era digital, layanan kesehatan mengalami transformasi mendasar melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Salah satu inovasi yang telah mengubah paradigma pelayanan kesehatan adalah telemedicine. Konsep ini tidak hanya menawarkan solusi untuk mengatasi keterbatasan fisik dalam menyediakan layanan kesehatan, tetapi juga membuka peluang baru dalam pemerataan akses dan peningkatan kualitas perawatan secara global.Di berbagai negara, teknologi telemedicine telah membantu mengurangi beban fasilitas kesehatan dan memberikan akses cepat kepada pasien, terutama dalam situasi darurat maupun pada penanganan penyakit kronis. Namun, meskipun perkembangan teknologi dan regulasi semakin mendukung, realitanya di lapangan masih menyisakan banyak tantangan—khususnya di Indonesia, di mana kondisi geografis dan kesenjangan infrastruktur menjadi penghambat utama.
ADVERTISEMENT
Evolusi Teknologi Kesehatan di Era Digital
Dalam beberapa dekade terakhir, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah hampir setiap aspek kehidupan, termasuk dunia kesehatan. Di banyak negara maju, sistem pelayanan kesehatan telah bertransformasi dengan memanfaatkan konsultasi virtual, pemantauan pasien secara real time, serta pengumpulan data melalui rekam medis elektronik (EMR). Pergeseran dari konsultasi tatap muka konvensional ke layanan digital memungkinkan dokter untuk memberikan diagnosa, pengobatan, dan monitoring tanpa harus berada di lokasi yang sama dengan pasien.Inovasi semacam ini bukan hanya mempercepat proses komunikasi antara pasien dan tenaga medis, tetapi juga memungkinkan pengumpulan data kesehatan secara kontinu. Data tersebut dapat dianalisis untuk mendeteksi tren penyakit, merancang program pencegahan, dan memberikan rekomendasi perawatan yang lebih personal. Dengan demikian, teknologi digital telah menjadi fondasi penting dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan kesehatan secara global.
ADVERTISEMENT
Lima Tren Utama Global di Kesehatan Digital
Berdasarkan berbagai studi dan laporan global, terdapat lima tren utama pada kesehatan digital di dunia:
1. Telehealth sebagai Standar Layanan Primer
Studi McKinsey (2021) menunjukkan bahwa 40% kunjungan kesehatan primer di AS dapat dilakukan secara virtual, menghemat biaya hingga $250 miliar per tahun.  . Peningkatan penerimaan terhadap telehealth menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap kemudahan akses dan efisiensi layanan yang ditawarkan. Layanan virtual ini tidak hanya mengurangi beban fasilitas kesehatan, tetapi juga memberikan penanganan awal yang cepat bagi pasien di daerah terpencil. 
2. Remote Patient Monitoring (RPM)
Sistem pemantauan pasien jarak jauh telah mendapatkan perhatian besar, terutama dalam pengelolaan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung. Dengan RPM, data vital pasien dikirim secara kontinu ke pusat kendali, sehingga tenaga medis dapat segera memberikan intervensi bila terjadi perubahan kondisi yang signifikan. Investasi global dalam teknologi ini telah meningkat pesat, menunjukkan betapa pentingnya peran RPM dalam sistem kesehatan modern. Investasi global dalam RPM mencapai $1,8 miliar pada 2022 (Statista, 2023). Di Indonesia, RPM masih terbatas pada proyek percontohan seperti di RS Dharmais Jakarta, yang berhasil mengurangi angka rawat inap pasien kanker sebesar 30% melalui pemantauan gejala harian.
ADVERTISEMENT
3. Behavioral Health Technologies
Layanan kesehatan mental melalui platform digital semakin mendapatkan tempat dalam sistem kesehatan. Peningkatan kebutuhan akan konsultasi psikologis dan konseling online mendorong pengembangan aplikasi yang memfasilitasi interaksi antara pasien dan profesional kesehatan mental. Walaupun demikian, tantangan privasi dan kerahasiaan data tetap menjadi isu utama yang harus diatasi untuk menjaga kenyamanan pasien. Aplikasi kesehatan mental seperti BetterHelp (AS) dan Riliv (Indonesia) mengalami peningkatan pengguna sebesar 200% selama pandemi. Namun, di Indonesia, hanya 10% rumah sakit jiwa yang memiliki platform konseling online (Kemenkes, 2023).
