Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kabut Asap Kelabu Berganti Harapan Hijau
5 Mei 2025 15:30 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Yudhi Mada tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kabut Asap Kelabu Berganti Harapan Hijau: Kisah Transformasi Penanggulangan Karhutla di Indonesia

Dulu, langit Sumatera dan Kalimantan kerap kali berubah kelabu. Asap pekat dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menyelimuti, menyesakkan napas, dan melumpuhkan kehidupan. Anak-anak terpaksa belajar dari balik jendela rumah, terisolasi dari dunia luar karena kualitas udara yang mencapai tingkat berbahaya. Operasional bandara terhenti, roda ekonomi tersendat, dan dampaknya merambah hingga ke negara tetangga. Hutan, yang seharusnya menjadi penjaga paru-paru dunia, justru menjadi sumber malapetaka. Ini adalah pukulan telak, sebuah ironi yang menyayat hati.
ADVERTISEMENT
Namun, kini kita menyaksikan sebuah perubahan yang membanggakan. Dalam dua tahun terakhir, Indonesia mencatatkan penurunan drastis pada luas lahan yang terbakar. Data karhutla tahun 2024 bagaikan oase di tengah gurun keputusasaan. Akumulasi luas kebakaran hutan dan lahan pada periode tersebut menunjukkan penurunan signifikan sebesar ±784.387,86 hektar (68%) dibandingkan tahun 2023. Lebih mengesankan lagi, jika dibandingkan dengan tahun 2019, luas karhutla tahun 2024 merosot hingga ±1.272.452,52 hektar (77%). Padahal, saat itu dunia sedang dilanda fenomena El Nino, sebuah anomali iklim yang secara historis selalu memicu lonjakan karhutla di Tanah Air. Artinya, penurunan ini bukan sekadar keberuntungan iklim, melainkan hasil dari perbaikan menyeluruh dalam tata kelola hutan (forest governance).
Konsep forest governance menekankan peran krusial seluruh elemen bangsa. Lembaga formal dan informal, masyarakat adat yang arif, perusahaan dengan tanggung jawabnya, organisasi masyarakat sipil yang gigih, hingga seluruh pemangku kepentingan lainnya, kini duduk bersama. Mereka bernegosiasi, terlibat aktif, memainkan peran masing-masing, dan bersama-sama menegakkan aturan yang mengikat dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan konservasi sumber daya hutan. Tata kelola hutan yang efektif menuntut keterlibatan multipihak. Kita menyadari bahwa hutan tidak bisa lagi dikelola secara sentralistik, parsial, dan sektoral. Kita membutuhkan uluran tangan seluruh elemen bangsa untuk bahu-membahu menjaga hutan sebagai paru-paru dunia.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan menurunkan angka karhutla dalam dua tahun terakhir bukanlah keajaiban semalam. Ini adalah buah dari proses panjang perbaikan mendasar dalam cara kita mengelola dan menjaga hutan. Kita tidak lagi hanya berfokus memadamkan api yang terlihat, tetapi juga berupaya memutus rantai penyebabnya hingga ke akarnya. Kita tidak cukup hanya bertindak reaktif saat asap sudah membumbung tinggi, namun hadir lebih awal dengan langkah-langkah proaktif: bersiap, mencegah, memberdayakan, dan memastikan bahwa setiap jengkal hutan terjaga dengan baik. Upaya transformatif ini kita wujudkan melalui tiga strategi utama.
Strategi pertama adalah kolaborasi yang terpimpin. Mengindahkan amanat Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan, Presiden secara tegas menginstruksikan keterlibatan aktif lebih dari 28 kementerian dan lembaga negara. Mulai dari Menko Polhukam hingga kepala daerah, Panglima TNI hingga Kapolri, BMKG hingga BNPB, semua bergerak dalam satu barisan komando terpadu. Tujuan tunggalnya adalah menekan angka kebakaran hutan dan lahan hingga mendekati zero karhutla. Inpres ini memperkuat upaya pencegahan, pemadaman, penanganan pasca kebakaran, serta penegakan hukum tanpa kompromi terhadap para pelaku pembakaran hutan dan lahan di seluruh penjuru Indonesia.
