Konten dari Pengguna

Pagar Laut dan Kenyataan Pahit: Sawah Pesisir Hilang Ditelan Air Laut

Yogina Situmorang
Dosen di Bidang Ilmu Teknik Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran
29 Januari 2025 12:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yogina Situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi : sawah di pesisir. Foto : https://pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi : sawah di pesisir. Foto : https://pixabay.com
ADVERTISEMENT
Kasus "pagar laut" di Kabupaten Tangerang mengungkap realitas pahit yang selama ini luput dari perhatian banyak orang: batas antara daratan dan lautan tidak lagi sama seperti dulu. Sejumlah sertifikat tanah yang dulunya berada di daratan kini ditemukan berada di tengah laut, menjadi bukti nyata bagaimana abrasi dan kenaikan muka air laut telah mengubah peta wilayah pesisir kita. Saat ini Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Nusron Wahid, telah mencabut 50 sertifikat HGB dan Hak Milik (SHM) di wilayah tersebut, dengan alasan bahwa lahan yang disertifikasi telah berubah menjadi lautan karena faktor alam.
ADVERTISEMENT
Namun, pagar laut hanyalah puncak gunung es. Di banyak daerah pesisir, fenomena ini bukan sekadar kasus administrasi pertanahan, melainkan ancaman nyata bagi ribuan petani yang menggantungkan hidup pada lahan sawah di tepi pantai. Kenaikan muka air laut akibat pemanasan global menyebabkan abrasi yang makin masif, menggerus lahan pertanian yang dulu subur menjadi bagian dari lautan. Hasil penelitian Boer et al. (2011) mengindikasikan 5.251 ha dan 14.950 ha dari 1.732.124 ha lahan sawah di Pantai Utara Jawa akan hilang jika pada tahun 2050 terjadi peningkatan permukaan laut mencapai 50 cm atau 100 cm.
Fakta menunjukkan bahwa intrusi air laut—perembesan air asin ke dalam tanah, kian memperburuk situasi. Sawah yang dulu menghasilkan padi kini berubah menjadi tanah tandus dengan kadar garam yang tinggi, membuatnya tak lagi layak untuk ditanami. Petani di Pantai Utara Jawa, pesisir Sumatra, dan beberapa daerah di Kalimantan sudah merasakan dampaknya. Produksi pangan menurun, penghasilan petani berkurang, dan ketahanan pangan nasional pun terancam.
ADVERTISEMENT
Kita tidak bisa lagi berpikir bahwa lautan akan berhenti merangsek ke daratan. Fenomena ini bersifat permanen dan akan terus berlanjut jika tidak ada upaya mitigasi serius. Rehabilitasi hutan mangrove, pembangunan tanggul laut, serta pengelolaan tata ruang yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim harus menjadi prioritas utama. Jika tidak, kita bukan hanya kehilangan sawah, tetapi juga kehilangan masa depan ketahanan pangan bangsa.
Pertanyaannya, apakah kita akan terus menunggu hingga semakin banyak sawah berubah menjadi laut, atau kita mulai bertindak sekarang?