Konten dari Pengguna

Pengaruh UU ITE Terhadap Kebebasan Berbicara Di Media Sosial

Yosef Binsasi
Mahasiswa Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Pamulang
1 Desember 2024 14:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yosef Binsasi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.istockphoto.com/id/foto/media-sosial-pemasaran-gambar-yang-dihasilkan-secara-digital-keterlibatan-gm1408387701-459258370?searchscope=image%2Cfilm
zoom-in-whitePerbesar
https://www.istockphoto.com/id/foto/media-sosial-pemasaran-gambar-yang-dihasilkan-secara-digital-keterlibatan-gm1408387701-459258370?searchscope=image%2Cfilm
ADVERTISEMENT
Masyarakat di Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, terdiri dari multikultural yang mempunyai berbagai ragam perspektif. Masyarakat Indonesia juga bersifat komunal yaitu kebersamaan dalam kelompok. Cara untuk mendorong kelompok orang untuk berperilaku sesuai dengan norma dan menghindari melakukan penyimpangan sosial dikenal sebagai pengendalian sosial. Pengendalian sosial mencakup tindakan preventif untuk mencegah tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan, tindakan represif untuk memperbaiki keselarasan yang rusak akibat pelanggaran, dan tindakan kuratif yang digunakan ketika terjadi penyimpangan sosial.
ADVERTISEMENT
Menurut caranya, pengendalian sosial terdiri dari tindakan koersif dengan memberikan hukuma`n dan tindakan persuasif dengan menggunakan ucapan untuk mendorong masyarakat untuk mengikuti standar yang berlaku. Gosip, teguran, pendidikan, agama, dan sanksi adalah contoh pengendalian sosial. Komunikasi "yang tidak pantas" sering digunakan oleh media sosial. Media sosial telah berkembang menjadi tempat penting bagi masyarakat di era digital untuk berkomunikasi, berbagi informasi, dan berbicara. Namun, di Indonesia, kebebasan berekspresi seringkali berhadapan dengan undang-undang, terutama Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Meskipun UU ITE bertujuan untuk mengatur penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik, implementasinya sering dianggap membatasi kebebasan berekspresi.
UU ITE: Pedang Bermata Dua
ITE pertama kali disahkan pada tahun 2008, tetapi telah direvisi pada tahun 2016. Tujuan dari undang-undang ini adalah untuk mengatur banyak hal di dunia digital, mulai dari transaksi elektronik hingga pengaturan konten yang dianggap melanggar hukum. Pasal-pasal tertentu, seperti Pasal 27 ayat 3 yang berkaitan dengan pencemaran nama baik dan Pasal 28 ayat 2 yang berkaitan dengan ujaran kebencian, menjadi perhatian utama karena dianggap dapat disalahartikan dan dapat disalahgunakan.
ADVERTISEMENT
Sebagai pedang bermata dua, UU ITE memiliki sisi positif dan negatif dalam pengaruhnya terhadap kebebasan berekspresi
Dampak positif UU ITE
Dampak Negatif UU ITE
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur aktivitas digital, termasuk media sosial. Kebebasan berekspresi, hak dasar setiap orang, dapat diancam jika diterapkan dengan cara yang sering dianggap terlalu represif. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa Undang-Undang ini tetap relevan tanpa mengganggu demokrasi, revisi, instruksi, dan pengawasan yang efektif diperlukan. Media sosial seharusnya menjadi tempat yang aman dan inklusif untuk berekspresi daripada menimbulkan ketakutan karena ancaman hukum.
ADVERTISEMENT