ADVERTISEMENT
Strategi kedua adalah pencegahan dan penegakan hukum yang tegas. Kita memperkuat sistem deteksi dini dengan memperluas titik pemantauan dan meningkatkan kesiapsiagaan petugas di lapangan. Pengendalian karhutla dilakukan secara komprehensif, mulai dari upaya pencegahan melalui patroli rutin, Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk membasahi lahan gambut yang rawan, hingga sosialisasi dan kampanye intensif di provinsi-provinsi rawan karhutla. Namun, ketika api terlanjur berkobar akibat kelalaian, atau lebih parah lagi karena kesengajaan, maka hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Baik individu maupun korporasi yang terbukti merusak ekologi hutan harus menerima konsekuensi setimpal perbuatannya.
Strategi ketiga adalah pemahaman mendalam akan esensi hutan. Seperti yang diungkapkan oleh F. Herbert Bormann, seorang ahli ekologi hutan dan profesor emeritus di Cornell University, hutan adalah sebuah sistem ekologi yang utuh. Ia bukan sekadar kumpulan pohon, melainkan sebuah komunitas biotik yang kompleks, di mana beragam spesies saling bergantung dalam menjaga keseimbangan ekosistem, termasuk keberlangsungan hidup manusia.
ADVERTISEMENT
Hutan adalah penyangga kehidupan, pengatur ekosistem yang handal, sumber napas yang tak ternilai, penyimpan karbon raksasa, dan rumah bagi jutaan spesies. Hutan yang terbakar bukan hanya menciptakan kabut asap yang menyesakkan, tetapi juga merenggut masa depan anak-anak kita dan menghancurkan sistem ekologi yang rapuh. Karhutla adalah ancaman nyata bagi kemanusiaan, berkontribusi besar terhadap triple planetary crisis: perubahan iklim (climate change), pencemaran dan kerusakan lingkungan (environmental degradation and pollution), serta hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity loss).
Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC, 2022) memberikan peringatan keras bahwa antara 50 hingga 75 persen populasi global berpotensi terdampak oleh kondisi iklim ekstrem yang mengancam jiwa pada tahun 2100 jika kita gagal bertindak serius. Perubahan pola cuaca yang ekstrem, kekeringan panjang yang melanda, gelombang panas yang mematikan, hingga karhutla yang meluas adalah gejala-gejala nyata dari krisis ini yang sudah kita rasakan dampaknya bersama.
ADVERTISEMENT
Karhutla juga memicu pencemaran dan kerusakan lingkungan yang meningkatkan risiko bencana alam dan mengganggu tatanan hidup masyarakat, serta menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati yang tak tergantikan. Data dari Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES, 2019) mengungkapkan bahwa sekitar satu juta spesies tumbuhan dan hewan kini berada di ambang kepunahan, dan karhutla menjadi salah satu faktor pendorongnya. Padahal, keanekaragaman hayati adalah fondasi dari kesehatan manusia dan ketahanan ekosistem, termasuk yang menopang sektor pertanian, ketersediaan pangan, dan sumber air bersih.
Oleh karena itu, untuk menghadapi tantangan karhutla yang begitu kompleks dan multidimensional ini, kami mengajak seluruh pihak, segenap elemen bangsa, untuk bersatu dan bergerak dalam satu komando yang solid. Mari kita turun tangan menjaga hutan sebaik kita menjaga keluarga sendiri. Mari kita terus berupaya menekan angka kebakaran hutan dan lahan hingga mencapai titik minimal, bahkan menuju zero karhutla. Jadikan tahun 2025 sebagai tahun siaga, tahun gotong royong, tahun penyelamatan hutan Indonesia. Karena saat kita menjaga hutan, sesungguhnya kita sedang menjaga masa depan peradaban.
ADVERTISEMENT
Dari Kelabu ke Harapan: Perjuangan Indonesia Melawan Kabut Asap Karhutla
Langit Kelabu dan Udara yang Sesak
Beberapa tahun lalu, langit Sumatera dan Kalimantan berubah kelabu oleh asap pekat akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Udara menjadi sesak, kualitasnya memburuk hingga level berbahaya. Anak-anak terpaksa belajar dari rumah karena polusi udara mengancam kesehatan mereka. Bandara terpaksa membatalkan penerbangan, aktivitas ekonomi terganggu, dan kabut asap bahkan melintas hingga ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Ini adalah ironi yang menyakitkan—hutan yang seharusnya menjadi paru-paru dunia justru berubah menjadi sumber bencana. Namun, dalam dua tahun terakhir, Indonesia membuktikan bahwa perubahan besar bisa terjadi.