4. Testing, Tracking, & Diagnostics
Teknologi untuk deteksi dini penyakit, pelacakan kasus, dan diagnostik berbasis data semakin diadopsi secara luas. Integrasi antara alat diagnostik digital dengan aplikasi pemantauan memungkinkan identifikasi penyakit secara lebih cepat dan akurat, terutama dalam situasi wabah atau krisis kesehatan. Di sisi lain, pentingnya menjaga keamanan data dan kepercayaan pasien terhadap sistem pengawasan kesehatan juga terus menjadi fokus utama. Di India, integrasi alat diagnostik digital dengan aplikasi seperti Practo memangkas waktu identifikasi penyakit menular dari 7 hari menjadi 24 jam. 
ADVERTISEMENT
5. Health Equity & Community-Centric Innovation
Inovasi yang berfokus pada pemerataan akses layanan kesehatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi agenda penting di berbagai negara. Banyak negara telah mengembangkan program yang mengintegrasikan telemedicine dengan upaya peningkatan kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Pendekatan ini menjadi kunci untuk memastikan bahwa inovasi digital tidak hanya menguntungkan kelompok tertentu, tetapi dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Brasil menggunakan telemedicine untuk menjangkau 40 juta penduduk pedesaan melalui program Telessaúde.
Tren-tren tersebut menggambarkan bahwa kemajuan teknologi dan inovasi digital telah mengubah cara sistem kesehatan bekerja. Di sisi lain, keberhasilan implementasi juga sangat bergantung pada kolaborasi lintas sektor dan penyesuaian regulasi yang adaptif terhadap dinamika teknologi.
Dampak Global pada Transformasi Sistem Kesehatan
ADVERTISEMENT
Perkembangan global dalam telemedicine telah membawa dampak signifikan pada sistem pelayanan kesehatan di banyak negara. Negara-negara dengan infrastruktur teknologi yang canggih telah menunjukkan peningkatan efisiensi layanan, penurunan biaya operasional, serta peningkatan kepuasan pasien. Di banyak kasus, telemedicine telah membuka peluang riset dan pengembangan dalam bidang kesehatan digital, yang memungkinkan inovasi terus berkembang dalam menghadapi tantangan kesehatan modern.
Kolaborasi internasional dalam pertukaran pengetahuan dan teknologi juga telah mempercepat adopsi solusi digital yang relevan dengan kondisi lokal masing-masing negara. Transformasi digital dalam layanan kesehatan bukan lagi menjadi pilihan, melainkan kebutuhan mendasar untuk memastikan bahwa setiap individu mendapatkan akses ke layanan kesehatan yang cepat, tepat, dan berkualitas.
Telemedicine Berdasarkan WHO
Menurut World Health Organization (WHO), telemedicine adalah "penyediaan layanan kesehatan, di mana jarak merupakan faktor penting, oleh para profesional kesehatan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pertukaran informasi yang valid dalam diagnosis, pengobatan, dan pencegahan penyakit serta cedera, penelitian dan evaluasi, dan untuk pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan. Semua ini dilakukan demi meningkatkan kesehatan individu dan komunitas."
ADVERTISEMENT
WHO juga telah mengeluarkan beberapa pedoman dan laporan yang menguraikan persyaratan teknis dan prinsip-prinsip dasar untuk memastikan layanan telemedicine yang aman, efektif, dan berkualitas. Beberapa aspek utama yang ditekankan WHO antara lain:
Keamanan dan Privasi Data: WHO menekankan pentingnya penggunaan teknologi yang memenuhi standar keamanan dan privasi untuk melindungi data pasien. Ini mencakup penggunaan enkripsi, autentikasi, dan mekanisme otorisasi untuk mengamankan komunikasi dan penyimpanan data.
Interoperabilitas dan Standar Teknologi: WHO mendorong penggunaan standar yang memastikan bahwa sistem telemedicine dapat saling berkomunikasi dan berintegrasi dengan sistem informasi kesehatan lainnya. Hal ini mendukung pertukaran data yang efisien dan konsisten antar platform dan fasilitas layanan kesehatan.
Kualitas Layanan dan Standar Praktik Klinis: WHO menggarisbawahi bahwa layanan telemedicine harus setara dengan layanan kesehatan tatap muka. Ini mencakup penerapan pedoman klinis yang memastikan bahwa diagnosis, pengobatan, dan manajemen pasien dilakukan sesuai dengan standar perawatan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Aksesibilitas: WHO juga menekankan bahwa teknologi telemedicine harus dirancang agar dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan, misalnya dengan memenuhi standar aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.