Penurunan Signifikan: Capaian yang Membanggakan
ADVERTISEMENT
Tahun 2024 menjadi tonggak penting dalam perjuangan melawan karhutla. Data menunjukkan penurunan luas kebakaran hutan dan lahan sebesar ±784.387,86 hektar (68%) dibandingkan tahun 2023. Bahkan, jika dibandingkan dengan tahun 2019—saat Indonesia dilanda fenomena El Niño yang memicu karhutla masif—penurunannya mencapai ±1.272.452,52 hektar (77%)
Ini adalah pencapaian luar biasa, mengingat El Niño secara historis selalu memperburuk kebakaran hutan. Artinya, upaya pencegahan dan penanganan karhutla di Indonesia kini jauh lebih efektif.
Kunci Keberhasilan: Tata Kelola Hutan yang Lebih Baik
Keberhasilan ini bukanlah hasil kerja instan, melainkan buah dari perbaikan menyeluruh dalam tata kelola hutan (forest governance). Konsep ini menekankan kolaborasi seluruh elemen bangsa—pemerintah, masyarakat adat, perusahaan, organisasi sipil, dan pemangku kepentingan lainnya—dalam mengelola, melindungi, dan memulihkan hutan.
ADVERTISEMENT
Hutan tidak bisa dikelola secara sentralistik atau sektoral. Dibutuhkan pendekatan holistik, di mana semua pihak turun tangan bersama. Strategi ini diwujudkan melalui tiga pendekatan utama:
1. Kolaborasi Terpimpin
Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2020, lebih dari 28 kementerian dan lembaga bergerak bersama dalam satu komando terpadu. Mulai dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), TNI, Polri, Badan Meteorologi (BMKG), hingga pemerintah daerah, semua bersinergi untuk pencegahan, pemadaman, dan penegakan hukum.
2. Pencegahan dan Penegakan Hukum
- Deteksi dini diperkuat dengan satelit, drone, dan posko pemantauan.
- Operasi Modifikasi Cuaca (OMC)dilakukan untuk menciptakan hujan buatan di daerah rawan.
ADVERTISEMENT
- Penegakan hukum tanpa pandang bulu baik terhadap perorangan maupun korporasi yang terbukti melakukan pembakaran.
3. Restorasi Ekosistem dan Pemberdayaan Masyarakat
- Lahan gambut yang rentan terbakar direstorasi melalui pembasahan dan penanaman kembali.
- Masyarakat dilibatkan dalam program perhutanan sosial untuk mengurangi ketergantungan pada praktik pembakaran lahan.
- Edukasi dan kampanye terus digencarkan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya karhutla.
Karhutla dan Krisis Planet yang Mengancam
Kebakaran hutan bukan sekadar masalah asap. Ini adalah ancaman serius bagi triple planetary crisis:
1. Perubahan iklim– Karhutla melepaskan karbon dalam jumlah besar, memperparah pemanasan global.
2. Pencemaran lingkungan– Kabut asap mengandung partikel berbahaya (PM2.5) yang merusak kesehatan.
ADVERTISEMENT
3. Hilangnya keanekaragaman hayati – Menurut IPBES (2019) sekitar 1 juta spesies terancam punah, termasuk akibat kebakaran hutan.
Laporan IPCC (2022) memperingatkan bahwa jika tidak ada aksi serius, 50-75% populasi global akan terdampak cuaca ekstrem pada tahun 2100. Indonesia sudah merasakan dampaknya—kekeringan, banjir, dan karhutla adalah gejala nyata krisis iklim.
2025: Tahun Siaga, Tahun Aksi Nyata
Kita tidak boleh berpuas diri. Penurunan karhutla harus terus dijaga, bahkan ditingkatkan menuju zero burning Tahun 2025 harus menjadi tahun siaga, tahun di mana seluruh elemen bangsa bergotong royong menyelamatkan hutan Indonesia.
Karena saat kita menjaga hutan, sesungguhnya kita menjaga masa depan anak-anak kita.
ADVERTISEMENT
Akhir Kata: Hutan adalah Napas Kita
Dulu, langit Sumatera dan Kalimantan kelabu oleh asap. Kini, kita melihat secercah harapan. Tapi perjuangan belum selesai. Mari jadikan pencegahan karhutla sebagai gerakan bersama, karena hutan bukan hanya milik kita—tapi warisan untuk generasi mendatang.
#SelamatkanHutan #IndonesiaBebasAsap #ZeroKarhutla