Model Adopsi Telemedicine
Model adopsi telemedicine merupakan kerangka yang menggambarkan tahapan perkembangan dan kompleksitas sistem aplikasi telemedicine yang diterapkan dalam layanan kesehatan. Setiap level mencerminkan peningkatan kemampuan dan integrasi teknologi digital di bidang kesehatan. Pada level terendah, misalnya level 0, program telemedicine masih berada pada tahap awal dengan pengelolaan yang terpusat dan kebijakan dasar untuk keamanan dan kepatuhan regulasi. Sementara itu, pada level tertinggi, yakni level 7, sistem telemedicine telah mencapai interoperabilitas penuh di mana semua data perangkat medis, termasuk data dari perangkat yang dipakai pasien, dapat ditransmisikan, dianalisis, dan dipertukarkan secara mudah dengan organisasi eksternal. Dengan kata lain, semakin tinggi levelnya, semakin canggih dan kompleks teknologi telemedicine yang diterapkan, memberikan dampak signifikan terhadap efektivitas dan efisiensi layanan kesehatan. Berikut 7 model adopsi telemedicine:
ADVERTISEMENT
Level 7: Interoperabilitas penuh. Semua data perangkat medis, termasuk data dari perangkat yang dikenakan pasien, ditransmisikan dan dianalisis dalam EHR internal. Data dapat dengan mudah dipertukarkan dengan organisasi eksternal.
Level 6: Menawarkan layanan telemedicine kepada pasien di seluruh rangkaian perawatan untuk berbagai spesialisasi. Telemedicine terintegrasi secara mendalam ke dalam perawatan pasien berkelanjutan.
Level 5: Memantau pasien secara remote di rumah. Peralatan telemedicine disediakan oleh penyedia sebagai bagian dari rencana perawatan.
Level 4: Menggunakan teknologi telemedicine yang kompleks untuk mendukung perawatan bagi pasien dengan tingkat keparahan yang berbeda pada berbagai spesialisasi dan lokasi. Ini mungkin mencakup penggunaan kamera khusus serta instrumen pemantauan dan pemeriksaan yang didukung telemedicine.
Level 3: Menggunakan kamera pemeriksaan sederhana dan monitor tampilan untuk melakukan konsultasi virtual dengan pasien. Mampu mentransmisikan gambar dan data klinis antar penyedia layanan.
ADVERTISEMENT
Level 2: Mampu mentransmisikan data klinis pribadi dan memberikan edukasi yang disesuaikan kepada pasien melalui portal pasien khusus.
Level 1: Menggunakan teknologi seperti konferensi video untuk mendukung konsultasi dan edukasi antar penyedia layanan.
Level 0: Program telemedicine yang sedang berkembang. Operasional telemedicine dikelola secara terpusat, dengan kebijakan yang telah diterapkan untuk memastikan keamanan dan kepatuhan terhadap regulasi.
Telemedicine di Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.504 dan memiliki luas wilayah daratan ±1.919.440 km2. Indonesia memiliki 34 provinsi, 514 kabupaten, 16.236 desa urban, dan 65.399 desa rural. Minim Aksesibilitas; 73,10% Kondisi geografis yang memisahkan wilayah kerja dengan puskesmas yaitu adanya sungai, laut, gunung, lembah dan hutan belantara. Lebih dari 50% puskesmas sudah memiliki set peralatan standar minimal 80%, namun masih kurangnya ketersediaan set peralatan lainnya. Sebanyak 73.1% puskesmas memiliki keterbatasan aksesibilitas yang menjadi hambatan puskesmas mencapai wilayah kerja.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks inilah, telemedicine muncul sebagai solusi strategis untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Dengan mengandalkan teknologi digital, konsultasi medis, diagnosa, dan pemantauan kesehatan dapat dilakukan tanpa harus bergantung pada keberadaan fasilitas kesehatan fisik yang lengkap di setiap daerah.
Regulasi Pendukung Transformasi Digital Kesehatan
Kesadaran akan pentingnya transformasi digital di sektor kesehatan telah mendorong pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan berbagai regulasi pendukung. Beberapa regulasi utama yang telah diterbitkan antara lain:
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019: Regulasi ini mengatur penyelenggaraan layanan telemedicine antar fasilitas kesehatan. Tujuannya adalah memastikan bahwa pelayanan kesehatan jarak jauh dapat diintegrasikan secara aman dan efisien antar institusi, dengan pertukaran informasi yang cepat dan akurat.
Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024: Dokumen strategis ini berfungsi sebagai panduan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan dalam mewujudkan ekosistem kesehatan digital yang terintegrasi. Strategi ini menekankan pentingnya kolaborasi antara sektor publik dan swasta, penguatan infrastruktur digital, serta inovasi teknologi untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis: Regulasi ini mewajibkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengimplementasikan Rekam Medis Elektronik (EMR). Penerapan EMR diharapkan dapat memfasilitasi pertukaran data medis secara real-time dan meningkatkan efisiensi penanganan pasien.
Regulasi-regulasi tersebut merupakan fondasi hukum yang penting bagi transformasi digital di sektor kesehatan. Namun, meskipun regulasi sudah ada, penerapan telemedicine secara luas masih menghadapi kendala di lapangan.
Beberapa Implementasi Teknologi Telemedicine
Berbagai inovasi telah diperkenalkan untuk mendukung penerapan telemedicine di Indonesia, antara lain:
1. Digital Membership dan Registrasi Mandiri
Sistem pendaftaran dan penjadwalan konsultasi secara online memungkinkan pasien mengakses layanan kesehatan dengan lebih cepat. Verifikasi identitas melalui teknologi pengenalan wajah (face recognition) juga meminimalkan kesalahan administratif.
ADVERTISEMENT
2.Layanan Tele-Radiology, Tele-ECG, dan Tele-ICU
Layanan khusus untuk diagnosa dan pemantauan jarak jauh melalui perangkat medis terintegrasi sudah mulai diterapkan. Misalnya, tele-radiology memungkinkan pengiriman hasil pemeriksaan radiologi kepada dokter spesialis secara langsung, sementara tele-ECG dan tele-ICU mendukung monitoring kondisi pasien kritis dengan cepat.
3. Mobile Clinics dan IoT Ambulance
Untuk menjangkau daerah terpencil, konsep klinik bergerak telah diperkenalkan. Kendaraan klinik yang dilengkapi peralatan medis standar dan terintegrasi dengan sistem digital memungkinkan pemeriksaan kesehatan langsung di lapangan. IoT Ambulance, di sisi lain, memungkinkan monitoring kondisi pasien selama perjalanan ke fasilitas kesehatan, yang sangat vital untuk kasus-kasus darurat.
4. Sistem eLogistic dan Digital Payment
Integrasi sistem logistik dan pembayaran digital mempermudah proses administrasi dan klaim asuransi, sehingga operasional layanan kesehatan dapat berjalan lebih efisien dan transparan.
ADVERTISEMENT
Meski teknologi-teknologi ini telah diperkenalkan, sebagian besar implementasi masih dijalankan oleh pihak swasta. Inisiatif yang berskala nasional, terutama yang dikelola oleh instansi pemerintah, masih belum mencapai tingkat adopsi yang optimal. Oleh karena itu, sinergi antara kebijakan, investasi infrastruktur, dan pelatihan SDM sangat diperlukan agar telemedicine dapat diterapkan secara luas dan memenuhi standar internasional.
Realita dan Tantangan Implementasi Telemedicine di Indonesia
Di Indonesia, meskipun sudah ada dukungan regulasi seperti Permenkes No. 20 Tahun 2019 dan berbagai kebijakan terkait telemedicine, implementasi layanan ini masih jauh dari skala nasional. Berikut adalah beberapa data dan fakta yang menguatkan pernyataan tersebut:
Dominasi Inisiatif oleh Pihak Swasta
Studi dan laporan menunjukkan bahwa sebagian besar inisiatif telemedicine di Indonesia—seperti yang dijalankan oleh RS swasta (misalnya, Telemedicine Halodoc dan layanan di RS Hermina)—lebih cepat mengadopsi teknologi digital. Misalnya, penelitian di RS Hermina Padang mencatat bahwa pelayanan telemedicine yang diterapkan hanya melibatkan sebagian kecil dokter spesialis (dokter anak, paru, dan penyakit dalam) dengan total pasien telemedicine hanya sekitar 95 orang pada tahun 2021–2022. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada pilot project, skala implementasinya masih terbatas dan belum menyentuh seluruh aspek pelayanan yang diharapkan sesuai standar WHO.
ADVERTISEMENT
Keterbatasan Implementasi di Lingkungan Pemerintah
Hingga saat ini, belum ada bukti kuat bahwa rumah sakit milik pemerintah atau dinas kesehatan daerah telah mengintegrasikan sistem telemedicine secara menyeluruh yang memenuhi standar internasional. Banyak instansi kesehatan pemerintah masih menggunakan sistem konvensional dengan layanan tatap muka, sementara telemedicine masih bersifat eksperimental dan terbatas pada beberapa pilot project di wilayah tertentu. Masih bersifat parsial seperti penggunaan layanan Tele-Radiology di beberapa rumah sakit pemerintah. Salah satu contohnya adalah yang dilakukan di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang menerapkan sistem tele-radiology untuk mengirimkan gambar radiologi secara elektronik ke dokter spesialis radiologi. Proses ini mempercepat penegakan diagnosis dan mendukung pengambilan keputusan klinis, terutama untuk pasien yang memerlukan interpretasi cepat atas hasil pemeriksaan radiologi.
ADVERTISEMENT
Hambatan Teknis dan SDM
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kendala utama dalam implementasi telemedicine di fasilitas kesehatan pemerintah adalah keterbatasan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, serta kurangnya pelatihan bagi tenaga kesehatan. Banyak rumah sakit, khususnya di daerah terpencil, belum memiliki jaringan internet yang memadai, perangkat keras dan lunak yang sesuai, atau SDM yang kompeten untuk mengoperasikan sistem telemedicine secara optimal. Hal ini menghambat penyebaran layanan telemedicine yang konsisten dan aman di tingkat nasional.
Kesenjangan antara Kebijakan dan Implementasi
Meskipun regulasi telah disusun untuk mendorong penggunaan telemedicine—misalnya, regulasi Permenkes No. 20/2019 mengatur telemedicine antar fasilitas kesehatan—realitas di lapangan menunjukkan bahwa penerapan kebijakan ini masih belum maksimal. Banyak institusi kesehatan milik pemerintah belum mengintegrasikan sistem telemedicine yang memenuhi standar internasional, sehingga gap antara apa yang diatur dalam kebijakan dan apa yang terjadi di lapangan masih cukup lebar. Ini menegaskan perlunya dukungan besar dari pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat infrastruktur, pelatihan, serta sosialisasi agar implementasi telemedicine bisa berlangsung secara masif dan menyeluruh.
ADVERTISEMENT
Kebutuhan Perluasan Regulasi dan Kolaborasi Multi-Pihak
Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat saat ini belum cukup untuk mengakomodasi perbedaan kondisi dan kebutuhan di setiap daerah di Indonesia. Diperlukan peraturan turunan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah daerah dengan pendekatan yang lebih teknis dan disesuaikan dengan kondisi lokal. Langkah ini penting agar standar operasional dan implementasi telemedicine dapat diadaptasi secara optimal di setiap wilayah.
Selain itu, kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak swasta menjadi kunci utama dalam mengatasi berbagai hambatan tersebut. Sinergi antar berbagai pihak dapat meningkatkan pendanaan, mempercepat pembangunan infrastruktur, dan memastikan adanya pelatihan yang tepat bagi tenaga kesehatan, sehingga layanan telemedicine dapat diimplementasikan secara merata dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Epilog
Transformasi digital telah mengukir babak baru dalam dunia pelayanan kesehatan, di mana telemedicine muncul sebagai solusi revolusioner untuk mengatasi kendala geografis dan keterbatasan infrastruktur. Di tengah gelombang inovasi global—mulai dari konsultasi virtual, pemantauan pasien jarak jauh, hingga pengembangan teknologi kesehatan mental—Indonesia menunjukkan potensi besar untuk merangkul era kesehatan digital. Namun, perjalanan menuju sistem kesehatan yang inklusif tidaklah mudah. Tantangan implementasi, seperti keterbatasan infrastruktur, SDM yang masih perlu pengembangan, dan kesenjangan antara kebijakan dan praktik lapangan, mengingatkan bahwa regulasi dan dukungan lintas sektor harus semakin diperkuat.Dengan semangat kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan seluruh pemangku kepentingan, Indonesia memiliki peluang untuk mengintegrasikan teknologi telemedicine secara menyeluruh. Upaya bersama ini diharapkan tidak hanya meningkatkan efisiensi dan akses layanan kesehatan, tetapi juga mewujudkan pemerataan perawatan bagi seluruh lapisan masyarakat, menjadikan transformasi digital sebagai fondasi pelayanan kesehatan yang lebih responsif dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT